Jakarta (Antara Bali) - Pendidikan seksual kepada anak memiliki
perbedaan materi yang disampaikan pada setiap usia anak berdasarkan
perkembangan bentuk fisik, kata psikolog anak Feka Angge Pramita.
Feka di Jakarta, Jumat, mengatakan penyampaian pendidikan seksual bisa diberikan mulai anak berusia dua tahun dengan penjelasan mengenai perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Setelahnya, ketika anak sudah mulai memasuki taman kanak-kanak pemahaman yang diberikan berkembang dengan menjelaskan perbedaan mengenai apa yang digunakan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Feka yang juga psikolog mitra di Yayasan Pulih yang bergerak untuk pemulihan anak korban kekerasan seksual menjabarkan pemahaman tersebut bisa diberikan dengan menjelaskan penggunaan toilet laki-laki dan perempuan di tempat umum.
Dia juga menyebut anak yang berusia empat tahun sebaiknya mulai dibiasakan mandi dengan orang tua atau keluarga berjenis kelamin sama. Pada masa ini juga anak diberi pemahaman apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin.
Feka mengingatkan agar orang tua tidak memberikan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan dibedakan berdasarkan benda-benda atau sifat yang "genderless".
"Tapi tidak dengan memberikan pemahaman kalau laki-laki rambutnya pendek, laki-laki warnanya biru, perempuan harus pakai anting. Pendidikan seksual lebih kepada penggunaan kamar mandi dan cara berpakaian," jelas Feka.
Selanjutnya di saat anak mulai memasuki masa remaja harus diberikan pemahaman mengenai reproduksi laki-laki dan perempuan. Pendidikan dapat diberikan mulai dari perubahan-perubahan yang dialami seperti menstruasi pada perempuan atau mimpi basah pada anak laki-laki.
Di samping itu Feka juga menekankan agar orang tua harus mendidik anaknya untuk berani menolak pada permintaan-permintaan orang lain yang berindikasi pada pelecehan seksual.
"Kalau kita bicara soal predator, mereka lebih kepada mengiming-imingi, memanipulasi agar membuat korban tertarik. Anak harus berani bilang tidak," jelas Feka.
Ia menggarisbawahi anak-anak harus diberi pemahaman untuk lebih waspada pada orang-orang yang sudah dikenalnya untuk melakukan sesuatu yang berindikasi kekerasan seksual.
"Kalau oleh orang yang tidak dikenal anak sudah mempunyai pertahanan lebih dulu untuk menolak, berbeda dengan orang yang sudah dikenalnya," jelas Feka. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Feka di Jakarta, Jumat, mengatakan penyampaian pendidikan seksual bisa diberikan mulai anak berusia dua tahun dengan penjelasan mengenai perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Setelahnya, ketika anak sudah mulai memasuki taman kanak-kanak pemahaman yang diberikan berkembang dengan menjelaskan perbedaan mengenai apa yang digunakan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Feka yang juga psikolog mitra di Yayasan Pulih yang bergerak untuk pemulihan anak korban kekerasan seksual menjabarkan pemahaman tersebut bisa diberikan dengan menjelaskan penggunaan toilet laki-laki dan perempuan di tempat umum.
Dia juga menyebut anak yang berusia empat tahun sebaiknya mulai dibiasakan mandi dengan orang tua atau keluarga berjenis kelamin sama. Pada masa ini juga anak diberi pemahaman apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin.
Feka mengingatkan agar orang tua tidak memberikan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan dibedakan berdasarkan benda-benda atau sifat yang "genderless".
"Tapi tidak dengan memberikan pemahaman kalau laki-laki rambutnya pendek, laki-laki warnanya biru, perempuan harus pakai anting. Pendidikan seksual lebih kepada penggunaan kamar mandi dan cara berpakaian," jelas Feka.
Selanjutnya di saat anak mulai memasuki masa remaja harus diberikan pemahaman mengenai reproduksi laki-laki dan perempuan. Pendidikan dapat diberikan mulai dari perubahan-perubahan yang dialami seperti menstruasi pada perempuan atau mimpi basah pada anak laki-laki.
Di samping itu Feka juga menekankan agar orang tua harus mendidik anaknya untuk berani menolak pada permintaan-permintaan orang lain yang berindikasi pada pelecehan seksual.
"Kalau kita bicara soal predator, mereka lebih kepada mengiming-imingi, memanipulasi agar membuat korban tertarik. Anak harus berani bilang tidak," jelas Feka.
Ia menggarisbawahi anak-anak harus diberi pemahaman untuk lebih waspada pada orang-orang yang sudah dikenalnya untuk melakukan sesuatu yang berindikasi kekerasan seksual.
"Kalau oleh orang yang tidak dikenal anak sudah mempunyai pertahanan lebih dulu untuk menolak, berbeda dengan orang yang sudah dikenalnya," jelas Feka. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016