Jakarta (Antara Bali) - Komisi XI DPR RI menyetujui penggunaan kembali
Barang Milik Negara (BMN) sebesar Rp33,4 triliun sebagai dasar
penerbitan atau "underlying asset" Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
pada tahun anggaran 2016.
"Komisi XI menyetujui rencana penggunaan kembali tanah dan bangunan Rp33,4 triliun sebagai dasar underlying asset pada 2016," kata Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng dalam rapat kerja membahas persetujuan BMN sebagai underlying asset di Jakarta, Selasa.
BMN yang disetujui tersebut merupakan "underlying asset" dari SBSN yang telah jatuh tempo, dan bisa digunakan kembali sebagai aset untuk penerbitan SBSN berikutnya (roll over) setelah meminta persetujuan dari DPR RI.
Meski sudah mendapatkan persetujuan DPR RI, namun beberapa anggota Komisi XI sempat mempertanyakan nasib tanah maupun bangunan negara yang menjadi "underlying asset" karena dianggap bisa diambil alih oleh investor apabila pemerintah mengalami gagal bayar (default).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sukuk negara ini telah berjalan sesuai prinsip syariah dan baru bisa diterbitkan oleh pemerintah apabila ada "underlying asset" sebagai dasar transaksi yang tidak berbentuk riba.
Namun, ia memastikan penggunaan BMN hanya sebatas hak manfaat bukan hak atas kepemilikan atau merupakan jaminan atau gadai, sehingga aset berupa tanah maupun bangunan milik negara tidak akan berpindah tangan kepada investor portofolio.
"Kalau negara membutuhkan instrumen utang dan mengembangkan pasar syariah yang permintaannya tinggi, maka kami meminta underlying asset sebagai dasar penerbitan yang itu merupakan hak manfaat," kata Sri Mulyani.
Selain itu, menurut Sri Mulyani, juga tidak dilakukan pengalihan fisik BMN, sehingga bangunan maupun tanah negara tetap digunakan untuk pelaksanaan tugas pemerintahan.
Dengan demikian, BMN yang digunakan sebagai dasar penerbitan tetap dikelola sebagaimana sebelum dijadikan "underlying asset" karena tidak ada perubahan dari segi kemanfaatan maupun peruntukan serta dari sisi akuntansi dan pelaporan.
Rapat kerja tersebut juga membahas penggunaan BMN sebagai underlying asset SBSN tahun 2017 sebesar Rp43,6 triliun yang berada di 50 kementerian lembaga dengan jumlah 9.998 unit tanah dan bangunan, namun belum mendapatkan persetujuan karena Komisi XI belum menerima surat pembahasan dari pimpinan DPR RI.
Saat ini persetujuan DPR RI atas penggunaan BMN sebagai aset SBSN sampai Agustus 2015 telah mencapai Rp157,8 triliun dan saldo BMN yang belum digunakan dan siap untuk dijadikan "underlying asset" mencapai Rp7,37 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, akumulasi penerbitan SBSN sejak tahun 2008 hingga 6 Oktober 2016 telah mencapai Rp559,67 triliun dengan outstanding mencapai Rp407,15 triliun atau setara kurang lebih 15 persen dari total outstanding penerbitan Surat Berharga Negara. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Komisi XI menyetujui rencana penggunaan kembali tanah dan bangunan Rp33,4 triliun sebagai dasar underlying asset pada 2016," kata Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng dalam rapat kerja membahas persetujuan BMN sebagai underlying asset di Jakarta, Selasa.
BMN yang disetujui tersebut merupakan "underlying asset" dari SBSN yang telah jatuh tempo, dan bisa digunakan kembali sebagai aset untuk penerbitan SBSN berikutnya (roll over) setelah meminta persetujuan dari DPR RI.
Meski sudah mendapatkan persetujuan DPR RI, namun beberapa anggota Komisi XI sempat mempertanyakan nasib tanah maupun bangunan negara yang menjadi "underlying asset" karena dianggap bisa diambil alih oleh investor apabila pemerintah mengalami gagal bayar (default).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sukuk negara ini telah berjalan sesuai prinsip syariah dan baru bisa diterbitkan oleh pemerintah apabila ada "underlying asset" sebagai dasar transaksi yang tidak berbentuk riba.
Namun, ia memastikan penggunaan BMN hanya sebatas hak manfaat bukan hak atas kepemilikan atau merupakan jaminan atau gadai, sehingga aset berupa tanah maupun bangunan milik negara tidak akan berpindah tangan kepada investor portofolio.
"Kalau negara membutuhkan instrumen utang dan mengembangkan pasar syariah yang permintaannya tinggi, maka kami meminta underlying asset sebagai dasar penerbitan yang itu merupakan hak manfaat," kata Sri Mulyani.
Selain itu, menurut Sri Mulyani, juga tidak dilakukan pengalihan fisik BMN, sehingga bangunan maupun tanah negara tetap digunakan untuk pelaksanaan tugas pemerintahan.
Dengan demikian, BMN yang digunakan sebagai dasar penerbitan tetap dikelola sebagaimana sebelum dijadikan "underlying asset" karena tidak ada perubahan dari segi kemanfaatan maupun peruntukan serta dari sisi akuntansi dan pelaporan.
Rapat kerja tersebut juga membahas penggunaan BMN sebagai underlying asset SBSN tahun 2017 sebesar Rp43,6 triliun yang berada di 50 kementerian lembaga dengan jumlah 9.998 unit tanah dan bangunan, namun belum mendapatkan persetujuan karena Komisi XI belum menerima surat pembahasan dari pimpinan DPR RI.
Saat ini persetujuan DPR RI atas penggunaan BMN sebagai aset SBSN sampai Agustus 2015 telah mencapai Rp157,8 triliun dan saldo BMN yang belum digunakan dan siap untuk dijadikan "underlying asset" mencapai Rp7,37 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, akumulasi penerbitan SBSN sejak tahun 2008 hingga 6 Oktober 2016 telah mencapai Rp559,67 triliun dengan outstanding mencapai Rp407,15 triliun atau setara kurang lebih 15 persen dari total outstanding penerbitan Surat Berharga Negara. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016