Karangasem (Antara Bali) - Umat Hindu di Pulau Bali melakukan upacara "Tawur Agung Kesanga" atau ritual suci untuk keharmonisan alam semesta dipusatkan di pelataran Pura Besakih, Kabupaten Karangasem.

Jero Gede Mangku Pande, seorang panitia kegiatan di Besakih, Bali, Selasa, mengatakan kegiatan upacara "Tawur Agung Kesanga" saat ini dalam tingkatan "Tabuh Gentuh" dengan menyembelih sejumlah hewan sebagai kurban suci.

Ia mengatakan puluhan jenis binatang kurban melengkapi kegiatan ritual "Tawur Kesanga" berkaitan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1938.

Adapun binatang kurban kelengkapan upacara itu, antara lain kerbau, sapi, kambing, angsa, itik, burung kerkuak, babi, ayam dan dan binatang lainnya.

"Semua jenis binatang kurban tersebut disucikan (mapepada) yang telah dilakukan pada Senin (7/3) atau sehari sebelum kegiatan ritual Tawur Kesangat," katanya.

Pada puncak acara ritual tersebut juga hadiri pejabat pemerintah antara lain Gubernur Bali Made Mangku Pastika, pejabat Pemkab Karangasem, PHDI dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berbaur dengan umat Hindu dari berbagai pelosok pedesaan di Bali.

Kegiatan yang bermakna membersihkan alam semesta secara spiritual itu dipimpin tiga rohaniawan Hindu yakni Ida Pedanda Siwa, Ida Pedanda Buddha dan Ida Rsi Bujangga Waisnawa.

Acara persembahyangan dan berdoa bersama berlangsung khidmat yang diiringi dengan lantunan lagu-lagu kerohanian (kekidung) serta alunan gamelan Bali.

Selain itu juga dipentaskan tarian wali Bali, yaitu Topeng Sidakarya dan Wayang Lemah serta kurban lainnya berupa "tabuh rah" (sabung ayam).

Berdasarkan sejarah keberadaan Pura Agung Besakih merupakan tempat suci umat Hindu terbesar di Bali yang berada di kaki Gunung Agung itu mempunyai arti penting bagi kehidupan umat Hindu adalah tempat beristananya para Dewa.

Pura Besakih juga berfungsi sebagai Pura "Rwa Bhineda", "Sad Kahyangan Jagat", "Padma Bhuana" dan pusat dari segala kegiatan upacara keagamaan.

Perhatian terhadap Pura Besakih dimulai sejak pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi).

Bagi kerajaan saat itu, keberadaan Pura Besakih adalah salah satu tempat spiritual yang wajib menjadi perhatian.

Kemudian dilanjutkan pada zaman penjajahan Hindia Belanda di Indonesia dalam bentuk restorasi secara besar-besaran terhadap beberapa kompleks bangunan suci yang rusak akibat bencana alam. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016