Denpasar (Antara Bali) - Polda Bali secara resmi menetapkan Komisaris Utama PT Baliconsultan Life Insurance, Made Paris Adnyana sebagai tersangka pelaku serangkaian penipuan terhadap ribuan nasabah.
"Made Paris resmi kami ditetapkan sebagai tersangka setelah yang bersangkutan menjalani pemeriksaan di ruang Sat II Ekonomi Polda Bali," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Gde Sugianyar di Denpasar, Senin.
Ia menyebutkan, Komisaris Utama PT Balicon itu ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penipuan terhadap ribuan nasabah tersebar di Pulau Dewata.
Aksi penipuan dilakukan dengan mengiming-imingi nasabah dengan bunga uang simpasan yang cukup besar, selain dengan penggandaan uang berkedok asuransi, ujarnya.
Ia menjelaskan, kasus Balicon ini mencuat setelah Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) Jakarta melaporkan temuannya di PT tersebut ke Polda Bali pada Agustus 2010.
"BPPM antara lain melaporkan bahwa PT Balicon tidak memili izin operasi," katanya.
PT Balicon yang berdiri sejak 31 Maret 2009 dengan kantor pusat di Kota Negara, Kabupaten Jembrana, Bali dan cabangnya di Jalan PB Sudirman No.19 Denpasar, serta di Klungkung dan Gianyar, dilaporkan tidak memiliki izin.
Dari laporan itu petugas terus melakukan penyelidikan hingga ujungnya ditemukan adanya tindak penipuan terhadap para nasabah.
Kombes Gde Sugianyar mengatakan, keterangan sementara yang didapat dari penyelidikan, terungkap bahwa PT Balicon bergerak pada tiga bidang usaha, yakni Balicon Asuransi, Balicon Muda Mandiri (yang bergerak menjual belikan kendaraan) dan Balicon Konsultan.
"Dari tiga bidang itu, Balicon mempunyai empat program, yakni prima income, tahapan dana belajar serta asuransi kumpulan dan kesehatan," ujarnya.
Dikatakan, yang mencuat menjadi kasus penipuan kali ini, adalah program tahapan dana belajar.
Sugianyar menyebutkan, untuk program dana belajar itu, Balicon membuat aturan tersendiri, yakni setiap nasabah yang menyetorkan uang Rp19 juta, maka selama satu tahun si nasabah itu akan memperoleh keuntungan 30 persen, atau jumlah itu kalau dibulatkan menjadi 24 juta selama satu tahun.
"Jadi bagi nasabah yang menyimpan uang Rp19 juta, setelah satu tahun memperoleh keuntungan Rp5 juta," ucapnya dengan menambahkan, karena untung besar, akhirnya banyak warga yang tergiur untuk ikut program itu.
Dikatakan, karena cukup membludaknya kedatangan nasabah yang ikut program itu, maka sejak tiga bulan lalu PT Balicon tidak lagi menerima nasabah baru.
Sugianyar mengatakan, berkaca dari kasus yang muncul sebelumnya, yakni "tragedi" KKM, sangat disayangkan bahwa masyarakat kemudian kembali tergiur dengan keutungan yang ditawarkan Balicon.
Ditanya tentang kemungkinan adanya tambahan tersangka serta jumlah uang yang sudah berhasil disita petugas, Kabid Humas mengatakan, "Kami belum sampai ke sana, masih fokus dalam penyelidikan."
Sementara tersangka Made Paris Adnyana, kendati sudah diamanakan, tetapi yang bersangkutan belum ditahan. "Memang sudah jadi tersangka, tapi belum ditahan. Ya kita lihat saja besok," katanya.
Mengenai saksi yang telah diperiksa tercatat sebanyak sembilan orang, sedangkan untuk barang bukti yang disita hanya sebuah perangkat komputer dan cek list milik 21.000 nasabah.
Atas perbuatannya, kata dia, tersangka dijerat dengan pasal 21 (1) jo pasal 9 (1) UU No.2 tahun 1992 tentang Asuransi, dengan ancaman 15 tahun penjara.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Made Paris resmi kami ditetapkan sebagai tersangka setelah yang bersangkutan menjalani pemeriksaan di ruang Sat II Ekonomi Polda Bali," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Gde Sugianyar di Denpasar, Senin.
Ia menyebutkan, Komisaris Utama PT Balicon itu ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penipuan terhadap ribuan nasabah tersebar di Pulau Dewata.
Aksi penipuan dilakukan dengan mengiming-imingi nasabah dengan bunga uang simpasan yang cukup besar, selain dengan penggandaan uang berkedok asuransi, ujarnya.
Ia menjelaskan, kasus Balicon ini mencuat setelah Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) Jakarta melaporkan temuannya di PT tersebut ke Polda Bali pada Agustus 2010.
"BPPM antara lain melaporkan bahwa PT Balicon tidak memili izin operasi," katanya.
PT Balicon yang berdiri sejak 31 Maret 2009 dengan kantor pusat di Kota Negara, Kabupaten Jembrana, Bali dan cabangnya di Jalan PB Sudirman No.19 Denpasar, serta di Klungkung dan Gianyar, dilaporkan tidak memiliki izin.
Dari laporan itu petugas terus melakukan penyelidikan hingga ujungnya ditemukan adanya tindak penipuan terhadap para nasabah.
Kombes Gde Sugianyar mengatakan, keterangan sementara yang didapat dari penyelidikan, terungkap bahwa PT Balicon bergerak pada tiga bidang usaha, yakni Balicon Asuransi, Balicon Muda Mandiri (yang bergerak menjual belikan kendaraan) dan Balicon Konsultan.
"Dari tiga bidang itu, Balicon mempunyai empat program, yakni prima income, tahapan dana belajar serta asuransi kumpulan dan kesehatan," ujarnya.
Dikatakan, yang mencuat menjadi kasus penipuan kali ini, adalah program tahapan dana belajar.
Sugianyar menyebutkan, untuk program dana belajar itu, Balicon membuat aturan tersendiri, yakni setiap nasabah yang menyetorkan uang Rp19 juta, maka selama satu tahun si nasabah itu akan memperoleh keuntungan 30 persen, atau jumlah itu kalau dibulatkan menjadi 24 juta selama satu tahun.
"Jadi bagi nasabah yang menyimpan uang Rp19 juta, setelah satu tahun memperoleh keuntungan Rp5 juta," ucapnya dengan menambahkan, karena untung besar, akhirnya banyak warga yang tergiur untuk ikut program itu.
Dikatakan, karena cukup membludaknya kedatangan nasabah yang ikut program itu, maka sejak tiga bulan lalu PT Balicon tidak lagi menerima nasabah baru.
Sugianyar mengatakan, berkaca dari kasus yang muncul sebelumnya, yakni "tragedi" KKM, sangat disayangkan bahwa masyarakat kemudian kembali tergiur dengan keutungan yang ditawarkan Balicon.
Ditanya tentang kemungkinan adanya tambahan tersangka serta jumlah uang yang sudah berhasil disita petugas, Kabid Humas mengatakan, "Kami belum sampai ke sana, masih fokus dalam penyelidikan."
Sementara tersangka Made Paris Adnyana, kendati sudah diamanakan, tetapi yang bersangkutan belum ditahan. "Memang sudah jadi tersangka, tapi belum ditahan. Ya kita lihat saja besok," katanya.
Mengenai saksi yang telah diperiksa tercatat sebanyak sembilan orang, sedangkan untuk barang bukti yang disita hanya sebuah perangkat komputer dan cek list milik 21.000 nasabah.
Atas perbuatannya, kata dia, tersangka dijerat dengan pasal 21 (1) jo pasal 9 (1) UU No.2 tahun 1992 tentang Asuransi, dengan ancaman 15 tahun penjara.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010