Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengingatkan masyarakat untuk menangkal penyakit "AIDSS", yakni amarah, iri, dendam, sombong dan serakah.
Pastika saat berorasi dalam Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Denpasar, Minggu, mengatakan, sebagai otokritik bahwa saat ini sebagian masyarakat masih memelihara penyakit tersebut.
"Gampang tersulut amarah, bahkan sampai puputan (perang habis-habisan). Dendam juga dipelihara hingga ke anak cucu. Kalau ada rekan naik jabatan, yang lain naik darah. Ada juga yang suka memonopoli kebenaran yang merupakan ciri orang serakah," ujarnya mencontohkan.
Menurut Pastika, meskipun tidak kasat mata, penyakit ini sangat merugikan dan menghambat kemajuan. Bahkan dia mensinyalir, makin bertambahnya penghuni Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali di Kabupaten Bangli tidak terlepas dari efek penyakit "AIDSS".
Untuk dia, orang nomor satu di Bali it mengajak masyarakat melakukan introspeksi dan tak memelihara penyakit yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa tersebut.
Di sisi lain, Pastika juga menyinggung sosok ideal pemimpin Bali ke depan. Hal itu disampaikan karena masa kepemimpinannya akan berakhir dua tahun mendatang.
Pastika pun kemudian mengkaitkan sosok pemimpin ideal dengan ilmu Feng Shui. "Feng berarti angin dan Shui berarti air. Ilmu tersebut meyakini bahwa hidup akan menjadi lebih baik jika kita mengikuti hembusan angin dan aliran air," ujarnya.
Mengacu pada ilmu topografi kuno yang menjadi keyakinan masyarakat Tiongkok tersebut, seorang pemimpin yang ideal harus dapat memprediksi arah angin dan kemana air mengalir. "Namun tak sembarangan mengikuti arus air, karena tak semua alirannya bermuara ke laut. Jangan sampai membawa rakyatnya ke comberan," katanya.
Dia menambahkan, seorang pemimpin hendaknya mampu membawa rakyatnya mengikuti aliran air yang bermuara ke laut untuk kemudian berlayar bersama mencapai tujuan yang dicita-citakan. Sama halnya dengan aliran air yang tak selalu bermuara ke laut, menurut Pastika angin pun tak semuanya bersahabat.
"Tugas seorang pemimpin untuk memprediksi dan mengarahkan rakyatnya," ujarnya.
Terlebih pemimpin ke depan akan dihadapkan pada perkembangan domestik, regional hingga tingkat internasional yang begitu cepat.
Hal senada disampaikan mantan Rektor Universitas Udayana Prof Dr Ketut Sukardika. Jika Pastika menyebut penyakit AIDSS, Sukardika punya istilah kedokteran terkait dengan penyakit yang diderita sebagian masyarakat dewasa ini, yaitu Psychoneuroimmunology (PNI).
PNI merupakan studi tentang efek mental pada kesehatan seseorang. PNI mulai dipelajari ketika psikiater melihat hubungan antara gejala kejiwaan dan fungsi sistem kekebalan tubuh. Menurut Sukardika, kesehatan jiwa dan saraf sangat berpengaruh pertahanan fisik seseorang.
Untuk itu, Sukardika menyarankan setiap individu lebih rajin berolah raga dan selalu berpikir positif. Selama 40 tahun berkecimpung di dunia kedokteran, dia banyak sekali menerima keluhan pasien yang merasa dirinya sakit.
Padahal, secara medis penyakit yang dikeluhkan itu tak terdiagnosa. "Itu karena pikirannya yang sakit," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Pastika saat berorasi dalam Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Denpasar, Minggu, mengatakan, sebagai otokritik bahwa saat ini sebagian masyarakat masih memelihara penyakit tersebut.
"Gampang tersulut amarah, bahkan sampai puputan (perang habis-habisan). Dendam juga dipelihara hingga ke anak cucu. Kalau ada rekan naik jabatan, yang lain naik darah. Ada juga yang suka memonopoli kebenaran yang merupakan ciri orang serakah," ujarnya mencontohkan.
Menurut Pastika, meskipun tidak kasat mata, penyakit ini sangat merugikan dan menghambat kemajuan. Bahkan dia mensinyalir, makin bertambahnya penghuni Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali di Kabupaten Bangli tidak terlepas dari efek penyakit "AIDSS".
Untuk dia, orang nomor satu di Bali it mengajak masyarakat melakukan introspeksi dan tak memelihara penyakit yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa tersebut.
Di sisi lain, Pastika juga menyinggung sosok ideal pemimpin Bali ke depan. Hal itu disampaikan karena masa kepemimpinannya akan berakhir dua tahun mendatang.
Pastika pun kemudian mengkaitkan sosok pemimpin ideal dengan ilmu Feng Shui. "Feng berarti angin dan Shui berarti air. Ilmu tersebut meyakini bahwa hidup akan menjadi lebih baik jika kita mengikuti hembusan angin dan aliran air," ujarnya.
Mengacu pada ilmu topografi kuno yang menjadi keyakinan masyarakat Tiongkok tersebut, seorang pemimpin yang ideal harus dapat memprediksi arah angin dan kemana air mengalir. "Namun tak sembarangan mengikuti arus air, karena tak semua alirannya bermuara ke laut. Jangan sampai membawa rakyatnya ke comberan," katanya.
Dia menambahkan, seorang pemimpin hendaknya mampu membawa rakyatnya mengikuti aliran air yang bermuara ke laut untuk kemudian berlayar bersama mencapai tujuan yang dicita-citakan. Sama halnya dengan aliran air yang tak selalu bermuara ke laut, menurut Pastika angin pun tak semuanya bersahabat.
"Tugas seorang pemimpin untuk memprediksi dan mengarahkan rakyatnya," ujarnya.
Terlebih pemimpin ke depan akan dihadapkan pada perkembangan domestik, regional hingga tingkat internasional yang begitu cepat.
Hal senada disampaikan mantan Rektor Universitas Udayana Prof Dr Ketut Sukardika. Jika Pastika menyebut penyakit AIDSS, Sukardika punya istilah kedokteran terkait dengan penyakit yang diderita sebagian masyarakat dewasa ini, yaitu Psychoneuroimmunology (PNI).
PNI merupakan studi tentang efek mental pada kesehatan seseorang. PNI mulai dipelajari ketika psikiater melihat hubungan antara gejala kejiwaan dan fungsi sistem kekebalan tubuh. Menurut Sukardika, kesehatan jiwa dan saraf sangat berpengaruh pertahanan fisik seseorang.
Untuk itu, Sukardika menyarankan setiap individu lebih rajin berolah raga dan selalu berpikir positif. Selama 40 tahun berkecimpung di dunia kedokteran, dia banyak sekali menerima keluhan pasien yang merasa dirinya sakit.
Padahal, secara medis penyakit yang dikeluhkan itu tak terdiagnosa. "Itu karena pikirannya yang sakit," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016