Semarapura (Antara Bali) - Maestro seni lukis I Nyoman Gunarsa menyatakan sudah saatnya harkat dan martabat seniman diangkat karena merupakan pencipta dari suatu produk kebudayaan.
"Seniman itu kreator budaya, jadi seharusnya didudukkan pada tempat yang benar. Sumbangsih atau kreasi seniman harusnya dihargai," ujar I Nyoman Gunarsa di Semarapura, Klungkung, Bali, Minggu.
Dia menyayangkan, pada berbagai pertemuan atau kegiatan kenegaraan, justru yang menempati posisi di depan adalah para pejabat, yang notabene seharusnya lebih konsentrasi mengurusi negara. Ketimbang ingin menonjolkan diri dengan tampil di depan.
"Yang sering terlihat seniman berada di posisi belakang. Semestinya seniman duduk sejajar dengan kepala negara, gubernur atau bupati. Bukan malah di belakang sehingga peran dan kiprahnya tak terlihat," ucap dia.
Gunarsa melanjutkan, realitanya yang mengharumkam nama bangsa ini di luar negeri, tidak lain berkat jasa dan bakat istimewa seorang seniman. Misalnya dengan kepiawaian melukis, menari, menabuh gamelan atau lainnya.
Sebagai pembanding, ujar dia, kalau di Prancis maka nama-nama senimannya diagungkan dan dihargai. Contohnya, Leonardo da Vinci, Vincent Van Gogh atau Pablo Picasso, selalu disebut-sebut sebagai tokoh yang berjasa mengangkat nama Perancis.
Dikatakan Gunarsa, selama ini peran pemerintah dalam mengangkat nama seniman itu masih "jomplang". Padahal tugas seniman adalah menghasilkan karya terbaik sesuai bakatnya. Jadi seharusnya pemerintah bisa berperan untuk mengenalkan karya seniman itu ke publik.
"Jika seniman sudah memeras kemampuan untuk berkarya, masih lagi ada tambahan tugas untuk menjual dan mempromosikan karya, ini tugas berat. Seharusnya pemerintah mengambil peran di sini," ucap dia.
Kenyataannya, kata Gunarsa, karena peran pemerintah masih jomplang, maka banyak seniman yang hidupnya susah. Hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, tidak memiliki rumah atau tanah untuk bertempat tinggal.
"Banyak seniman hebat di Indonesia, tapi hidupnya beratap langit. Ini sungguh ironi," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Seniman itu kreator budaya, jadi seharusnya didudukkan pada tempat yang benar. Sumbangsih atau kreasi seniman harusnya dihargai," ujar I Nyoman Gunarsa di Semarapura, Klungkung, Bali, Minggu.
Dia menyayangkan, pada berbagai pertemuan atau kegiatan kenegaraan, justru yang menempati posisi di depan adalah para pejabat, yang notabene seharusnya lebih konsentrasi mengurusi negara. Ketimbang ingin menonjolkan diri dengan tampil di depan.
"Yang sering terlihat seniman berada di posisi belakang. Semestinya seniman duduk sejajar dengan kepala negara, gubernur atau bupati. Bukan malah di belakang sehingga peran dan kiprahnya tak terlihat," ucap dia.
Gunarsa melanjutkan, realitanya yang mengharumkam nama bangsa ini di luar negeri, tidak lain berkat jasa dan bakat istimewa seorang seniman. Misalnya dengan kepiawaian melukis, menari, menabuh gamelan atau lainnya.
Sebagai pembanding, ujar dia, kalau di Prancis maka nama-nama senimannya diagungkan dan dihargai. Contohnya, Leonardo da Vinci, Vincent Van Gogh atau Pablo Picasso, selalu disebut-sebut sebagai tokoh yang berjasa mengangkat nama Perancis.
Dikatakan Gunarsa, selama ini peran pemerintah dalam mengangkat nama seniman itu masih "jomplang". Padahal tugas seniman adalah menghasilkan karya terbaik sesuai bakatnya. Jadi seharusnya pemerintah bisa berperan untuk mengenalkan karya seniman itu ke publik.
"Jika seniman sudah memeras kemampuan untuk berkarya, masih lagi ada tambahan tugas untuk menjual dan mempromosikan karya, ini tugas berat. Seharusnya pemerintah mengambil peran di sini," ucap dia.
Kenyataannya, kata Gunarsa, karena peran pemerintah masih jomplang, maka banyak seniman yang hidupnya susah. Hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, tidak memiliki rumah atau tanah untuk bertempat tinggal.
"Banyak seniman hebat di Indonesia, tapi hidupnya beratap langit. Ini sungguh ironi," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016