Amlapura (Antara Bali) - Pemerintah Kabupaten Gianyar, Bali melaksanakan kegiatan ritual "Ngaturang Bhakti Penganyar Pujawali" di Pura Mandara Giri Semeru Agung, Desa Senduro, Lumajang, Jawa Timur, Senin.
Kegiatan ritual tersebut melibatkan Wakil Bupati Gianyar Made Mahayastra, Ketua DPRD setempat I Wayan Tagel Winarta beserta anggota DPRD, para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) beserta staf di lingkungan Pemkab Gianyar.
Prosesi Penganyaran tersebut dimulai pagi hari pukul 08.00 Wib dengan sarana "Bebangkit Pekoleman" yang dipimpin (dipuput) Ida Pedanda Made Mas Dwija Putra Gria Taman Sari Baturiti, Tabanan.
Kegiatan ritual tersebut diiringi tarian sakral dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang yang memadati areal pura.
Wabup Mahayastra bersama I Wayan Tagel Winarta seusai persembahyangan tersebut menyerahkan "dana punia" yang diterima Ketua Pujawali Pura Semeru Agung, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Lumajang, Jawa Timur menjelaskan bahwa puncak pujawali di Pura Semeru Agung pada 19 Juli 2016 lalu dan berlangsung atau Nyejer selama 11 hari hingga Sabtu (30/7).
Selama Ida Bhatara Nyejer, Pemkab/kota di Bali dan umat Hindu di Jawa Timur secara bergiliran melaksanakan Bhakti Penganyaran, katanya.
Pura Agung Mandara Giri Semeru Agung, Kabupaten Lumajang dibangun di atas hamparan seluas dua hektare melalui proses yang cukup panjang secara bertahap itu dengan memadukan unsur budaya Bali dan Jawa.
Pura tersebut dilengkapi dengan beberapa bangunan suci antara lain pintu masuk yang cukup megah, pendopo, balai petandingan. Sementara itu di areal utama `Jeroan`, juga dibangun Pengapit Lawang, Bale Ongkara, Bale Pesanekan, Bale Gajah, Bale Agung, Bale Paselang, Anglurah, Tajuk dan Padmanabha sebagai bangunan suci utama.
Di bagian timur pura dibangun Pesraman Sulinggih, Bale Simpen untuk peralatan, dan dua Bale Pegibungan. Di bagian selatan dibangun pula wantilan megah yang cukup luas.
Pembangunan pura yang tergolong megah di bagian "lambung" Gunung Semeru dilatari konsep yang terkait dengan sumber susastra agama, antara lain disuratkan, ketika tanah Jawa belum stabil, Batara Guru menitahkan para Dewa memenggal puncak Gunung Mahameru dari tanah Hindu ke Jawa.
Titah itu dilakoni para Dewa, puncak Gunung Mahameru dipenggal diterbangkan ke tanah Jawa, jatuh di sisi barat, Pulau Jawa berguncang, bagian timur berjungkat dan bagian barat tenggelam.
Potongan puncak Gunung Mahameru menurut mitologi digotong lagi ke arah timur. Sepanjang perjalanan dari barat ke timur tanah Jawa, bagian-bagian puncak Gunung Mahameru ada yang rempak, yang kelak tumbuh menjadi enam gunung kecil.
Keenam gunung kecil itu masing-masing Gunung Lawu, Wilis, Kampud, Kawi, Arjuna dan Gunung Kemukus. Puncak Gunung Mahameru itu kemudian menjadi Gunung Semeru, puncak tertinggi Pegunungan Tengger.
Sejak saat itu tanah Jawa menjadi stabil dan tidak lagi bergoyang. Di lambung Gunung Semeru itulah kini berdiri megah Pura Mandara Giri Semeru Agung yang mengadopsi budaya Bali-Jawa.
Kisah itu tersurat dalam kitab "Tantupangelaran" berbahasa Jawa digubah dalam bentuk prosa. Mitologi itu sekaligus menunjukkan perssebaran Hindu paham "Siwaistis" dari tanah India ke negeri Nusantara yang berpusat di Tanah Jawa. Dalam pandangan Hindu "Siwaistis" berpengaruh besar di Nusantara, khususnya Pulau Nusa Dewata yang sekarang adalah Bali.
Dewa Siwa bersemayam di gunung tertinggi di puncak Gunung Mahameru (Himalaya) di alam India atau puncak Gunung Semeru di alam Nusantara. Dari puncak ketinggian gunung yang bersalju abadi itulah "Siwa` menurunkan ajaranNYA kepada Sakti-NYA Dewi Parwati dan Dewi Gunung.
Di sekitar gunung, baik di puncak, lereng dan kaki beristana Tuhan dalam manifestasinya sebagai Siwa yang maha suci dan dipuja, karena dinilai secara spiritual sebagai kawasan tersuci. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Kegiatan ritual tersebut melibatkan Wakil Bupati Gianyar Made Mahayastra, Ketua DPRD setempat I Wayan Tagel Winarta beserta anggota DPRD, para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) beserta staf di lingkungan Pemkab Gianyar.
Prosesi Penganyaran tersebut dimulai pagi hari pukul 08.00 Wib dengan sarana "Bebangkit Pekoleman" yang dipimpin (dipuput) Ida Pedanda Made Mas Dwija Putra Gria Taman Sari Baturiti, Tabanan.
Kegiatan ritual tersebut diiringi tarian sakral dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang yang memadati areal pura.
Wabup Mahayastra bersama I Wayan Tagel Winarta seusai persembahyangan tersebut menyerahkan "dana punia" yang diterima Ketua Pujawali Pura Semeru Agung, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Lumajang, Jawa Timur menjelaskan bahwa puncak pujawali di Pura Semeru Agung pada 19 Juli 2016 lalu dan berlangsung atau Nyejer selama 11 hari hingga Sabtu (30/7).
Selama Ida Bhatara Nyejer, Pemkab/kota di Bali dan umat Hindu di Jawa Timur secara bergiliran melaksanakan Bhakti Penganyaran, katanya.
Pura Agung Mandara Giri Semeru Agung, Kabupaten Lumajang dibangun di atas hamparan seluas dua hektare melalui proses yang cukup panjang secara bertahap itu dengan memadukan unsur budaya Bali dan Jawa.
Pura tersebut dilengkapi dengan beberapa bangunan suci antara lain pintu masuk yang cukup megah, pendopo, balai petandingan. Sementara itu di areal utama `Jeroan`, juga dibangun Pengapit Lawang, Bale Ongkara, Bale Pesanekan, Bale Gajah, Bale Agung, Bale Paselang, Anglurah, Tajuk dan Padmanabha sebagai bangunan suci utama.
Di bagian timur pura dibangun Pesraman Sulinggih, Bale Simpen untuk peralatan, dan dua Bale Pegibungan. Di bagian selatan dibangun pula wantilan megah yang cukup luas.
Pembangunan pura yang tergolong megah di bagian "lambung" Gunung Semeru dilatari konsep yang terkait dengan sumber susastra agama, antara lain disuratkan, ketika tanah Jawa belum stabil, Batara Guru menitahkan para Dewa memenggal puncak Gunung Mahameru dari tanah Hindu ke Jawa.
Titah itu dilakoni para Dewa, puncak Gunung Mahameru dipenggal diterbangkan ke tanah Jawa, jatuh di sisi barat, Pulau Jawa berguncang, bagian timur berjungkat dan bagian barat tenggelam.
Potongan puncak Gunung Mahameru menurut mitologi digotong lagi ke arah timur. Sepanjang perjalanan dari barat ke timur tanah Jawa, bagian-bagian puncak Gunung Mahameru ada yang rempak, yang kelak tumbuh menjadi enam gunung kecil.
Keenam gunung kecil itu masing-masing Gunung Lawu, Wilis, Kampud, Kawi, Arjuna dan Gunung Kemukus. Puncak Gunung Mahameru itu kemudian menjadi Gunung Semeru, puncak tertinggi Pegunungan Tengger.
Sejak saat itu tanah Jawa menjadi stabil dan tidak lagi bergoyang. Di lambung Gunung Semeru itulah kini berdiri megah Pura Mandara Giri Semeru Agung yang mengadopsi budaya Bali-Jawa.
Kisah itu tersurat dalam kitab "Tantupangelaran" berbahasa Jawa digubah dalam bentuk prosa. Mitologi itu sekaligus menunjukkan perssebaran Hindu paham "Siwaistis" dari tanah India ke negeri Nusantara yang berpusat di Tanah Jawa. Dalam pandangan Hindu "Siwaistis" berpengaruh besar di Nusantara, khususnya Pulau Nusa Dewata yang sekarang adalah Bali.
Dewa Siwa bersemayam di gunung tertinggi di puncak Gunung Mahameru (Himalaya) di alam India atau puncak Gunung Semeru di alam Nusantara. Dari puncak ketinggian gunung yang bersalju abadi itulah "Siwa` menurunkan ajaranNYA kepada Sakti-NYA Dewi Parwati dan Dewi Gunung.
Di sekitar gunung, baik di puncak, lereng dan kaki beristana Tuhan dalam manifestasinya sebagai Siwa yang maha suci dan dipuja, karena dinilai secara spiritual sebagai kawasan tersuci. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016