Seorang penari melayang di udara, di antara pepohonan di Bedugul, Bali, mengenakan kain yang tertiup angin. Wajah penari itu terlihat berseri dengan rambut tergerai menawan, tak ubahnya seorang bidadari yang turun dari kahyangan.

Ini merupakan salah satu suguhan karya seni fotografi. Di mana sebuah foto juga mengandung estetika, sehingga memiliki nilai yang tinggi," ujar Mario Blanco, seorang fotografer dalam sebuah workshop di Museum Blanco Renaissance.

Workshop ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan "2 Art in 1 Location", suatu kegiatan tahunan yang terselenggara dengan kolaborasi Museum Blanco Renaissance dan Bali Art Champ Hongaria. Kegiatan ini menampilkan karya-karya terbaik sejumlah pelukis dan fotografer dari Indonesia dan Hongaria, setelah dilakukan "hunting" foto bersama di sejumlah destinasi di Bali.

"Kegiatan '2 Art in 1 Location' ini berlangsung selama dua minggu di Museum Blanco Renaissance. Tahun-tahun sebelumnya, peserta datang dari berbagai daerah di Tanah Air," ujar Mario Blanco yang juga pemilik Museum Blanco Renaissance.

Khusus tahun ini, lanjut dia, peserta lokal dibatasi hanya seniman dan fotografer dari Bali, berhubung penyelenggaran acara bertepatan dengan hari libur nasional, sehingga jumlah pengunjung museum ramai sekali.

Sementara untuk peserta mancanegara, sejumlah pelukis dan fotografer ternama dari Hongaria datang dengan antusias untuk terlibat dalam "2 Art in 1 Location". Seperti, Ja'nos Eifert, Norbert Szuk, Dorottya Dezsery dan lainnya.

"Kali ini, 'hunting' foto bersama diadakan di Kintamani, Bedugul dan di tempat pembuatan garam tradisional di Amed, Karangasem. Hasil foto ini kemudian kami cetak untuk dipamerkan di Museum Blanco Renaissance," ucap lelaki kelahiran Ubud ini.
Mario berharap, kegiatan ini dapat menjadi ajang saling memperluas pengetahuan dan berbagi pengalaman antara pelukis dan fotografer yang mengikuti. Ke depan Mario menginginkan "2 Art in 1 Location" ini bisa berlangsung secara rutin setiap tahun, untuk menampilkan berbagai karya terbaik dari pelukis dan fotografer yang mewakili dua negara, Indonesia dan Hongaria.

Kegiatan "2 Art in 1 Location" ini, sudah dilangsungkan sejak tahun 2012. Penggagasnya adalah pelukis Norbert Szuk, yang menginginkan untuk menggelar acara di bidang seni lukis dan fotografi, dan dilangsungkan di Bali.

"Norbert Szuk kemudian menyatakan ide kegiatan ini pada saya, hingga akhirnya bisa terwujud menjadi acara yang berlangsung setiap tahun di Museum Blanco Renaissance," ujar dia.

Dia melanjutkan, pada akhir Oktober tahun ini, pihaknya diundang oleh Kedutaan RI di Hongaria untuk berpameran seni fotografi dengan tema budaya Bali di negara tersebut.

"Semoga ini menjadi langkah bagus untuk lebih mengenalkan seni fotografi dan budaya Bali ke masyarakat mancanegara," kata Mario Blanco.


Bukan Fotografer
"Jangan menjadi tukang potret, tapi bikinlah seni fotografi agar sebuah foto yang dihasilkan itu lebih dihargai," ujar Ja'nos Eifert, menekankan pentingnya seseorang yang menggeluti bidang fotografi itu supaya bukan hanya menjadi tukang potret.

Penekanan ini diucapkan secara sungguh-sungguh, ketika Ja'nos memberikan materi di depan audiens workshop "2 Art in 1 Location" di Museum Blanco Renaissance. Ja'nos lantas menunjukkan beberapa karyanya yang telah dikenal publik Hongaria, seperti penari balet, iringan kuda di tepi pantai, serta pemandangan alam yang eksotis.

Sebagai master fotografi kondang di Hongaria, Ja'nos kemudian melanjutkan dengan penjelasan bahwa fotografer di negaranya terbilang banyak jumlahnya. Terutama dari kalangan anak-anak muda dengan karya yang penuh ide, dan sudut pengambilan gambar yang menarik.

Karya-karya fotografi itu kemudian ditampilkan di media sosial dan ditawarkan bagi peminat yang ingin membeli. Melalui cara ini, maka fotografer itu bisa menghidupi diri.

Atau cara lain yang ditempuh untuk menjual karya dan mempopulerkan nama seorang fotografer, adalah dengan menyelenggarakan pemeran. "Foto itu tidak harus selalu bagus, tapi hendaknya memiliki daya tarik dan kekhasan," ucap Ja'nos.

Sementara itu, Raka Yastra Vinartha, salah seorang peserta workshop yang berasal dari Komunitas Menapak Jejak Leluhur mengatakan, dirinya baru kali ini mengikuti "2 Art in 1 Location".

"Kegiatan ini amat positif dan kami bersyukur dapat mengikutinya. Kami sebagai anggota Komunitas Menapak Jejak Leluhur, selama ini menggunakan fotografi sebagai media untuk merekam perjalanan budaya di berbagai daerah di Bali," ucap Raka.

Dikatakannya, berbagai kegiatan budaya yang selama ini menjadi objek foto anggota komunitas, misalnya upacara pengabenan, perang pandan di desa kuno Tenganan atau mengabadikan relief di alur Sungai Pakerisan dan Tukad Petanu.

Setiap melakukan hunting foto, anggota Komunitas Menapak Jejak Leluhur selalu mengenakan pakaian adat. Hal ini sengaja dilakukan, sebagai upaya untuk menghargai apa yang telah diwariskan oleh leluhur terdahulu.

"Kami brsyukur dapat mengikuti '2 Art in 1 Location', yang bisa menjadi ajang untuk bertukar pengalaman bagi seniman lukis dan foto. Sekaligus menjadi media yang tepat untuk lebih menggaungkan budaya Bali di pentas internasional," ucapnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016