Catatan Redaksi

Prof Gede Sri Darma, D.B.A, prototype generasi muda pejuang yang jujur, intelektual dan option kepada pembangunan masyarakat  Bali. Tiga sifat dasar paling dominan dari  Sri Darma tersebut menyatu dalam karakter dirinya, sebagai kekuatan progresif  menyiapkan anak anak Bali  dengan visi 'Move to Global Digital' dengan mendobrak tradisi akademis yang tidak produktif. Sri Darma adalah  rector termuda di Indonesia yang pikiran pikiran-pikirannya selalu mencerahkan anak bangsa , sehingga layak menjadi pemimpin Bali masa depan.


Penolakan dari ketiga kandidat yang dipilih sendiri oleh Gorda, rupanya mampu menciptakan terobosan baru terkait penetapan seseorang menjadi Rektor Undiknas. Tak ada lagi istilah, "ditunjuk" langsung". Semuanya harus melalui proses sidang senat universitas yang berlangsung secara demokratis. Masing-masing fakultas berhak mengajukan bakal calon rektor. Kemudian, setiap calon harus memenuhi sejumlah syarat administrasi yang kelak proses seleksinya bakal diujikan oleh panitia pemilihan rektor baru.

Calon yang lulus dalam tahap seleksi ini, berhak dijagokan sebagai calon rektor yang maju ke meja sidang pemilihan senat universitas. Setiap calon diwajibkan menyampaikan visi serta visinya di depan civitas akademika Undiknas, sebelum dilaksanakan proses pemilihan dengan cara pemungutan suara oleh anggota senat universitas. Tata cara seperti ini benar-benar sedang diterapkan di Undiknas. Diawali dengan pengajuan bakal calon rektor dari keempat fakultas di Undiknas. Muncul sepuluh calon dalam pengajuan itu. Diantaranya I Gusti Ngurah Putra Suryanata, I Nyoman Daduarsa, Ida I D.M. Rai Mahaputra, Nyoman Anggaradana, K. Elly Sitrisni dan IM. Rai Mardingga.

Setelah melewati berbagai tahapan, akhirnya terpilih tiga calon yang bakal lanjut ke sidang senat universitas yang berlangsung tanggal 15 Februari 2001. Ketiga kandidat itu I Gusti Ngurah Putra Suryanata, Ida I D.M. Rai Mahaputra dan I Nyoman Daduarsa. Dalam sidang itu diputuskan Ngurah Putra  Suryanata di tahun 1993-2001 tercatat sebagai Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan sebagai Rektor Undiknas. Keputusan ini berdasarkan jumlah suara yang dia peroleh sebanyak sebelas suara dari jumlah seluruhnya tujuh belas suara.
Sebelas suara dari senat universitas secara resmi mengantarkan Putra Suryanata ke kursi Rektor Undiknas dengan masa bakti 2001-2005. Lantas apa saja yang dilakukannya selama empat tahun menjabat? Apakah kemajuan atau kemunduran yang dia persembahkan bagi Undiknas?

Putra Suryanata yang juga seorang alumni Undiknas tentu akan berusaha semaksimal mungkin demi memajukan almamaternya. Hal pertama yang dia mantapkan, adalah konsolidasi internal di lingkungan Undiknas. Ini dilakukannya demi membentuk kesatuan pandang dan kesatuan visi seluruh civitas akademika Undiknas. Sulit dimungkiri, dari satu- kesatuan itu akan melahirkan banyak hal yang tentunya positif. Salah satunya pengembangan Undiknas dalam perspektif pendidikan berbasis teknologi Informasi (IT).

Pengembangan itu diwujudkan lewat upaya kebijakan internet masuk kampus. Namun dengan berjalannya waktu, upaya ini dirasa belum cukup. Perlu ditunjang dengan kemampuan berbahasa asing, terutama Inggris bagi para mahasiswa. Dari upaya ini lantas berlanjut dengan lahirlah sebuah kebijakaan bagi mahasiswa yang menamatkan pendidikan selama 3,5 tahun wajib memenuhi TOEFL 425. Tak hanya fokus dengan urusan akedemis semata, Undiknas juga mencoba menguatkan kesadaran tenaga akademik serta mahasiswanya terhadap masalah pembangunan. Salah satunya dalam bentuk kegiatan pengabdian masyarakat di sejumlah wilayah pedesaan di Bali. Ini jadi sebuah prestasi.

Prestasi lain yang diukir Putra Suryanata selama memimpiin Undiknas adalah tenaga pengajar yang jumlahnya terus meningkat hingga mencapai 124 dosen, baik yang tetap maupun tidak tetap. Dan segala prestasi yang berhasil dia cetak akan menjelma menjadi warisan berharga bagi penggantinya. Siapakah yang terpilih menjadi penggantinya yang telah memasuki masa akhir jabatan di tahun 2005? Dia adalah Sri Darma.

Asal Usul Keluarga
   
Terpilihnya Sri Darma menjadi Rektor Undiknas 2005-2009, setelah sebelumnya berhasil menyisihkan beberapa kandidat bakal calon rektor. Diantaranya Gorda, yang sudah bergelar profesor dan Magister Manajemen, Anak Agung Ngurah Oka Suryadinatha, Nyoman Budiana dan terakhir Putra Suryanata yang kembali mencalonkan diri. Barangkali Sri Darma memang dinilai layak memimpin Undiknas, meski usianya saat itu baru 36 tahun.
   
Boleh saja usianya masih muda, tapi tak begitu dengan pengalamannya. Ternyata, jauh sebelum menjadi Rektor Undiknas, dia sudah pernah duduk di jajaran kepengurusan Undiknas, yaitu sebagai Pembantu Rektor IV dimasa kepemimpinan  Ngurah Gorda 1997-2001. Tak hanya itu, ketika Putra Suryanata, menjabat Rektor Undiknas, dia tetap dipercaya menjabat Pembantu Rektor IV. Namun di tengah jalan, jabatannya naik menjadi Pembantu Rektor I Bidang Akademik. Beragamnya jabatan yang pernah dan sedang diemban Sri Darma, menunjukkan kalau dia memang memiliki kemampuan serta passion dibidang pendidikan.
   
Lantas bagaimana sesungguhkan sepak terjang Sri Darma selama menjabat Rektor Undiknas? Bahkan hingga berhasil terpilih untuk kedua kalinya dengan masa bakti 2009-2014? Sebelum sampai pada jawaban dari pertanyaan itu, ada  pertanyaan lain yang perlu dijawab lebih awal, yakni seperti apa latar belakang keluarga yang membesarkan Sri Darma hingga berhasil memimpin Undiknas University?
   
Ternyata Sri darma berasal dari Klan Pande Gelgel. Leluhur Sri Darma berasal dari Desa Gunaksa, salah satu desa di Kecamatan Dawan, sekitar tiga kilometer dari Ibu Kota Kecamatan, berbatasan dengan Kabupaten Karangasem di sebelah utaranya. Di sebelah timurnya Desa Dawan Kaler, Dawan Kelod dan Kusamba. di sebelah selatannya Tangkas, Selat Badung, dan sebelah baratnya Desa Sampalan Kelod, Sampalan Tengah, dan Sulang. Desa yang luas wilayahnya mencapai 683,006 hektar  ini terdiri atas satu desa dinas, satu desa adat serta didukung oleh tujuh banjar yakni tujuh dusun atau banjar yaitu Babung, Bandung, Tengah, Nyamping, Kebon, Patus dan Bayang. Namun bagaimana ceritanya, ayah dari Sri Darma yaitu Sambereg tumbuh dan dibesarkan di Desa Bajera Tabanan.
   
Sambereg adalah anak keempat dari tujuh belas bersaudara. Namun karena kakaknya yang pertama, kedua dan ketiga meninggal dunia, jadilah dia berstatus sebagai anak sulung dengan banyak adik. Kepergian tak wajar ketiga kakak Sambereg  beberapa saat setelah tangis perdananya melengking di dunia, diyakini sebagai akibat dari aksi teror leak. Orang awam memang menyatakan, leak merupakan sumber penyakit kasat mata. Pada hal sejatinya ada istilah yang lebih tepat untuk menyebut sumber penyakit seperti itu, yaitu desti (ilmu hitam). Ilmu ini dirancang khusus untuk membuat orang lain sakit atau celaka dengan cara memakai kekuatan batin hitam yang disebut pangerancab. Praktik ilmu ini diawali dengan memancing emosi lawan. Setelah calon korban terpancing, barulah dilakukan panestian (menyerang dengan memakai ilmu desti).
   
Ayah Sambereg tidak mau larut dalam sistem kepercayaan seperti itu, karena takut akan jadi pemicu  perpecahan keluarga besarnya. Namun seringkali dia khaawatir jangan-jangan Sambereg juga bernasib sama. Tidur mereka tidak pernah nyenyak dan makanpun seringkali terasa kurang enak. Apalagi ketika alam senja merangkak malam, bintik-bintik terang sinar kemerahan lampu teplok tak membuat mereka nyaman. Sebentar lagi ketika nyala redup lampu teplok mati tertiup angin, akan ada mahluk jadi-jadian datang menghisap dubur Sambereg sekeluarga dan burung gagak datang membawa berita kematian. Karena itu bawang merah yang diyakini sebagai penangkal ampuh ilmu desti senantiasa tergenggam di tangan setelah sebagian ditempelkan pada ujung hidungnya Sambereg.
   
Orang tua Sambereg hanya bisa berharap, pagi akan segera tiba untuk kembali bisa beraktivitas di alam terang. Namun sebentar lagi malam akan datang dan pagi menjelang. Terus berulang dan berulang. Dalam suasana seperti gemerisik suara daun-daun tua pohon nangka yang berjatuhan di halaman rumah akan menjadi sangat menakutkan, apalagi yang jatuh sebutir kelapa dengan suaranya yang khas gedebug. Tak akan ada diantara mereka yang berani mendekat, karena pengetahuan umum menyatakan itu adalah bojog (kera siluman) yang sedang bercanda sambil mengintip dan menunggu orang-orang yang lengah dalam kegelapan. (*)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016