Denpasar (Antara Bali) - Sub-sektor peternakan di Bali dalam membentuk nilai tukar petani (NTP) andilnya meningkat tipis hanya 0,80 persen, dari 113,89 persen pada bulan April 2016 menjadi 114,80 persen pada bulan Mei 2016.

"Sub-sektor peternakan meliputi usaha ternak besar, kecil, unggas dan hasil ternak lainnya perannya mulai mengalami kenaikan," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan, secara umum kenaikan sub-sektor peternakan tersebut berkat indeks harga yang diterima petani (lt) mengalami kenaikan sebesar 0,76 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani (lb) mengalami penurunan sebesar 0,04 persen.

Terjadinya kenaikan indeks harga yang diterima petani dipicu oleh naiknya harga pada kelompok ternak besar sebesar 1,30 persen dan ternak kecil 0,56 persen.

Sementara pada kelompok unggas dan hasil ternak mengalami penurunan masing-maing sebesar 0,91 persen 0,70 persen.

Adi Nugroho menambahkan, secara umum beberapa komoditas peternakan yang mendorong kenaikan indeks harga yang diterima petani antara lain sapi potong, kambing dan ayam buras.

Pada sisi lain penurunan pada indeks harga yang dibayar petani dipicu oleh turunnya indeks konsumsi rumah tangga sebesar 0,15 persen serta biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) 0,07 persen.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Putu Sumantra dalam kesempatan terpisah mengimbau masyarakat di daerah itu untuk selektif memilih daging sapi dan tidak langsung tertarik dengan harga murah yang ditawarkan pedagang.

Dalam pemantauannya selama ini, di Bali tidak pernah ditemukan daging sapi "palsu" atau daging sapi yang dicampur dengan daging lainnya seperti daging babi, karena sangat kentara perbedaannya. Daging babi warnanya lebih pucat atau keputihan dibandingkan daging sapi, demikian juga teksturnya lebih lembut.

"Di Bali, sulit kalau ada pedagang yang mau nakal dengan mencampur daging babi karena perbedaannya terlihat jelas, kecuali jika dicampur dengan daging babi hutan yang warna dagingnya lebih kemerahan. Namun, di Bali `kan tidak ada babi hutan," ucap Sumantra.

Saat ini, ketersediaan sapi di Bali dijamin cukup untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadhan dan Lebaran. Berdasarkan hasil pemantauannya ke kabupaten/kota di Bali, jumlah sapi jantan yang siap dipotong sejumlah 76.700 ekor.

Dari jumlah tersebut, kuota sapi untuk yang dikeluarkan atau diantarpulaukan 45 ribu, dan sisanya 31.700 ekor untuk pemotongan lokal. Selain itu, masih ada sapi betina yang tidak produktif sekitar 20 ribu ekor.

Hingga April 2016, sapi yang dikeluarkan dari Bali sekitar 12 ribu ekor dan rata-rata pemotongan lokal perbulan berkisar 2.500-3.000 ekor. Jadi, ketersediaan sapi di Bali sesungguhnya masih banyak," ucap Sumantra.

Adi Nugroho menjelaskan, subsektor peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTB Bali. Dari kelima subsektor itu tersebut seluruhnya mengalami peningkatan.

Dengan demikian satupun subsektor di Bali dalam membentuk NTP tidak ada yang mengalami penurunan.

Empat subsektor selain peternakan adalah subsektor perikanan naik 1,23 persen, subsektor tanaman perkebunan 2,66 persen, subsektor tanaman pangan 0,77 persen dan hortikultura 0,30 persen, ujar Adi Nugroho. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016