Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali menerapkan pembangunan pariwisata berbasis ramah lingkungan, agar wisatawan tetap menikmati keunikan dan budaya yang khas, sehingga berpengaruh kunjungan wisatawan ke masing-masing destinasi.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, A.A Gede Yuniartha Putra, di Denpasar, Sabtu, mengakui dalam upaya mewujudkan implementasi revolusi mental dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan yang ramah lingkungan itu harus didukung semua pihak dan pemangku kepentingan.
"Pembangunan pariwisata Bali tidak terlepas dari keindahan alam, lingkungan dan budayanya sehingga ini yang akan kita terus jaga," ujarnya.
Ia mengakui, pertumbuhan ekonomi di Pulau Dewata bertumpu di sektor pariwisata, terbukti Provinsi Bali berkontribusi dalam APBN sebesar Rp47 triliun dari pemasukan destinasi wisata.
Gede Yuniartha menambahkan, Bali tidak memiliki hasil tambang dari sumber daya alam, namun bergantung pada sektor kepariwisataan, artinya sektor pariwisata Pulau Dewata menjadi tumpuan pendapatan negara Indonesia.
"Sejauh ini pertumbuhan ekonomi di Bali mencapai 6,4 persen yang bertumpu pada sektor pariwisata, artinya perekonomian Bali disektor tersebut akan kuat, tumbuh dan berkembang," ujarnya.
Ia mencatat, untuk jumlah kunjungan wisatawan mancangera ke Pulau Dewata sejak Tahun 2014 tercatat mencapai 3,76 juta jiwa dengan target 3,5 jiwa.
Sedangkan, kunjungan wisatawan mancanegara Tahun 2015 ke Bali naik tipis mencapai 4,002 juta jiwa dari target kunjungan empat wisatawan, yang disebabkan dampak buka tutup Bandara I Gusti Ngurah Rai akibat meletusnya Gunung Raung Jawa Timur dan Gunung Baru Lombok Jari beberapa waktu lalu.
"Kemudian, dampak perekonomian global, bentrok ormas dan bom di Prancis juga sangat mempengaruhi kunjungan wisatawan mananegara ke Bali," ujarnya.
Untuk itu, ia mengharapkan Tahun 2016 kunjungan wisatawan mancanegara meningkat. Selain itu, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait dan kepoliasian dalam upaya keamanan Indonesia sehingga wisatawan merasa nyaman datang ke tanah air.
Ia mecatat, untuk tingkat hunian hotel berbintang (okupansi) di Bali rata-rata mencapai 60,8 persen dengan rata-rata wisatawan mancanegara menginap selama empat hari.
Sedangkan, untuk okupansi non hotel rata-rata mencapai 2,47 persen dengan rata-rata lama tinggal di penginapan mencapai 3,5 hari. "Tantangan ke depan akan terus terjadi persaingan dalam kepariwisataan khusunya hotel berbintang, karena menjamurnya penginapan dan hunian di Bali selatan," ujarnya.
Ia menilai, dengan banyaknya hotel-hotel di Badung Selatan dan Kota Denpasar akan sangat mempengaruhi okupansi yang akan terus mengalami persaingan ketat, sehingga pemilik hotel harus bersaing untuk mempromosikan pariwisata berbasis lingkungan ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, A.A Gede Yuniartha Putra, di Denpasar, Sabtu, mengakui dalam upaya mewujudkan implementasi revolusi mental dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan yang ramah lingkungan itu harus didukung semua pihak dan pemangku kepentingan.
"Pembangunan pariwisata Bali tidak terlepas dari keindahan alam, lingkungan dan budayanya sehingga ini yang akan kita terus jaga," ujarnya.
Ia mengakui, pertumbuhan ekonomi di Pulau Dewata bertumpu di sektor pariwisata, terbukti Provinsi Bali berkontribusi dalam APBN sebesar Rp47 triliun dari pemasukan destinasi wisata.
Gede Yuniartha menambahkan, Bali tidak memiliki hasil tambang dari sumber daya alam, namun bergantung pada sektor kepariwisataan, artinya sektor pariwisata Pulau Dewata menjadi tumpuan pendapatan negara Indonesia.
"Sejauh ini pertumbuhan ekonomi di Bali mencapai 6,4 persen yang bertumpu pada sektor pariwisata, artinya perekonomian Bali disektor tersebut akan kuat, tumbuh dan berkembang," ujarnya.
Ia mencatat, untuk jumlah kunjungan wisatawan mancangera ke Pulau Dewata sejak Tahun 2014 tercatat mencapai 3,76 juta jiwa dengan target 3,5 jiwa.
Sedangkan, kunjungan wisatawan mancanegara Tahun 2015 ke Bali naik tipis mencapai 4,002 juta jiwa dari target kunjungan empat wisatawan, yang disebabkan dampak buka tutup Bandara I Gusti Ngurah Rai akibat meletusnya Gunung Raung Jawa Timur dan Gunung Baru Lombok Jari beberapa waktu lalu.
"Kemudian, dampak perekonomian global, bentrok ormas dan bom di Prancis juga sangat mempengaruhi kunjungan wisatawan mananegara ke Bali," ujarnya.
Untuk itu, ia mengharapkan Tahun 2016 kunjungan wisatawan mancanegara meningkat. Selain itu, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait dan kepoliasian dalam upaya keamanan Indonesia sehingga wisatawan merasa nyaman datang ke tanah air.
Ia mecatat, untuk tingkat hunian hotel berbintang (okupansi) di Bali rata-rata mencapai 60,8 persen dengan rata-rata wisatawan mancanegara menginap selama empat hari.
Sedangkan, untuk okupansi non hotel rata-rata mencapai 2,47 persen dengan rata-rata lama tinggal di penginapan mencapai 3,5 hari. "Tantangan ke depan akan terus terjadi persaingan dalam kepariwisataan khusunya hotel berbintang, karena menjamurnya penginapan dan hunian di Bali selatan," ujarnya.
Ia menilai, dengan banyaknya hotel-hotel di Badung Selatan dan Kota Denpasar akan sangat mempengaruhi okupansi yang akan terus mengalami persaingan ketat, sehingga pemilik hotel harus bersaing untuk mempromosikan pariwisata berbasis lingkungan ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016