Tabanan (Antara Bali) - Masyarakat Kabupaten Tabanan, Bali, mulai kembali memanfaatkan buah-buahan lokal baik untuk kelengkapan ritual keagamaan maupun konsumsi, kata seorang petani setempat.
"Kondisi tersebut menyebabkan permintaan akan buah lokal di pasaran meningkat tajam, khususnya pada hari raya seperti Galungan dan Kuningan, " kata petani salak lokal jenis gula pasir di Banjar Kebon Jeruk Kauh, Desa Munduk Temu, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Ketut Suardika, Kamis.
Ia mengatakan, di tengah membaiknya pasar buah lokal, petani justru belum mampu mengimbangi dengan teknologi budi daya dan perlakuan tanaman buah lokal.
Kondisi tersebut tercermin dari kecendrungan terus menurunnya produksi buah lokal di tingkat petani di Bali, khususnya di Kabupaten Tabanan.
Menurunnya produksi tersebut juga sebagai salah satu dampak dari pengaruh cuaca ekstrim yang ditandai dengan bergesernya musim dari semestinya.
Kondisi tersebut juga disertai dengan ingkat curah hujan maupun musim kering yang berlaku dalam intensitas berlebihan dari biasanya.
Menurut Ketut Suardika cuaca ekstrem telah membuat produksi pertaniannya turun dibandingkan dengan musim panen tahun lalu.
Ia mengembangkan tanaman salak di la empat hentare lahan. namun produksi merosot hingga 60 persen dibanding tahun sebelumnya.
Merosotnya produksi tersebut berpengaruh terhadap kegiatannya promosi dan pameran dalam kegiatan tahunan yang rutin diikutinya baik di tingkat lokal Bali maupun secara nasional.
Selain itu tidak mampu melanjutkan kerjasama dengan sejumlah penyalurproduk agro untuk pemasaran ke sejumlah hotel dan swalayan di Kota Denpasar dan sekitarnya.
Dari empat hektare tanaman salak gula pasir yang dikembangkannya pada tahun lalu saat panen mampu menghasilkan 600 kg setiap minggu, namun sekarang hanya 50 kg.
Merosotnya produksi tersebut akibat tidak terjadi penyerbukan sebagai cikal bakal tumbuh buah sebab belakangan ini cuaca ekstrem, ujar Ketut Suardika. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kondisi tersebut menyebabkan permintaan akan buah lokal di pasaran meningkat tajam, khususnya pada hari raya seperti Galungan dan Kuningan, " kata petani salak lokal jenis gula pasir di Banjar Kebon Jeruk Kauh, Desa Munduk Temu, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Ketut Suardika, Kamis.
Ia mengatakan, di tengah membaiknya pasar buah lokal, petani justru belum mampu mengimbangi dengan teknologi budi daya dan perlakuan tanaman buah lokal.
Kondisi tersebut tercermin dari kecendrungan terus menurunnya produksi buah lokal di tingkat petani di Bali, khususnya di Kabupaten Tabanan.
Menurunnya produksi tersebut juga sebagai salah satu dampak dari pengaruh cuaca ekstrim yang ditandai dengan bergesernya musim dari semestinya.
Kondisi tersebut juga disertai dengan ingkat curah hujan maupun musim kering yang berlaku dalam intensitas berlebihan dari biasanya.
Menurut Ketut Suardika cuaca ekstrem telah membuat produksi pertaniannya turun dibandingkan dengan musim panen tahun lalu.
Ia mengembangkan tanaman salak di la empat hentare lahan. namun produksi merosot hingga 60 persen dibanding tahun sebelumnya.
Merosotnya produksi tersebut berpengaruh terhadap kegiatannya promosi dan pameran dalam kegiatan tahunan yang rutin diikutinya baik di tingkat lokal Bali maupun secara nasional.
Selain itu tidak mampu melanjutkan kerjasama dengan sejumlah penyalurproduk agro untuk pemasaran ke sejumlah hotel dan swalayan di Kota Denpasar dan sekitarnya.
Dari empat hektare tanaman salak gula pasir yang dikembangkannya pada tahun lalu saat panen mampu menghasilkan 600 kg setiap minggu, namun sekarang hanya 50 kg.
Merosotnya produksi tersebut akibat tidak terjadi penyerbukan sebagai cikal bakal tumbuh buah sebab belakangan ini cuaca ekstrem, ujar Ketut Suardika. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016