Tabanan (Antara Bali) - Kabupaten Tabanan, Bali setiap bulannya mengekspor buah manggis sebanyak 15 ton ke Tiongkok, sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani di daerah itu.

Ketua Sub Terminal Agribisnis (STA) Sari Buah, Jero Putu Tesan di Tabanan Minggu mengatakan, buah manggis yang diekspor ke Tiongkok tersebut berasal dari produksi buah manggis di Kecamatan Pupuan dan Selemadeg Barat.

Ia mengatakan, buah manggis tersebut dibeli dari petani setempat dengan harga mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 11.000 perkilogramnya.

"Harganya bisa beraneka ragam, jika kualitasnya kurang atau tidak memenuhi standar ekspor bisa dengan harga Rp 6.000 perkilogram," ujar Jero Putu Tesan.

Jero Putu Tesan menambahkan, buah manggis asal Bali mampu memikat konsumen karena memiliki cita rasa yang khas sehingga menjadi primadona di Tiongkok, meskipun terjadi persaingan ketat dari Thailand.

"Buah manggis dari Bali tetap disenangi konsumen luar negeri karena cita rasanya manis, sehingga mudah mendapat tempat di hati konsumen," ujar Jero Putu Tesan.

Ia menjelaskan, untuk memenuhi pasokan, STA Sari buah melibatkan anggota yang jumlahnya mencapai 6.000 petani dengan luas tanaman manggis sekitar 950 hektare memiliki produksi sekitar 4000 ton.

"Dan saat ini diwilayah Pupuan dan Selemadeg Barat sudah ada enam lokasi pengepakan, sehingga matadangan itu siap dikirim ke pasaran ekspor" ujar Jero Putu Tesan.

Sebelum dikirim, buah manggis terlebih dahulu menjalani proses kontrol kualitas yang dilanjutkan dengan pembersihan dan penyegaran buah. Buah disemprot menggunakan cairan khusus yang terbuat dari bahan-bahan alami kemudian di kemas di gudang STA Sari Buah Desa Padangan.

Setelah itu buah manggis siap diangkut ke Banyuwangi, Jawa Timur untuk dimasukan ke dalam kontainer. "Setelah berada di dalam kontainer maka akan dikirim ke Malaysia terlebih dahulu menggunakan kapal, setelah itu baru dikirim ke Tiongkok. Jadi kira-kira membutuhkan waktu selama dua minggu sampai di tempat tujuan," tutur Jero Tesan.

Untuk di Tabanan, musim panen manggis berlangsung antara bulan Januari hingga bulan Mei setiap tahunnya. Petani manggis binaan STA Sari Buah sendiri tersebar di sejumlah desa dan banjar yang dikelompokan dalam empat zona yaitu Zona satu meliputi Munduk Temu, Belatungan, Bantiran, Pajahan dan Pupuan.

Zona dua terdiri atas Desa Kebon Padangan, Mundeh Kangin, dan Jelijih Pungang serta zona tiga Desa Batungsel, Sanda, Belimbing dan Karyasari. Zona empat; Desa Lumbung, Tiying Gading, Yeh Silah dan Nyuh Gading.

Kelompok tani STA Sari buah juga memasarkan buah alvokat, durian dan salak gula pasir untuk memenuhi pasar dalam negeri seperti ke Semarang dan Jakarta.

"Kurang lebih 1000 tenaga kerja terserap di seluruh zona dan perputaran uang mencapai Rp 1 miliar per hari," ungkapnya.

Jero Tasen mengharapkan kepada Pemerintah agar segera mengambil langkah-langkah perdagangan agar ekspor manggis ke Tiongkok agar tidak perlu lagi melalui Malaysia, serta berharap adanya pengawasan yang jelas di pintu keluar ekspor.

"Adanya pengawasan yang jelas dan tepat itu sangat penting agar ketika ada produk yang bermasalah bukan petani yang jadi korban," tegasnya.

Sementara itu, salah seorang petani manggis, Nyoman Suarda asal Banjar Pempatan, Batungsel mengatakan bahwa sejak terbentuknya kelompok usaha tani STA Sari Buah tahun 2004 silam, dirinya merasa lega karena tidak bingung untuk memasarkan buah yang dipanen.

"Saya dan petani yang lain senang dan lega karena dipermudah dalam pemasaran," ujarnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Pande Yudha

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016