Jakarta (Antara Bali) - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid menilai ada logika yang salah apabila menginginkan pembubaran institusi Dewan Perwakilan Daerah, pascapenetapan tersangka Ketua DPD Irman Gusman oleh KPK, namun yang terpenting adalah penegakkan hukum secara jelas.

"Kalau ada anggapan, apabila ada masalah lalu lembaga negara itu dibubarkan, itu logika yang salah. Karena itu kalau ada masalah hukum maka hukum harus ditegakkan dengan jelas, bukan karena kriminalisasi atau fitnah," katanya di Jakarta, Senin.

Hidayat Nur Wahid mengatakan antara masalah Irman Gusman dengan DPD itu adalah dua masalah yang berbeda.

Dia mengatakan, semua pimpinan lembaga negara dan eksekutif hampir semua pernah punya masalah, namun tidak serta merta berimbas pada pembubaran institusi tersebut.

"Ada kepala daerah ditangkap KPK, ada Ketua MK ditangkap KPK, bahkan pimpinan KPK pun juga punya masalah hukum," ujarnya.

Politikus PKS itu menegaskan, dirinya setuju penangkapan yang bernilai Rp100 juta, namun kasus-kasus lain yang jumlah kerugian negaranya besar, jangan luput oleh KPK.

Menurut dia, yang penting ditegakkan oleh KPK kalau serius memberantas korupsi adalah harus mengusut kasus dugaan korupsi yang nilainya miliaran rupiah seperti kasus Sumber Waras, Suap Reklamasi, Pembelian Tanah di Cengkareng, Century, dan BLBI, juga harus dilakukan diusut dan diberantas.

"KPK terkesan lembek dalam kasus-kasus besar, KPK bahkan mengatakan kasus BLBI sudah tutup buku," ujarnya.

Hal itu menurut Hidayat Nur Wahid tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi yaitu korupsi kecil diberantas begitu juga korupsi dengan nilai yang besar.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman (IG) dan dua lainnya yakni XSS dan MNI sebagai tersangka terkait dugaan korupsi kuota gula impor untuk wilayah Sumatera Barat.

KPK menetapkan status tersangka pada tiga orang yakni XSS, MNI dan IG terkait tindak korupsi pada penyelenggara negara," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (17/9).

Dia menjelaskan kronologis dimulai ketika KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta, Jumat malam.

Kejadian bermula ketika XSS, MNI dan WS (adik dari XSS dan MNI) mendatangi rumah IG pada Jumat (16/9) pukul 22.15.

Kemudian sekitar Sabtu (17/9) pukul 00.30, ketiganya keluar dari rumah IG dan tim KPK menghampiri ketiganya ketika berada di dalam mobil yang masih parkir di halaman rumah IG.

"Petugas KPK kemudian meminta mereka untuk masuk kembali ke dalam rumah dan meminta agar IG menyerahkan bungkusan berisi uang yang berasal dari XSS dan MNI," ungkap Agus.

Bungkusan tersebut ternyata merupakan uang senilai Rp100 juta yang merupakan uang jasa rekomendasi untuk kuota impor gula wilayah Sumatera Barat. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Imam Budilaksono

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016