Catatan Redaksi

Prof Gede Sri Darma, D.B.A, prototype generasi muda pejuang yang jujur, intelektual dan option kepada pembangunan masyarakat  Bali. Tiga sifat dasar paling dominan dari  Sri Darma tersebut menyatu dalam karakter dirinya, sebagai kekuatan progresif  menyiapkan anak anak Bali  dengan visi 'Move to Global Digital' dengan mendobrak tradisi akademis yang tidak produktif. Sri Darma adalah  rector termuda di Indonesia yang pikiran pikiran-pikirannya selalu mencerahkan anak bangsa , sehingga layak menjadi pemimpin Bali masa depan.


Sejumlah mahasiswa yang telah menyelesaikan ujian lokal dan tinggal menunggu ujian negara, jadi pihak yang paling khawatir mengenai ketidakjelasan legalitas status AKABA. Mereka hanya diijinkan mengikuti ujian negara di perguruan tinggi lainnya yang digandeng AKABA, seperti Perbanas Jakarta. Kondisi yang tidak menguntungkan ini membuat para mahasiswa mulai menggugat keberadaan AKABA. Mereka merasa tidak akan memiliki kepastian saat perkuliahan terakhir. Apa yang dirasakan itu tak hanya dibiarkan mengendap dalam kalbu, melainkan diluapkan dengan sebuah aksi.
    
Ratusan mahasiswa AKABA menuntut dibukanya dialog langsung dengan para pimpinan YPKN. Tuntutan itu dipenuhi, semua pimpinan YPKN hadir termasuk pula Direktur AKABA. Dihadapan para pimpinan itu, sejumlah perwakilan mahasiswa  meluapkan segala kegelisahan. Dengan suara yang lantang serta meninggi, mereka menuntut adanya kepastian waktu pelaksanaan ujian negara, sekaligus kepastian turunnya status terdaftar dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan tanpa kendali, para mahasiswa mengeluarkan sikap emosional dengan memukul-mukul bangku kuliah.
    
Sadar akan keterbatasan pimpinan YPKN yang diwakili Gorda dan Sambereg tak mau terpancing dengan sikap emosional mahasiswa. Mereka justru bersikap tenang sambil mendengarkan setiap keluhan dan tak lupa menjelaskan proses perjuangan yang sudah dilakukan yayasan untuk memperoleh status terdaftar. Semua persyaratan yang diminta pemerintah sudah dipenuhi tanpa ada yang terlewatkan satupun, bahkan dilengkapi pula dengan rekomendasi dari Gubernur Bali serta desain pembangunan kampus AKABA. Namun belum juga ada jawaban.
    
Penjelasan yang disampaikan Gorda dan Sambereg, setidaknya bisa membuat mahasiswa sedikit lega. Apalagi Gorda sempat menghimbau para mahasiswa untuk bersama-sama dengan pimpinan berjuang ke Surabaya demi terbitnya surat pengakuan status terdaftar itu.  Mahasiswa mengamini imbauan itu. Seketika itu pula ketegangan yang sebelumnya menggurat diraut wajah mahasiswa mulai memudar.
    
Beberapa hari kemudian berhembus kabar sedang terjadi proses penyegaran struktur kepemimpinan di lingkungan Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI di Surabaya. Kabar ini layaknya oase di padang pasir yang akan menghapus kehausan AKABA memperoleh pengakuan status terdaftar. Restrukturisasi kepemimpinan di lingkungan Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI di Surabaya akhirnya benar-benar terwujud. Tak lama kemudian mulai ada tanda-tanda positif dari perjuangan pimpinan YPKN yang didukung mahasiswa. Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI Surabaya memberi sinyal-sinyal positif. Terbukti dari dikirimnya sebuah tim penilai untuk melakukan verifikasi langsung ke kampus AKABA.
    
Setiba di Denpasar, mereka menguji kelayakan AKABA untuk memperoleh status terdaftar. Hasil akhir dari penilaian itu sangat mengembirakan pihak AKABA. Betapa tidak, AKABA dinyatakan memperoleh pengakuan status terdaftar sekaligus izin menyelenggarakan ujian negara dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Peristiwa bersejarah itu tertuang dalam surat keputusan Menteri P & K Nomor 034/I/1974 tanggal 17 Mei 1974.
    
Turunnya SK terdaftar itu, akhirnya berimbas pada peningkatan jumlah mahasiswa pada tahun ajaran berikutnya. Tercatat ada 40 mahasiswa baru di AKABA pada tahun ajaran 1975/1976. Jumlah ini meningkat drastis dari tahun sebelumnya yang hanya tujuh orang mahasiswa baru. Pertambahan jumlah mahasiswa baru terus berlanjut hingga tahun ajaran 1976. Tercatat ada 101 pelajar  yang menpercayai masa depan pendidikan tingginya di AKABA.
    
Pertambahan jumlah mahasiswa AKABA dari tahun ke tahun, tentu tak terlepas dari kepemimpinan Tangiarta, selaku Direktur AKAB. Namun tentu tak bisa dipungkiri status terdaftar telah menjadikan mahasiswa semakin percaya akan eksistensi AKABA. Apalagi saat itu muncul kebijakan yang sangat membantu mahasiswa tingkat akhir. Mereka yang dinyatakan belum lulus ujian semua mata kuliah di bawah standar kelulusan bisa dikonversi dengan nilai mata kuliah lain yang melebihi batas standar kelulusan. Terbukti, kebijakan ini sangat membantu mahasiswa.
    
Totalitas AKABA dalam memperhatikan kepentingan mahasiswa akhirnya menjadi bahan perbincangan hingga ke luar kampus. Karena itu tak berlebihan jika ada yang mengatakan AKABA adalah salah satu lembaga pendidikan tinggi yang menjanjikan masa depan cerah bagi para lulusannya. Jadi, pencitraan positif pun mulai terbentuk.
    
Apalagi akhirnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Koordinator Kopertis Wilayah VI memperluas akronim AKABA yang mulanya hanya akademi Bank menjadi Akademi Keuangan dan Perbankan.
    
Perubahan akronim itu didasarkan pada surat Keputusan nomor 075/1976 yang dikeluarkan Koordinator Kopertis wilayah VI dengan ketuanya Dardji Darmodiharjo, seorang guru besar dengan latar belakang pendidikan sarjana hukum. Pengeluaran SK ini dimaksud untuk memperluas daya jangkau AKABA menjadi sebuah lembaga pendidikan tinggi berskala lebih besar. Dengan berbekal SK itu, Gorda dan Sambereg atas nama pengurus YPKN melakukan terobosan demi terealisasikan pengembangan AKABA. Mereka selalu berusaha memenuhi segala persyaratan yang digariskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
    
Segala perjuangan dan kerja keras yang dilakoni YPKN, paling tidak jadi salah satu penilaian pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengevaluasi serta mengakreditasi secara periodik keberadaan AKABA. Penilaian yang dikeluarkan pemerintah menempatkan AKABA pada tapakan tangga yang lebih tinggi. Terhitung sejak 31 Maret 1978, AKABA berubah status dari terdaftar menjadi diakui. Perubahan status ini dibarengi dengan keluarnya surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 088/u/1978.
    
Perubahan status menjadi diakui adalah titik awal dari semakin mantapnya kompetensi AKABA selaku lembaga pendidikan tinggi di Bali kala itu. Lantas apakah AKABA hanya berpuas diri tanpa melakukan apapun setelah memperoleh status diakui.
 
Status diakui bukanlah prestasi akhir yang mampu diraih AKABA. Sepeninggal Tangiarta dari kursi direktur, AKABA justru makin menggeliat di bawah kepemimpinan direktur yang baru. Dia adalah Gorda, yang bisa tampil menempati singgasana direktur setelah mampu memenuhi syarat formal kesarjanaan seperti diminta oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Ditengah kesibukan mengelola YPKN, rupanya Gorda masih meluangkan waktu melanjutkan pendidikan jenjang sarjana. Ia pun berhasil menempuh ujian negara yang lantas mengantarkannya berhak mengerjakan skripsi dan yang terpenting berhasil meraih gelar ijazah sarjana.
    
Berbekal ijazah itu, maka tak ada lagi penghalang bagi Gorda untuk menduduki jabatan struktural Direktur AKABA. Tentunya kondisi ini makin memudahkannya untuk melakukan berbagai terobosan guna mengembangkan  AKABA. Berkolaborasi dengan Sambereg, acapkali lahir ide-ide "gila" yang tak pernah terduga sebelumnya. Sebut saja ide mengembangkan AKABA menjadi sebuah sekolah tinggi. Ide itu bukanlah sekedar omongan di mulut. Sekalipun berat tapi mereka berusaha merealisasikan ide itu, sekaligus harus berjuang "habis-habisan."
    
Benar saja. perlu perjuangan luar biasa hebat demi menjadilan AKABA sebagai sebuah sekolah tinggi. Banyak halangan tentunya, termasuk respon negatif dari seorang pejabat di kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bernama Soekisno Hadikoemoro, seorang profesor dengan gelar akademis doktor insinyur. Ilmuan yang menjabat sebagai direktur Perguruan tinggi swasta pendidikan dan kebudayaan ini memiliki pandangan tersendiri mengenai rencana pengembangan AKABA menjadi perguruan tinggi. Baginya, kelak masa depan lapangan kerja amat membutuhkan sarjana muda atau alumi dari Lembaga Pendidikan akademi. Karena itu dia berharap AKABA tetap dibertahankan sebagai lembaga pendidikan tinggi yang semakin menjanjikan.

YPKN tidak menyerah. Melalui juru bicaranya, Gorda, mereka melempar gagasan ingin mengembangkan AKABA menjadi sekolah tinggi. Dengan penuh semangat Gorda membeberkan ide itu di depan umum. Semua oarang mesti tahu. Karena itu pada 17 Februari 1978 saat acara peringatan Dies Natalis ke-9 dan wisuda sarjana muda AKABA di pendopo hotel Denpasar, Gorda berbicara.

Dia menyampaikan ide pengembangan AKABA menjadi sekolah tinggi ilmu keuangan (STIK) kepada seluruh tamu undangan, tak terkecuali Soekisno Hadikoemoro yang sempat hadir dalam acara itu.
    
Tidak ada respon positif dari Soekisno Hadikoemoro, sehingga Gorda jadi ketar-ketir. Takut kalau ide besarnya bersama Sambereg itu tidak akan terealisasi. Namun Gorda begitu semangat memperjuangkan impiannya. Benar saja, Dia coba mendatangai Soekisno Hadikoemoro dan tak lupa memberikan penjelasan terkait pengembangan AKABA menjadi STIK, dan berhasil. Soekisno Hadikoemoro memberi restu, bahkan menyarankan supaya segera diajukan ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Usulan itu ditanggapi secara cepat. YPKN lantas mengeluarkan surat keputusan nomor 11/II-a/II/1978 terkait pengembangan AKABA. Ada dua jurusan yang jadi incaran dalam pengembangan itu, yaitu Keuangan serta Akutansi. (*)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016