Denpasar (Antara Bali) - Puluhan pengrajin di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali melakukan berbagai kegiatan memperingati Hari Perdagangan Berkeadilan Internasional (World Fair Trade Day) 2016.

"Kegiatan tersebut antara lain ngelawar atau memasak bersama dalam tradisi Bali, kemudian pemeriksaan kesehatan gratis, dan penyuluhan keselamatan kerja," kata I Gusti Agung Alit, pendiri Mitra Bali Fair Trade, Senin.

Para pengrajin dan dan pengusaha yang terhimpun dalam wadah "Mitra Bali Fair Trade" juga meluncurkan buklet bertajuk "Fair Trade in Action" Isinya tentang kenapa prinsip perdagangan dibutuhkan di Bali di tengah kapitalisme industri pariwisata.

Acara tersebut berangkat dari usulan pengrajin yang selama ini bekerja dan berkarya bersama "Mitra Bali Fair Trade", eksportir kerajinan yang sudah lebih 20 tahun merintis perdagangan berkeadilan.

"Ngelawar" adalah tradisi Adat Bali yang menunjukkan prinsip nyata kebersamaan yang masih hidup di Bali.

"Melalui ngelawar kami masak dan makan bersama dengan harapan akan menumbuhkan keakraban dan mempertebal semangat kebersamaan di tengah-tengah Bali dengan industri pariwisatanya sedang `dikeroyok rezim pasar bebas yang materialistis dan individualistis," ujar I Gusti Agung Alit.

Sementara buku kecil yang dirilis menyajikan bagaimana sepuluh prinsip Fair Trade dipraktikkan sebagai upaya kebersamaan yang berkelanjutan dalam memerangi kemiskinan.

Adapun sepuluh prinsip fair trade tersebut untuk memerangi kemiskinan, tranparan, berorientasi kesejahteraan, pembayaran cepat, tepat, layak, dan tidak menggunakan tenaga kerja paksa dan buruh anak.

Selain itu sebuah usaha bisa mendapat jaminan fair trade internasional dari World Fair Trade Organization (WFTO) jika tidak mendiskriminasi tenaga kerja laki dan perempuan, menciptakan lingkungan kerja sehat, aman dan nyaman, mengembangkan kemampuan pekerja, menyosialisasikan praktik perdagangan adil, serta peduli lingkungan.

Hari Fair Trade sedunia dilaksanakan tiap Sabtu, minggu ke dua bulan Mei, oleh para fair traders di seluruh dunia, yang jumlahnya lebih dari 450 organisasi di 75 negara.

Setiap perayaan mempunyai tema, tema perayaan tahun ini adalah "Human Chain for Fair Trade and Planet", maknanya, kebersamaan untuk perdagangan adil dan planet kita.

Kebersamaan tersebut menurut Agung Alit adalah kebersamaan di antara produsen, pembeli, konsumen dan semua pihak yang peduli akan nasib produsen yang terpinggirkan dan lingkungan yang tereksploitasi.

"Kita semua adalah agen perubahan, melalui kebersamaan kita berjejaring melakukan perubahan untuk menyikapi situasi dan kondisi perdagangan dunia ," ujar Agung Alit yang menjadi pendiri Forum Fair Trade Indonesia ini.

Mitra Bali Fair Trade mengajak dan menghimbau semua pihak sebagai agen perubahan dan melakukan perubahan misalnya dengan mempraktikkan fair trade sekarang juga karena ini model perdagangan yang fair, layak dan memihak kelompok produsen.

"Pengrajin atau produsen adalah orang yang memproduksi barang yang siap saji untuk keperluan, sudah saatnya produsen mendapat perlakuan yang adil dalam rantai perdagangan. Sebagai contoh, petani sebagai produsen produk yang tersaji di meja makan, ironisnya petani tetap dalam kemiskinan," papar Agung Alit.

Praktik lain adalah mengubah cara belanja dengan memperhatikan dan memilih produk yang bersertifikat Fair Trade Guaranteed. Ini adalah jaminan bagi produk fair trade karena sejak proses produksi mengutamakan pembayaran tepat waktu, cepat dan layak sebagai bentuk penghormatan kepada produsen.

Pembayaran yang tersendat- sendat diyakini pangkal dari eksploitasi. Bisa dihitung jari usaha yang mendapat garansi ini di Indonesia, ujar Agung Alit. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016