Jakarta (Antara Bali) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
mengatakan program amnesti pajak yang diinisiasi oleh pemerintah
Indonesia sama sekali tidak melegalkan dana pencucian uang hasil tindak
kejahatan.
"Kami menjelaskan bahwa UU pengampunan pajak tidak digunakan untuk memfasilitasi uang dari tindak kejahatan. Ini sangat penting agar Indonesia tidak masuk dalam black list," kata Sri Mulyani saat memaparkan hasil pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani menjelaskan kepada masyarakat internasional bahwa kebijakan amnesti pajak merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki data perpajakan, dan memperluas basis pajak agar ada perbaikan rasio pajak yang masih rendah.
Namun, kata dia, implementasi program tersebut tidak mengakomodasi segala upaya pihak lain untuk melegalkan hasil kejahatan keuangan dalam bentuk apapun, termasuk dari pembiayaan terorisme dan perdagangan manusia.
"Pertemuan ini sangat strategis dan berguna untuk menjelaskan bahwa pelaksanaan UU pengampunan pajak ini dilakukan secara konsisten untuk membangun basis perpajakan yang baik," ujar Sri Mulyani.
Dalam pertemuan yang berlangsung secara bersamaan dengan forum Menteri Keuangan dan Bank Sentral negara anggota G20 tersebut, juga dibahas mengenai penguatan kerja sama perpajakan internasional dan mendorong implementasi "Base Erosion and Profit Shifting" (BEPS).
Selain itu, juga dibahas mengenai peran "Financial Action Task Force" (FATF) dalam menangani isu pemanfaatan kepemilikan (beneficial ownership) untuk mengejar keuntungan dengan menghindari kewajiban membayar pajak dan memerangi upaya pencucian uang.
"Upaya ini dilakukan sebagai transparansi dan akuntabilitas untuk melacak para wajib pajak yang menggunakan bentuk kepemilikan yang berbeda-beda untuk menghindari kewajiban membayar pajak," tutur Sri Mulyani.
Untuk itu, ia memastikan pemerintah Indonesia akan berkoordinasi dengan FATF dalam rangka membangun transparansi kegiatan transaksi keuangan dan menyatakan keinginan Indonesia untuk menjadi anggota penuh FATF dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin delegasi Kementerian Keuangan yang berpartisipasi dalam rangkaian Pertemuan Tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, AS pada 4-9 Oktober 2016.
Sri Mulyani hadir dalam rangkaian pertemuan tahunan tersebut dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Dunia untuk Indonesia, Gubernur Alternatif IMF, Menteri Keuangan negara anggota G20 dan sebagai Ketua Komite Pembangunan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami menjelaskan bahwa UU pengampunan pajak tidak digunakan untuk memfasilitasi uang dari tindak kejahatan. Ini sangat penting agar Indonesia tidak masuk dalam black list," kata Sri Mulyani saat memaparkan hasil pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani menjelaskan kepada masyarakat internasional bahwa kebijakan amnesti pajak merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki data perpajakan, dan memperluas basis pajak agar ada perbaikan rasio pajak yang masih rendah.
Namun, kata dia, implementasi program tersebut tidak mengakomodasi segala upaya pihak lain untuk melegalkan hasil kejahatan keuangan dalam bentuk apapun, termasuk dari pembiayaan terorisme dan perdagangan manusia.
"Pertemuan ini sangat strategis dan berguna untuk menjelaskan bahwa pelaksanaan UU pengampunan pajak ini dilakukan secara konsisten untuk membangun basis perpajakan yang baik," ujar Sri Mulyani.
Dalam pertemuan yang berlangsung secara bersamaan dengan forum Menteri Keuangan dan Bank Sentral negara anggota G20 tersebut, juga dibahas mengenai penguatan kerja sama perpajakan internasional dan mendorong implementasi "Base Erosion and Profit Shifting" (BEPS).
Selain itu, juga dibahas mengenai peran "Financial Action Task Force" (FATF) dalam menangani isu pemanfaatan kepemilikan (beneficial ownership) untuk mengejar keuntungan dengan menghindari kewajiban membayar pajak dan memerangi upaya pencucian uang.
"Upaya ini dilakukan sebagai transparansi dan akuntabilitas untuk melacak para wajib pajak yang menggunakan bentuk kepemilikan yang berbeda-beda untuk menghindari kewajiban membayar pajak," tutur Sri Mulyani.
Untuk itu, ia memastikan pemerintah Indonesia akan berkoordinasi dengan FATF dalam rangka membangun transparansi kegiatan transaksi keuangan dan menyatakan keinginan Indonesia untuk menjadi anggota penuh FATF dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin delegasi Kementerian Keuangan yang berpartisipasi dalam rangkaian Pertemuan Tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, AS pada 4-9 Oktober 2016.
Sri Mulyani hadir dalam rangkaian pertemuan tahunan tersebut dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Dunia untuk Indonesia, Gubernur Alternatif IMF, Menteri Keuangan negara anggota G20 dan sebagai Ketua Komite Pembangunan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016