Jakarta (Antara Bali) - Jumlah permohonan paten dari Indonesia melalui biro internasional World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asean pada periode 2004-2014.

“Dari 10 persen paten dalam negeri, hanya sekitar 50 persen terkait dengan sektor industri,” Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munadar melalui siaran pers diterima di Jakarta, Selasa.

Pada 2014, dari 8.023 jumlah permohonan paten yang didaftarkan di Indonesia, hanya 10 persen yang diajukan oleh warga Indonesia dan sisanya diajukan oleh warga asing.

Menurut Haris, rendahnya permohonan paten tersebut mengindikasikan inovasi dalam proses penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menghasilkan paten bernilai komersial di dalam negeri masih rendah dan terkesan kurang serius, sehingga dirasa tidak layak didaftarkan melalui WIPO.

“Kekurang-seriusan ini dipicu karena budaya bangsa kita lebih cenderung sebagai konsumen daripada membuat atau mencipta. Selain itu juga kebanyakan ilmuwan hanya menggunakan atau memodifikasi teknologi yang sudah ada untuk mengerjakanproyek-proyek mereka,” paparnya.

Untuk itu, sebagai salah satu tugas dan fungsi BPPI, pelaksanaan kegiatan Business Gethering dalam rangka mempercepat proses penyampaian informasi.

Upaya tersebut dilakukan baik dari pihak Balai mengenai hasil litbang dan jenis layanan teknologi yang dapat diberikan maupun dari pihak industri dalam mengemukakan berbagai permasalahan yang dihadapi pada sektornya untuk mencari solusi.

Selain itu, lembaga litbang juga diharapkan mampu memfasilitasi pengembangan industri baru berbasis inovasi teknologi, yang mampu menerapkan hasil litbang menjadi produk terapan yang berdaya saing tinggi, yaitu melalui layananscience & techno park serta inkubator bisnis. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Sella Panduarsa Gareta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016