Denpasar (Antara Bali) - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan kartel di Indonesia saat ini sudah masuk ke tahap bertentangan dengan hukum.

"Namun demikian pemerintah dan para penegak hukum tidak mau menyentuhnya, karena dengan berbagai alasan dan pertimbangan," kata Syarkawi di sela acara "Workshop on Abuse of Dominance and Unilateral" di Kuta, Bali, Rabu.

Ia mengamati para penegak hukum tidak paham dengan upaya konspirasi para pengusaha, dan disisi lain adanya pembiaran karena terjadi konspirasi dengan kelompok pengusaha pelaku kartel.

"Kartel yang dilakukan sekelompok pengusaha itu justeru sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk bahan pokok yang menjadi kebutuhan sehari-hari. Dan kerugiannya sangat fantastis. Kartel daging ayam misalnya, kerugian bisa mencapai Rp 300 triliun lebih per tahun," katanya.

Ia mengatakan data yang dirilis KPPU selama ini memang belum dikenal publik. Masyarakat lebih mengetahui lembaga lainnya seperti KPK karena sering melakukan operasi tangkap tangan dengan publikasi yang sangat tinggi, begitu KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang demokratis.

Sementara KPPU yang mampu menyelamatkan aset ratusan triliunan memang belum dikenal publik termasuk lembaga pemerintah lainnya.

"Siapa yang menyangka jika kartel daging ayam bisa mencapai kerugian hingga Rp300 triliunan per tahun. Itu baru satu sektor. Belum lagi sektor lainnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pembongkaran mafia daging ayam itu dilakukan oleh KPPU tetapi tidak banyak diketahui publik. Saat ini sedang dalam proses hukum," ucapnya.

Ia mengatakan ada beberapa usaha yang dikartelkan, di antaranya daging ayam, daging sapi, bawang merah dan bawang putih, ban mobil ring 14 dan 15, paket pesan singkat (SMS) oleh beberapa operator telekomunikasi, industri farmasi, dan masih banyak sektor lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Untuk daging ayam misalnya, harga di peternak setelah diteliti hanya antara Rp10 ribu sampai Rp15 ribu per kilogram. Sementara harga di tingkat pasar modern, pasar tradisional melonjak menjadi Rp30 ribu hingga Rp40 ribu.

"Disini sudah terjadi disparitas harga yang begitu tinggi. Bahkan, pemerintah pernah meminta untuk melakukan pengapkiran enam juta ekor ayam di Indonesia karena terjadi kelebihan stok daging ayam," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016