Negara (Antara Bali) - Warga Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, minta masyarakat memberikan dukungan kepada kandidat yang maju dalam Pilkada Jembrana, Senin (27/12) yang ada komitmen untuk mendapatkan kejelasan status tanah negara yang mereka huni.

Ketua Pansus Pensertifikatan Tanah Gilimanuk I Nyoman Merta di Negara, Jumat mengatakan, setelah warga mendekati seluruh kandidat, hanya pasangan I Putu Artha-I Made Kembang Hartawan yang bisa memberikan komitmennya.

"Karena itu, di Gilimanuk kami akan berusaha untuk memenangkan pasangan tersebut," kata Merta seraya mengakui politik barter demi kepentingan masyarakat tersebut.

Merta mengungkapkan, komitmen pasangan yang dikenal dengan sebutan "Abang" itu dituangkan dalam bentuk kontrak politik tertulis.

Dalam kontrak politik itu warga Gilimanuk diwakili beberapa tokohnya, seperti Bendesa Adat, I Ketut Surata, I Gusti Putu Subiyakta, Sumadiono dan Merta sendiri.

"Kami ini hanya perwakilan dari warga untuk mencari kandidat yang bersedia memperjuangkan kejelasan status tanah warga yang selama ini terkatung-katung," kata Merta.

Tanah di Gilimanuk yang dihuni warga itu sejak lama kerap menjadi pemicu hubungan yang renggang antara warga setempat dengan Pemkab Jembrana.

Semasa pemerintahan Bupati I Gede Winasa, pemkab mengklaim memiliki hak pengelolaan lahan (HPL) terhadap tanah seluas sekitar 250 hektare tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, pemkab membuat sistem perjanjian baru bagi warga yang menempatinya.

Warga diwajibkan untuk membayar sewa ke pemkab dan mendapatkan perjanjian hak guna bangunan selama 20 tahun.

"Tapi ada klausul dalam perjanjian yang bisa mengancam keberadaan warga, dimana jika pemkab ingin memanfaatkan lahan itu, maka warga harus angkat kaki tanpa ganti rugi," kata Merta.

Warga sendiri ingin status tanah yang mereka tempati tidak sekedar perjanjian hak guna bangunan tapi menjadi sertifikat hak guna bangunan.

"Kalau hanya perjanjian HGB hanya berlaku dengan pemkab saja, tapi kalau sertifikat HGB berlaku nasional," ujar Merta.

Dari sekitar 2.000 kepala keluarga di Kelurahan Gilimanuk, saat ini baru 10 orang yang memiliki sertifikat HGB termasuk Merta.

Menurut Merta, saat permintaan itu diajukan kepada pasangan ABANG yang bersangkutan langsung menyanggupinya.

Sementara pengurus Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Ngurah Karyadi yang beberapa bulan belakangan mendampingi warga Gilimanuk mengatakan, pemerintahan yang baru juga harus berani membongkar kejanggalan status tanah tersebut.

Menurut Karyadi, kejanggalan itu antara lain pajak tanah yang selama ini dibayar oleh warga.

"Kalau HPL nya dipegang pemkab, seharusnya pemegang HPL yang harus membayar pajak. Jangan-jangan di APBD juga dialokasi untuk membayar tanah Gilimanuk, namun warga juga membayarnya," kata Karyadi.

Selain itu ia menilai, tidak seharusnya pemkab menyewakan tanah negara kepada warganya sendiri.

"Pemerintahan baru harus berani membongkar kejanggalan tersebut dan memperbaiki sistem agar menguntungan masyarakat Gilimanuk," ujar Karyadi.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010