Catatan Redaksi

Prof Gede Sri Darma, D.B.A, prototype generasi muda pejuang yang jujur, intelektual dan option kepada pembangunan masyarakat  Bali. Tiga sifat dasar paling dominan dari  Sri Darma tersebut menyatu dalam karakter dirinya, sebagai kekuatan progresif  menyiapkan anak anak Bali  dengan visi 'Move to Global Digital' dengan mendobrak tradisi akademis yang tidak produktif. Sri Darma adalah  rector termuda di Indonesia yang pikiran pikiran-pikirannya selalu mencerahkan anak bangsa , sehingga layak menjadi pemimpin Bali masa depan.


Tentunya perjalanan Undiknas di masa kepemimpinan Sambereg tak hanya diwarnai dengan gemerlap prestasi. Nampak pula kerikil-kerikil penghambat laju perkuliahan di Undiknas. Sebut saja banyak mahasiswa Undiknas dari Nusa Tenggara Timur yang terseok-seok melunasi biaya kuliah, SPP. Kondisi ini makin diperparah dengan begitu ketatnya aturan pelunasan SPP yang berlaku di Undiknas. Tanpa ada yang mengkomandoi, para mahasiswa ini secara spontan bersuara meminta keringanan. Sampai pula suara-suara itu ke telinga Sambereg dan yang terpenting mendapat tanggapan positif.
   
Sikap inilah yang disenangi para "anak buah" Sambereg hingga akhir jabatannya menjadi Rektor Undiknas di tahun 1996. Dia digantikan oleh Gorda. Namun sebelum Gorda  kembali menjabat sebagai Rektor Undiknas secara definitif, lagi-lagi Sambereg diberi mandat sebagai pelaksanan harian rektor serta pejabat rektor Undiknas sesuai dengan SK Ketua Yayasan Pendidikan Kejuruan Nasional Nomor 744/B.10/YPKN/XII/1996. Dan otomatis jabatan itu berakhir di tahun 1997, bersamaan dengan resminya Gorda kembali menduduki kursi Rektor Undiknas.
   
Sekembalinya Gorda ke Undiknas, jelas sudah banyak ide yang mengantri untuk segea direalisasikan. Salah satunya adalah penambahan jabatan Pembantu Rektor IV dalam jajaran kepengurusan Undiknas. Tak cukup hanya dengan merombak kepengurusan, Gorda juga melakukan sesuatu yang lebih besar dan berarti bagi perkembangan Undiknas, apa itu?
   
Mulai dilirik ide pendirian program Pascasarjana Magister  Manajemen di Undiknas. Ide ini berhasil terealisasikan di tahun 2000, setelah 8 tahun memperjuangkannya. Ternyata ide ini sudah muncul tahun 1992 yang merupakan buah pemikiran Gorda dan Sambereg. Di tahun itu pula, diambil langkah serius dengan mengajukan usulan pendirian program Pascasarjana Magister Manajemen di Undiknas kepada Direktorat Perguruan Tinggi Swasta Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Namun usulan ini ditolak, meski sudah ada bantuan dari beberapa orang di Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
   
Penolakan ini tak lantas membuat Gorda patah arang. Jistru dia makin bersemangat. Atas nama YPKN, dia menggarap rancangan usulan baru. YPKN menggagas pembentukan Tim Studi Kelayakan yang didukung oleh Tim Penyusunan Desain Program Magister Manajemen Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Tim ini berhasil merumuskan kelayakan pendirian serta desain program Magister Manajemen. Lebih lengkap, rumusan itu berisi tentang pedoman dan rencana serta kurikulum dan pedoman program Magister Manajemen di Undiknas.
   
Rumusan ini akan jadi senjata ampuh meraih restu dari Direktur Jendral Pendidikan Tinggi di Jakarta. Ditambah lagi pada tanggal 30 Agustus 1993 dikeluarkannya Surat YPKN Nomor 540/A.a.5a/YPKN/VIII/1993 yang isinya permohonan izin pendirian serta akreditasi program Magister Manajemen Undiknas. Surat ini jelas ditunjukan kepada Direktur Jendral Pendidikan Tinggi melalui Koordinator Kopertis Wilayah VIII, Denpasar. Namun, surat serta usulan yang dibuat dengan kerja keras ini belum mendapat tanggapan berarti dari pihak Direktur Jendral Pendidikan Tinggi. Penolakan yang kedua ini membuat YPKN tetap tak putus asa.
   
Semangat yang bergelora masih kentara di benak YPKN, tak terkecuali Gorda. Namun di tengah rasa semangat itu, Gorda mencoba momentum yang pas untuk kembali mengajukan usulan pendirian Program Pascasarjana Magister Manajemen di Undiknas. Tahun demi tahun berganti, sampai akhirnya dia melihat sebuah celah. Celah itu terbuka ketika mencuatnya perubahan aturan main pendirian program pascasarjana di tahun 1998.
   
YPKN kembali mengajukan usulan permohonan izin pendirian program Pascasarjana Megister Manajemen di Undiknas. Sebagai langkah awal, YPKN mematangkan lagi usulan yang sudah ada sebelumya. Lalu mengambil langkah selanjutnya hingga usulan itu rampung dikerjakan, yang kemudian diteruskan ke Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi pada tahun 2000. Di tahun inilah baru ada respon dari pemerintah dengan diterjunkannya Koordinator Kopertis Wilayah VIII untuk mengevaluasi kebenaran dari surat permohonan YPKN.
   
Hasil dari evaluasi itu memberi angin segar bagi YPKN serta Undiknas. Karena apa? Karena akhirnya Program Magister Manajemen Undiknas berhasil didirikan sesuai dengan terbitnya SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 95/Dikti/Kep/2000. Keberhasilan pendirian Program Magister Manajemen Undiknas tak ditanggapi dengan jumawa. Justru YPKN harus kembali memutar otak mencari cara bagaimana  memajukan program Magister Manajemen. Karena ini sesuatu yang baru, lebih-lebih yang pertama kali dialami Undiknas.
   
Terpilihlah cara promosi dengan mengundang sekitar 45 perusahaan atau manajer ke Hotel Puri Dalem Sanur.
Undangan yang dipilih secara khusus ini akan dipancing untuk meminati tawaran perkuliahan jenjang Program Magister Manajemen Undiknas. Tak sia-sia dibuatkan tawaran seperti itu. Karena mulai bermunculan calon mahasiswa baru Program Magister Manajemen. Ada sebanyak dua puluh satu orang. Mereka tercatat sebagai generasi angkatan pertama.
   
Dua puluh satu mahasiswa Program Studi MM Undiknas ini akan diberi jaminan terlaksananya proses akademik sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang dianut serta menjunjung tinggi kejujuran akademik. Tak kalah pentingnya, program Studi MM Undiknas juga berupaya menguatkan orientasi pendidikan serta penelitian ilmu manajemen yang mengutamakan etika akademik serta kualitas pendidikan yang tinggi sesuai kaidah atau standar nasional dan regional. Upaya ini diikuti pula dengan penguatan proses pendidikan. Tujuan tidak lain adalah mencetak lulusan yang berpengetahuan manajemen maju serta relevan, terampil dalam penelitian dan inovatif dalam pemecahan masalah serta penyebaran ilmu pengetahuan.
   
Segala upaya pengembangan Program Studi MM di Undiknas tentu tak terlepas dari campur tangan Gorda selaku Direktur Program Pascasarjana yang pertama. Karena dia bekerja keras untuk itu. Namun sifat kerja keras yang selalu ditampilkannya itu tidak akan ada lagi saat mengemban tanggung jawab sebagai Rektor Undiknas. Karena apa? Dia terpaksa melepaskan jabatan itu sebagai konsekuensi yang harus dibayar atas sebuah pilihan. Dia melakoni pilihan baru dalam hidupnya, yaitu dipercaya memangku jabatan Rektor Universitas Hindu Denpasar. Jadilah dia pergi meninggalkan jabatan Rektor Undiknas, tepat di tahun 2001. Lantas bagaimana dengan nasib Undiknas pasca kepergian Gorda ?
   
Kepergian Gorda, tak seketika menggoyahkan eksistensi Undiknas, baik program Sarjana maupun Pasca Sarjana. Semuanya masih berjalan normal. Karena sebelum pergi, Gorda sudah mempersiapkan beberapa kandidat yang tepat untuk menggantikan dirinya. Dari sekian kandidat yang ada, terpilihlah nama Wayan Sukayadnya yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua YPKN sejak tahun 1997-2001 menggantikan Gorda. Barangkali berbekal pengalaman di YPKN inilah yang menguatkan keyakinan Gorda memilih Sukayadnya.
   
Rupanya Sukayadnya tidak sejalan dengan Gorda. Dia menolak. Karena merasa tidak sanggup memikul tanggung jawab berat sebagai Rektor Undiknas. Penolakan Sukayadnya tidak membuat Gorda putus asa. Karena dia masih memiliki kandidat lain yang tidak kalah kualitasnya. Mereka adalah Sri Dharma dan Ngurah Oka Suryadinatha. Sama dengan Sukayadnya, kedua kandidat ini pun menolak duduk di kursi Rektor Undiknas. (*)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016