Birmingham (Antara Bali) - Presiden Joko Widodo terus melakukan
upaya penyelesaian masalah hak asasi manusia yang terjadi di Papua, kata
Deputi Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodharwardani dalam sebuah
diskusi yang digelar Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Inggris,
Minggu.
"Penyelesaian masalah HAM di Papua itu tergantung dengan leadership (kepemimpinan), dan kita memiliki Presiden yang sangat aware (peduli) dengan Papua. Jarang sekali publik tahu bahwa sebetulnya itu terus dibahas dan tidak berhenti," kata Dani di Birmingham.
Deputi Staf Kepresidenan bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM itu menceritakan proses di balik layar ketika Presiden Jokowi berkunjung ke Papua pada Desember 2015.
Pada saat itu, Presiden Jokowi memanggil para tokoh agama untuk dimintai pendapat mengenai rencana kunjungannya ke Papua. Presiden ingin melihat secara langsung kondisi masyarakat di Papua.
"Dan waktu itu untuk pertama kalinya Presiden Jokowi mengatakan tentang pembebasan tahanan politik dan langsung meresponnya dengan menelepon Panglima TNI, Kapolri dan Menkumham," kata Dani.
Presiden Jokowi, masih menurut Dani, juga sangat berkomitmen untuk menyelesaikan segala persoalan rumit yang terjadi di tanah Papua. Hanya saja, Dani mengatakan media massa sangat jarang memberitakan mengenai perkembangan perbaikan persoalan Papua.
"Dua hari sebelum saya ke sini (Inggris), saya mengobrol dengan Menkopolhukam (Wiranto) untuk menanyakan proses pelanggaran HAM di Papua. Saya rasa publik harus tahu bahwa ini terus dijalankan, hanya di tingkat media masalah ini tidak terlalu dikapitalisasi untuk konsumsi publik," katanya.
Dalam diskusi mengenai Papua itu turut hadir pula Bupati Puncak, Papua Willem Wandik, peneliti Papua dari UGM Bambang Purwoko dan mahasiswa program doktoral University of Oxford Willem Burung.
Diskusi Papua tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara Konvensi Internasional Pelajar Indonesia atau Indonesian Scholars International Convention (ISIC) 2016 di Birmingham, Inggris.
Hasil diskusi tersebut diharapkan dapat menjadi tantangan bagi para pelajar Indonesia untuk mencari penyelesaian terhadap permasalahan yang terjadi di Papua.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Penyelesaian masalah HAM di Papua itu tergantung dengan leadership (kepemimpinan), dan kita memiliki Presiden yang sangat aware (peduli) dengan Papua. Jarang sekali publik tahu bahwa sebetulnya itu terus dibahas dan tidak berhenti," kata Dani di Birmingham.
Deputi Staf Kepresidenan bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM itu menceritakan proses di balik layar ketika Presiden Jokowi berkunjung ke Papua pada Desember 2015.
Pada saat itu, Presiden Jokowi memanggil para tokoh agama untuk dimintai pendapat mengenai rencana kunjungannya ke Papua. Presiden ingin melihat secara langsung kondisi masyarakat di Papua.
"Dan waktu itu untuk pertama kalinya Presiden Jokowi mengatakan tentang pembebasan tahanan politik dan langsung meresponnya dengan menelepon Panglima TNI, Kapolri dan Menkumham," kata Dani.
Presiden Jokowi, masih menurut Dani, juga sangat berkomitmen untuk menyelesaikan segala persoalan rumit yang terjadi di tanah Papua. Hanya saja, Dani mengatakan media massa sangat jarang memberitakan mengenai perkembangan perbaikan persoalan Papua.
"Dua hari sebelum saya ke sini (Inggris), saya mengobrol dengan Menkopolhukam (Wiranto) untuk menanyakan proses pelanggaran HAM di Papua. Saya rasa publik harus tahu bahwa ini terus dijalankan, hanya di tingkat media masalah ini tidak terlalu dikapitalisasi untuk konsumsi publik," katanya.
Dalam diskusi mengenai Papua itu turut hadir pula Bupati Puncak, Papua Willem Wandik, peneliti Papua dari UGM Bambang Purwoko dan mahasiswa program doktoral University of Oxford Willem Burung.
Diskusi Papua tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara Konvensi Internasional Pelajar Indonesia atau Indonesian Scholars International Convention (ISIC) 2016 di Birmingham, Inggris.
Hasil diskusi tersebut diharapkan dapat menjadi tantangan bagi para pelajar Indonesia untuk mencari penyelesaian terhadap permasalahan yang terjadi di Papua.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016