Batang pohon tebu yang dikombinasi sedemikian rupa dengan rangkaian janur (penjor tebu) menghiasi sebagian besar gerbang/pintu masuk pekarangan rumah warga keturunan Tionghoa dalam menyambut Tahun Baru Imlek 2567 di Pulau Dewata, Senin (8/2).
Nuansa religius itu hampir mirip dengan umat Hindu yang akan merayakan Galungan, Hari Kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan) pada Rabu (10/3) atau setiap 210 hari sekali.
Penjor rangkaian janur pada sebatang bambu khas Pulau Dewata juga dipasang pada gerbang/pintu masuk rumah umat Hindu saat merayakan Galungan, bedanya dalam menyambut tahun baru Imlek kali ini bambu diganti dengan batang tebu.
Hal itu mencerminkan terjadinya pembauran dan toleransi kehidupan beragama yang semakin kokoh, hidup harmonis, berdampingan satu sama lainnya tanpa pernah terjadi konflik.
Bahkan alunan instrumen musik tradisional Bali (gamelan) ikut mengiringi warga keturunan Tionghoa dalam merayakan Tahun Baru Imlek 2567 di Kelenteng Ling Gwan Kiong, Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng.
"Persembahyangan Imlek dengan diiringi gamelan Bali selama ini telah diwarisinya secara turun temurun di salah satu kelenteng tertua di Bali utara," tutur Ketua Majelis Tri Dharma Buleleng, The Pik Hong.
Akulturasi budaya antara Bali dan Tionghoa melahirkan rasa solidarisme antarsesama umat di daerah itu, terlebih beberapa kalangan penabuh (pemain) gamelan berasal dari masyarakat Hindu Bali.
Hal itu mencerminkan adanya akulturasi budaya yang begitu indah, sehingga ikut memberikan andil bagi Bali sebagai daerah tujuan wisata yang selama ini dikenal dengan seni dan budayanya yang "adiluhung.
Akulturasi budaya itu juga sebagai wujud nyata kebijaksanaan para leluhur Tionghoa yang membawa kepercayaannya dengan tetap memakai tradisi lokal (local wisdom) yang ada di Bali.
Kebudayaan Tionghoa sudah ada sekitar abad ke-11 Masehi atau sekitar seribu tahun silam sejak zaman Raja Jaya Pangus pernah berkuasa di daratan Bali.
Akulturasi budaya antara Bali dan Tionghoa juga tercermin dari banyaknya umat Hindu Bali atau umat lintas agama yang ikut melakukan aktivitas persembahyangan sejumlah kelenteng dan vihara di daerah Bali utara.
Ribuan warga keturunan Tionghoa di Buleleng melakukan sembahyang pada Minggu (7/2) malam di sejumlah klenteng dan vihara untuk memohon keselamatan dan kesejahteran pada tahun baru dengan sio monyet api ini.
"Pada dasarnya tempat beribadah kami memang terbuka untuk siapa saja yang ingin datang dan melakukan aktivitas ritual," ujar The Pik Hong yang juga Ketua Majelis Rohaniawan Tri Dharma Buleleng.
Kelenteng yang berlokasi di dalam areal objek wisata Eks Pelabuhan Buleleng di Kota Singaraja tersebut sudah berdiri sejak tahun 1873 silam dan sejak puluhan tahun selalu ramai dikunjungi masyarakat lintas agama.
Banyak kalangan masyarakat utamanya umat Hindu di daerah itu ikut melakukan prosesi persembahan dupa dan rangkaian bunga (canang sari) memohon berkah keselamatan, kesehatan dan kemakmuran.
Perayaan Imlek pada dasarnya bukan hanya milik kalangan umat Tionghoa namun juga semua kalangan umat manusia di seluruh dunia. Hal itu sesuai dengan beberapa prasasti digubah ke dalam buku sejarah Tionghoa di Bali yang menyatakan, bahwa Imlek sebagai salah satu hari raya tradisional terbesar milik semua umat.
Kirab Barongsai
Sementara warga keturunan Tionghoa di Vihara Darmayana Kuta, Kabupaten Badung, Bali, menggelar kirab barongsai dan naga di seputar kawasan wisata Kuta pada Minggu (7/2) malam yang diyakini mampu untuk menetralisir pengaruh negatif.
Kegiatan kirab melibatkan lima barongsai dan satu naga diiringi instrumen gamelan Bali, sehingga secara tidak langsung kegiatan ritual itu menarik perhatian sebagian wisatawan mancanegara yang sedang berlibur di Pulau Dewata.
Prosesi berjalan mengelilingi Vihara Dharmayana dan jalan-jalan protokol di kawasan Kuta dan sekitarnya, tutur Ketua II Pengurus Vihara Darmayana Kuta, Luwih Berata.
Pergelaran barongsai dan naga "ngelawang" berlangsung sekitar dua jam, 17.00-19.00 Wita dan diupayakan sedapat mungkin tidak mengganggu lalu lintas yang kondisinya selama ini sangat padat.
Pihak panitia sebelumnya telah berkoordinasi dengan kepolisian setempat dan "pecalang" petugas keamanan desa adat Kuta untuk membantu kelancarannya, mengingat arus lalu lintas di kawasan Kuta sangat padat. Semua kegiatan dalam rangkaian imlek dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
Sementara General Manager PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Ngurah Rai Trikora Harjo menjelaskan, ribuan wisatawan Tiongkok berlibur di Bali sekaligus merayakan Imlek.
Mereka tiba di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali, dengan pesawat carter dari sejumlah kota di Tiongkok dan pihak bandar udara telah memberikan pelayanan yang maksimal.
Selama Februari 2016, sedikitnya 200 penerbangan tidak berjadwal atau carter terbang ke Pulau Dewata membawa sekitar 5.000 wisatawan yang menghabiskan masa libur di Bali.
Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Multikultur, Kemerterian Pariwisata Hari Untoro Dradjat menjelaskan, masyarakat Tiongkok semakin tertarik merayakan tahun baru Imlek 2567 keluar negeri sekaligus berlibur ke objek wisata, salah satunya ke Pulau Bali.
Warga Tiongkok memang mengisi tahun baru Imlek sekaligus mereka berlibur ke berbagai negara, salah satunya ke Indonesia, yakni Bali.
Pola hidup masyarakat Tiongkok adalah pekerja ulet dan perekonomiannya terus mengalami peningkatan, sehingga ketika mereka ada kesempatan berlibur maka memanfaatkan dengan berwisata ke luar negeri.
"Kalau saya memantau pergerakan wisatawan asal negeri Tirai Bambu terus mengalami peningkatan ke Indonesia, terutama ke Pulau Dewata," ujarnya.
Wisatawan asal Tiongkok lebih suka dengan keindahan alam, seperti pantai, objek wisata alam, seni budaya dan tidak kalah pentingnya mereka berbelanja.
Peluang untuk mendatangkan wisatawan Tiongkok cukup besar, sebab Indonesia sangat kaya dengan objek wisata alam, dan ragam seni budaya di Tanah Air. Langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan pembenahan daya dukung pariwisata, seperti infrastruktur dan penunjang sektor pariwisata itu sendiri," ucapnya.
Bali memang menjadi tujuan wisata dunia, termasuk wisatawan asal Tiongkok untuk berliburnya ke Pulau Dewata, namun demikian peluang ini harus dimanfaatkan daerah lain untuk menggaet mereka akan tertarik berkunjung ke daerah tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat selama 2015, wisatawan Tiongkok ke Pulau Dewata sebanyak 688.469 orang atau naik 17,43 persen dari periode sama tahun sebelumnya.
Jumlah itu berkontribusi sekitar 17,20 persen terhadap keseluruhan jumlah wisatawan mancanegara ke Bali yang mencapai 4.001.835 orang atau melonjak tipis sebesar 6,24 persen dari total turis pada tahun 2014. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Nuansa religius itu hampir mirip dengan umat Hindu yang akan merayakan Galungan, Hari Kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan) pada Rabu (10/3) atau setiap 210 hari sekali.
Penjor rangkaian janur pada sebatang bambu khas Pulau Dewata juga dipasang pada gerbang/pintu masuk rumah umat Hindu saat merayakan Galungan, bedanya dalam menyambut tahun baru Imlek kali ini bambu diganti dengan batang tebu.
Hal itu mencerminkan terjadinya pembauran dan toleransi kehidupan beragama yang semakin kokoh, hidup harmonis, berdampingan satu sama lainnya tanpa pernah terjadi konflik.
Bahkan alunan instrumen musik tradisional Bali (gamelan) ikut mengiringi warga keturunan Tionghoa dalam merayakan Tahun Baru Imlek 2567 di Kelenteng Ling Gwan Kiong, Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng.
"Persembahyangan Imlek dengan diiringi gamelan Bali selama ini telah diwarisinya secara turun temurun di salah satu kelenteng tertua di Bali utara," tutur Ketua Majelis Tri Dharma Buleleng, The Pik Hong.
Akulturasi budaya antara Bali dan Tionghoa melahirkan rasa solidarisme antarsesama umat di daerah itu, terlebih beberapa kalangan penabuh (pemain) gamelan berasal dari masyarakat Hindu Bali.
Hal itu mencerminkan adanya akulturasi budaya yang begitu indah, sehingga ikut memberikan andil bagi Bali sebagai daerah tujuan wisata yang selama ini dikenal dengan seni dan budayanya yang "adiluhung.
Akulturasi budaya itu juga sebagai wujud nyata kebijaksanaan para leluhur Tionghoa yang membawa kepercayaannya dengan tetap memakai tradisi lokal (local wisdom) yang ada di Bali.
Kebudayaan Tionghoa sudah ada sekitar abad ke-11 Masehi atau sekitar seribu tahun silam sejak zaman Raja Jaya Pangus pernah berkuasa di daratan Bali.
Akulturasi budaya antara Bali dan Tionghoa juga tercermin dari banyaknya umat Hindu Bali atau umat lintas agama yang ikut melakukan aktivitas persembahyangan sejumlah kelenteng dan vihara di daerah Bali utara.
Ribuan warga keturunan Tionghoa di Buleleng melakukan sembahyang pada Minggu (7/2) malam di sejumlah klenteng dan vihara untuk memohon keselamatan dan kesejahteran pada tahun baru dengan sio monyet api ini.
"Pada dasarnya tempat beribadah kami memang terbuka untuk siapa saja yang ingin datang dan melakukan aktivitas ritual," ujar The Pik Hong yang juga Ketua Majelis Rohaniawan Tri Dharma Buleleng.
Kelenteng yang berlokasi di dalam areal objek wisata Eks Pelabuhan Buleleng di Kota Singaraja tersebut sudah berdiri sejak tahun 1873 silam dan sejak puluhan tahun selalu ramai dikunjungi masyarakat lintas agama.
Banyak kalangan masyarakat utamanya umat Hindu di daerah itu ikut melakukan prosesi persembahan dupa dan rangkaian bunga (canang sari) memohon berkah keselamatan, kesehatan dan kemakmuran.
Perayaan Imlek pada dasarnya bukan hanya milik kalangan umat Tionghoa namun juga semua kalangan umat manusia di seluruh dunia. Hal itu sesuai dengan beberapa prasasti digubah ke dalam buku sejarah Tionghoa di Bali yang menyatakan, bahwa Imlek sebagai salah satu hari raya tradisional terbesar milik semua umat.
Kirab Barongsai
Sementara warga keturunan Tionghoa di Vihara Darmayana Kuta, Kabupaten Badung, Bali, menggelar kirab barongsai dan naga di seputar kawasan wisata Kuta pada Minggu (7/2) malam yang diyakini mampu untuk menetralisir pengaruh negatif.
Kegiatan kirab melibatkan lima barongsai dan satu naga diiringi instrumen gamelan Bali, sehingga secara tidak langsung kegiatan ritual itu menarik perhatian sebagian wisatawan mancanegara yang sedang berlibur di Pulau Dewata.
Prosesi berjalan mengelilingi Vihara Dharmayana dan jalan-jalan protokol di kawasan Kuta dan sekitarnya, tutur Ketua II Pengurus Vihara Darmayana Kuta, Luwih Berata.
Pergelaran barongsai dan naga "ngelawang" berlangsung sekitar dua jam, 17.00-19.00 Wita dan diupayakan sedapat mungkin tidak mengganggu lalu lintas yang kondisinya selama ini sangat padat.
Pihak panitia sebelumnya telah berkoordinasi dengan kepolisian setempat dan "pecalang" petugas keamanan desa adat Kuta untuk membantu kelancarannya, mengingat arus lalu lintas di kawasan Kuta sangat padat. Semua kegiatan dalam rangkaian imlek dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
Sementara General Manager PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Ngurah Rai Trikora Harjo menjelaskan, ribuan wisatawan Tiongkok berlibur di Bali sekaligus merayakan Imlek.
Mereka tiba di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali, dengan pesawat carter dari sejumlah kota di Tiongkok dan pihak bandar udara telah memberikan pelayanan yang maksimal.
Selama Februari 2016, sedikitnya 200 penerbangan tidak berjadwal atau carter terbang ke Pulau Dewata membawa sekitar 5.000 wisatawan yang menghabiskan masa libur di Bali.
Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Multikultur, Kemerterian Pariwisata Hari Untoro Dradjat menjelaskan, masyarakat Tiongkok semakin tertarik merayakan tahun baru Imlek 2567 keluar negeri sekaligus berlibur ke objek wisata, salah satunya ke Pulau Bali.
Warga Tiongkok memang mengisi tahun baru Imlek sekaligus mereka berlibur ke berbagai negara, salah satunya ke Indonesia, yakni Bali.
Pola hidup masyarakat Tiongkok adalah pekerja ulet dan perekonomiannya terus mengalami peningkatan, sehingga ketika mereka ada kesempatan berlibur maka memanfaatkan dengan berwisata ke luar negeri.
"Kalau saya memantau pergerakan wisatawan asal negeri Tirai Bambu terus mengalami peningkatan ke Indonesia, terutama ke Pulau Dewata," ujarnya.
Wisatawan asal Tiongkok lebih suka dengan keindahan alam, seperti pantai, objek wisata alam, seni budaya dan tidak kalah pentingnya mereka berbelanja.
Peluang untuk mendatangkan wisatawan Tiongkok cukup besar, sebab Indonesia sangat kaya dengan objek wisata alam, dan ragam seni budaya di Tanah Air. Langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan pembenahan daya dukung pariwisata, seperti infrastruktur dan penunjang sektor pariwisata itu sendiri," ucapnya.
Bali memang menjadi tujuan wisata dunia, termasuk wisatawan asal Tiongkok untuk berliburnya ke Pulau Dewata, namun demikian peluang ini harus dimanfaatkan daerah lain untuk menggaet mereka akan tertarik berkunjung ke daerah tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat selama 2015, wisatawan Tiongkok ke Pulau Dewata sebanyak 688.469 orang atau naik 17,43 persen dari periode sama tahun sebelumnya.
Jumlah itu berkontribusi sekitar 17,20 persen terhadap keseluruhan jumlah wisatawan mancanegara ke Bali yang mencapai 4.001.835 orang atau melonjak tipis sebesar 6,24 persen dari total turis pada tahun 2014. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016