Jakarta (Antara Bali) - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo P Nugroho, mengatakan,
sebagian besar alat sensor gelombang tsunami di Indonesia rusak.
"Disebabkan vandalisme dan ketiadaan biaya operasi serta pemeliharaan di BPPT," kata dia, di Kantor BNBP, Jakarta, Kamis.
Menurutnya, sensor tsunami di lautan banyak dirusak orang tidak bertanggung jawab, misalnya sensor tsunami yang dipasang di Laut Banda pada April 2009, namun pada September 2009 rusak dan hanyut ke utara Sulawesi.
"Untuk diketahui, harga satu unit sensor tsunami buatan Amerika Serikat itu Rp7 sampai 8 miliar, sedangkan buatan Indonesia Rp4 miliar," katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan dari 21 sensor tsunami yang disebar di Indonesia terdiri dari delapan unit dari Indonesia, Jerman 10 unit, Malaysia satu unit, dan Amerika Serikat dua unit sudah tidak ada yang beroperasi.
"Tanpa biaya pemeliharaan dan operasi menyebabkan buoy tidak berfungsi. Kondisi ini menyulitkan untuk memastikan apakah tsunami benar terjadi di lautan atau tidak," tuturnya.
Saat ini, kata dia, di Indonesia hanya mengandalkan lima sensor tsunami milik internasional di sekitar wilayah Indonesia, yaitu satu unit di barat Aceh milik India, satu unit di Laut Andaman milik Thailand, dua unit di selatan Sumba dekat Australia milik Australia, dan satu unit di utara Papua milik Amerika Serikat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Disebabkan vandalisme dan ketiadaan biaya operasi serta pemeliharaan di BPPT," kata dia, di Kantor BNBP, Jakarta, Kamis.
Menurutnya, sensor tsunami di lautan banyak dirusak orang tidak bertanggung jawab, misalnya sensor tsunami yang dipasang di Laut Banda pada April 2009, namun pada September 2009 rusak dan hanyut ke utara Sulawesi.
"Untuk diketahui, harga satu unit sensor tsunami buatan Amerika Serikat itu Rp7 sampai 8 miliar, sedangkan buatan Indonesia Rp4 miliar," katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan dari 21 sensor tsunami yang disebar di Indonesia terdiri dari delapan unit dari Indonesia, Jerman 10 unit, Malaysia satu unit, dan Amerika Serikat dua unit sudah tidak ada yang beroperasi.
"Tanpa biaya pemeliharaan dan operasi menyebabkan buoy tidak berfungsi. Kondisi ini menyulitkan untuk memastikan apakah tsunami benar terjadi di lautan atau tidak," tuturnya.
Saat ini, kata dia, di Indonesia hanya mengandalkan lima sensor tsunami milik internasional di sekitar wilayah Indonesia, yaitu satu unit di barat Aceh milik India, satu unit di Laut Andaman milik Thailand, dua unit di selatan Sumba dekat Australia milik Australia, dan satu unit di utara Papua milik Amerika Serikat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016