Kuala Lumpur, 25/3 (Antara Bali/Reuters) - Sekitar 100 kapal pencari ikan China terdeteksi melakukan pelanggaran batas wilayah perairan Malaysia di Laut China Selatan yang disengketakan, demikian laporan kantor berita resmi Malaysia dan badan keamanan laut setempat, Jumat.
Pelanggaran wilayah yang dilaporkan pada hari Kamis (24/3) merupakan tindakan terakhir yang dilakukan oleh kapal-kapal China untuk meningkatkan perhatian di Asia Tenggara. Empat negara di kawasan tersebut keberatan atas klaim China di keseluruhan wilayah Laut China Selatan.
Menteri Keamanan Nasional Malaysia Shahidan Kassim menyatakan bahwa beberapa peralatan milik Badan Penegakan Hukum Kemaritiman Malaysia dan angkatan laut dikirimkan ke dekat wilayah Luconia Shoals untuk memantau situasi, demikian Kantor Berita Malaysia (Bernama) melaporkan.
Shahidan tidak menyebutkan secara spesifik tipe kapal-kapal China yang terdeteksi, namun petugas Badan Penegakan Hukum Kemaritiman menyatakan bahwa mereka sedang mencari ikan dengan pengawalan dua unit kapal keamanan laut China.
China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang dilalui kapal pengangkut komoditas perdagangan senilai lima triliun dolar AS setiap tahun. Negara-negara yang berdekatan di Asia Tenggara, yakni Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam, juga mengklaim wilayah perairan, demikian dengan Taiwan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mempertanyakan laporan Malaysia dalam pengarahan Jumat pagi. Dia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Malaysia.
"Saat ini musim ikan di Laut China Selatan ... Sekarang tahunnya, setiap tahun, kapal penarik pukat China berada di wilayah perairan yang sah untuk melakukan kegiatan-kegiatan penangkapan ikan secara normal," ujar Hong tanpa menguraikan.
Shahidan menegaskan bahwa Malaysia bertindak secara legal karena kapal-kapal tersebut ditemukan melanggar zona eksklusif ekonomi, demikian kutipan Bernama.
Pejabat Badan Kemaratiman Malaysia menyatakan bahwa tiga dari kapalnya memantau armada kapal China.
"Tugas kami tidak memprovokasi mereka dengan cara apa pun," ujar pejabat tersebut yang tidak bersedia menyebutkan identitasnya karena dia tidak memiliki kewenangan untuk berbicara kepada media.
Pekan ini, Indonesia melayangkan protes kepada China atas insiden yang melibatkan kapal patroli Indonesia dan kapal badan keamanan China serta kapal nelayan di wilayah perairan Indonesia.
China menganggap kapal-kapalnya beroperasi di wilayah perikanannya dan kapal badan keamanannya tidak memasuki wilayah perairan Indonesia.
Indonesia tidak terlibat dalam persaingan klaim di Laut China Selatan dan malah bertindak sebagai "penengah yang jujur".
China menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, namun melalui pembicaraan bilateral. Berbicara di China, Wakil Menlu Liu Zhenmin berulang kali menyatakan posisi China.
"Kami jarang melihat negosiasi multilateral untuk mengatasi kompleksitas dan sensitivitas wilayah serta perselisihan perbatasan laut," ujar Liu sebagaimana transkrip yang diberikan oleh Kemenlu China. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Pelanggaran wilayah yang dilaporkan pada hari Kamis (24/3) merupakan tindakan terakhir yang dilakukan oleh kapal-kapal China untuk meningkatkan perhatian di Asia Tenggara. Empat negara di kawasan tersebut keberatan atas klaim China di keseluruhan wilayah Laut China Selatan.
Menteri Keamanan Nasional Malaysia Shahidan Kassim menyatakan bahwa beberapa peralatan milik Badan Penegakan Hukum Kemaritiman Malaysia dan angkatan laut dikirimkan ke dekat wilayah Luconia Shoals untuk memantau situasi, demikian Kantor Berita Malaysia (Bernama) melaporkan.
Shahidan tidak menyebutkan secara spesifik tipe kapal-kapal China yang terdeteksi, namun petugas Badan Penegakan Hukum Kemaritiman menyatakan bahwa mereka sedang mencari ikan dengan pengawalan dua unit kapal keamanan laut China.
China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang dilalui kapal pengangkut komoditas perdagangan senilai lima triliun dolar AS setiap tahun. Negara-negara yang berdekatan di Asia Tenggara, yakni Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam, juga mengklaim wilayah perairan, demikian dengan Taiwan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mempertanyakan laporan Malaysia dalam pengarahan Jumat pagi. Dia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Malaysia.
"Saat ini musim ikan di Laut China Selatan ... Sekarang tahunnya, setiap tahun, kapal penarik pukat China berada di wilayah perairan yang sah untuk melakukan kegiatan-kegiatan penangkapan ikan secara normal," ujar Hong tanpa menguraikan.
Shahidan menegaskan bahwa Malaysia bertindak secara legal karena kapal-kapal tersebut ditemukan melanggar zona eksklusif ekonomi, demikian kutipan Bernama.
Pejabat Badan Kemaratiman Malaysia menyatakan bahwa tiga dari kapalnya memantau armada kapal China.
"Tugas kami tidak memprovokasi mereka dengan cara apa pun," ujar pejabat tersebut yang tidak bersedia menyebutkan identitasnya karena dia tidak memiliki kewenangan untuk berbicara kepada media.
Pekan ini, Indonesia melayangkan protes kepada China atas insiden yang melibatkan kapal patroli Indonesia dan kapal badan keamanan China serta kapal nelayan di wilayah perairan Indonesia.
China menganggap kapal-kapalnya beroperasi di wilayah perikanannya dan kapal badan keamanannya tidak memasuki wilayah perairan Indonesia.
Indonesia tidak terlibat dalam persaingan klaim di Laut China Selatan dan malah bertindak sebagai "penengah yang jujur".
China menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, namun melalui pembicaraan bilateral. Berbicara di China, Wakil Menlu Liu Zhenmin berulang kali menyatakan posisi China.
"Kami jarang melihat negosiasi multilateral untuk mengatasi kompleksitas dan sensitivitas wilayah serta perselisihan perbatasan laut," ujar Liu sebagaimana transkrip yang diberikan oleh Kemenlu China. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016