Plaga, bukanlah sebuah pedesaan ke dataran tinggi yang hanya menawarkan pemandangan beragam hamparan sayuran serta bau harum bunga merekah. Cobalah singgah, dan sempatkan waktu untuk sejenak mendengarkan kicau "curik" bali bersenandung merdu yang menghangatkan kalbu.

Jalak bali (leucopsar rothschildi) atau lebih dikenal masyarakat sebagai curik bali, pertama kali ditemukan pada tahun 1910. Satwa ini pada tahun 1991 telah dinobatkan sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Habitat asalnya di kawasan Taman Nasional Bali Barat.

Curik bali memiliki ukuran panjang kurang lebih 25 cm dan warna bulunya putih bersih, kecuali pada ujung sayap dan ekor. Matanya berwarna biru cemerlang yang memikat.

Satwa ini dilindungi berdasarkan Undang-Undang RI No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, dan Peraturan Pemerintah RI No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Tatkala mengunjungi Desa Plaga, curik dapat dijumpai di Banjar Bukian, yang dipelihara di lingkungan halaman rumah keluarga I Wayan Ardika. Sejak setahun lalu, burung-burung curik itu dipelihara, sebagai langkah membudidayakan satwa langka dan melestarikan lingkungan alam secara terpadu.

Curik itu terdiri dari empat pasang. Beberapa kali sempat bertelur, namun sayangnya belum ada yang berhasil menetas.

Wayan Ardika, penduduk di Banjar Bukian, Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, mengatakan burung-burung itu merupakan bagian tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari Aqua Mambal yang telah berkoordinasi dengan tokoh-tokoh adat setempat, untuk menjadikan Desa Plaga menjadi kawasan konservasi terpadu.

Apabila burung-burung itu mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan Plaga dan bisa berkembang biak, pada saatnya nanti satwa tersebut akan dilepaskan ke alam bebas.

"Memang tujuan dari pengembangbiakan curik adalah nanti akan dilepasliarkan di lingkungan Plaga. Masyarakat yang menghendaki demikian, agar lingkungan menjadi kembali seperti masa dulu, di mana banyak burung yang hinggap di pepohonan," ucapnya.

Pada masa mendatang, masyarakat Plaga mengharapkan agar curik dapat hidup bebas di alam lepas. Dan suara kicauannya menjadi musik  yang menyambut wisatawan yang datang bertandang.

Eloknya Agrowisata

Luas kawasan Plaga mencapai 3.545,204 hektare, dan berada pada ketinggian sekitar 950 di atas permukaan laut (dpl). Desa ini terdiri dari sembilan banjar, yang meliputi Tinggan, Auman, Nungnung, Tiyingan, Kiadan, Plaga, Bukian, Semanik, dan Bukit Munduk Tiying. Desa ini berjarak 45 km dari Kota Denpasar, dan terletak paling utara Kabupaten Badung.

Menuju Desa Pelaga membutuhkan waktu 1,5 jam dari Kota Denpasar. Apabila wisatawan berangkat dari Bandara Ngurah Rai, maka memerlukan waktu tempuh sekitar dua jam  menuju Plaga, di mana sepanjang perjalanan akan termanjakan dengan pemandangan persawahan yang menghijau.

Sebagai dataran tinggi yang kontur daerahnya berbukit-bukit, Plaga memiliki tingkat polusi yang tergolong rendah. Keindahan lekuk panorama alam Plaga, membuat desa ini disukai wisatawan yang ingin rehat sejenak melepas penatsehabis disibukkan pekerjaan. Ladang penduduk yang ditanami jagung, sayur-sayuran, vanili, kopi, dan lainnya, menjadi 'lukisan' hidup yang benar-benar membasuh keletihan ragawi.

Aktivitas favorit yang biasa dilakukan wisatawan ketika bertandang ke Plaga adalah mendaki perbukitan. Dimulai dari Pura Penataran Puncak Mangu, di mana sepanjang perjalanan akan melalui sawah, ladang, sejumlah pura kecil dan hutan, hingga kemudian berakhir di Danau Beratan yang memukau.

Kegiatan lain yang bisa menjadi pilihan adalah berkunjung ke Bagus Agro Plaga. Di lokasi ini, wisatawan bisa melihat aneka buah-buahan, beberapa jenis stoberi, jeruk dekopon yang baru dikembangkan di Bali, dan green house mawar yang cantik serta harum baunya.

Ada tiga jenis stroberi jenis unggul yang dikembangkan di Bagus Agro. Sayangnya kali ini belum berbuah, karena belum lama ini  media tanamnya dibongkar dan tanamannya diganti dengan yang baru agar lebih produktif.

Pada kawasan Bagus Agro Plaga seluas 18 hektare, dikembangkan berbagai jenis sayuran seperti kol ungu, brokoli, bayam merah, dan buah-buahan unggulan, seperti jeruk dekopon dari Jepang. Jeruk ini menjadi unggulan, karena di Bali hanya Bagus Agro Plaga yang mengembangkannya. Di atas lahan seluas 1,5 hektare, kini ditanam 1.000 pohon jeruk dekopon.

Luasnya hamparan tanaman buah dan sayuran di Bagus Agro Plaga, membuat lokasi ini kemudian dikembangkan menjadi tempat berwisata sejak dua tahun lalu. Tiket masuk yang dikenakan ialah Rp35 ribu per orang.

Apabila memasuki masa liburan sekolah, maka agrowisata ini biasanya diramaikan siswa-siswa sekolah yang mengikuti program ekowisata. Siswa yang mengikuti program ini, akan dikenakan biaya Rp60 ribu per orang. Kegiatan yang ditawarkan adalah berjalan melintasi kebun sepanjang 2,2 km, berkeliling mempelajari aneka tanaman dan manfaatnya bagi kehidupan.

"Program ini menganut konsep Tri Hita Karana, untuk menyeimbangkan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam semesta. Siswa juga akan diajak bersembahyang di Pura Puncak Mangu," ujar I Gusti Ngurah Wijaya, Front Office Manager Bagus Agro Plaga.

Dia mengatakan, setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan outbound dan mendongeng dengan misi mengajarkan kebersamaan. Tujuannya agar siswa tidak bersikap menang sendiri, serta mengutamakan rasa solidaritas.

Siswa dan pengunjung agrowisata pun dapat leluasa berjalan-jalan menikmati hawa sejuk dengan pemandangan menghijau, hingga berlabuh ke green house. Di dalam green house, bisa dilihat mawar warna-warni yang bunganya semarak mekar dengan menawan. Sebanyak 14 ribu mawar ditanam di areal green house ini.

Saat ini, agrowisata Bagus Agro Plaga tengah mengembangkan suasana pedesaan, sehingga pengunjung merasa benar-benar di alam yang masih terjaga kelestariannya.

"Sekarang sedang dalam proses penanaman padi gogo di agrowisata ini. Nanti akan bisa dilihat suasana agrowisata ini benar-benar seperti di pedesaan," ujarnya.

Bagi pengunjung yang betah berlama-lama di Plaga, ada beberapa pilihan menginap yang dapat dipilih. Misalnya, vila di agrowisata yang ditawarkan Rp1,9 juta per malam dengan 'view' menghadap jurang. Tatkala pagi menjelang, bisa wisatawan melihat sunrise dari balik Gunung Abang, Gunung Batur dan Gunung Agung. Atau pilihan lainnya, ada 'farm house' dengan harga Rp1 juta per malam.

Seusai menikmati panorama serba menghijau di Plaga, sebelum pulang sempatkan singgah ke Jembatan Tukad Bangkung. Ini merupakan jembatan yang menghubungkan tiga kabupaten, yakni Kabupaten Badung, Bangli dan Buleleng. Jembatan ini disebut-sebut tertinggi di Asia dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 28 April 2007. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016