Denpasar (Antara Bali) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Denpasar Bali, menuntut terdakwa Agustay Hamdamay (25) yang ikut serta membantu pembunuh korban Engeline, dengan hukuman selama 12 tahun dan denda Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan penjara.
"Terdakwa bersalah membiarkan kekerasan pada anak yang mengakibatkan anak mati (Engeline) dan ikut membantu mengubur dan menyembunyikan keberadaan korban," Ketua Tim JPU Ketut Maha Agung, dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga itu, terdakwa dijerat dengan Pasal 76 C jo Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 terkait perlindungan anak.
Kemudian, JPU juga menjerat terdakwa dengan Pasal 181 KUHP tentang berperan serta ikut melakukan penguburan jenazah korban.
Hal yang memberatkan tuntutan terdakwa karena, membiarkan kekerasan pada anak yang dilakukan Margriet yang diketahuinya, ikut membantu penguburan jenazah korban dan tidak berusaha memberikan pertolongan kepada korban.
Kemudian, yang meringankan tuntutan terdakwa karena, menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, tidak berbelit-belit, mengungkap fakta pelaku pembunuhan korban sebenarnya dan terdakwa masih muda.
Mendengar tuntutan JPU tersebut, terdakwa yang didampingi penasehat hukumnya Haposan Sihombing itu menyatakan mengajukan pembelaan atau Pledoi dalam sidang itu.
Oleh sebab itu, hakim menyatakan pembelaan akan dilakukan pada Selasa (16/2) depan, agar tidak berbenturan dengan libur Hari Raya Umat Hindu.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa pada 16 Mei 2015 Pukul 12.30 Wita, terdakwa Margariet memukul korban dengan tangan kosong dengan tangan dan membenturkan kepala korban ke tembok sehingga Engeline menangis.
Margriet kemudian memanggil terdakwa Agustay menuju ke kamar terdakwa dan Agustay melihat ibu angkat Engeline itu sedang memegang rambut korban.
Selanjutnya membanting korban ke lantai sehingga korban terjatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai sehingga korban terkulai lemas.
Margariet kemudian mengancam Agustay agar tidak memberitahu kepada orang lain kalau dirinya memukul Engeline, dan dijanjikan imbalan uang Rp200 juta pada 24 Mei 2015, apabila mau mengikuti keinginnanya. Terdakwa diminta Margriet untuk mengambil kain sprei dan seutas tali untuk diikat ke leher Engeline.
Kemudian, Agustay diperintahkan Margariet mengambil boneka Berbie milik Engeline dan meletakan ke dada korban.
Margariet menyuruh terdakwa membuka baju dan meletakkannya di atas tubuh Engeline, kemudian menyuruh memperkosanya. Agustay menolak dan berlari ke kamarnya.
Agustay kemudian mencuci tangannya dan membuka celana pendeknya serta mengambil korden warna merah yang diserahkan kepada terdakwa dan ditaruh di dekat korban.
Selanjutnya, terdakwa menyuruh membakar rokok dan menyulutnya ke tubuh korban. Agustay tidak mau dan membuang rokok tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Terdakwa bersalah membiarkan kekerasan pada anak yang mengakibatkan anak mati (Engeline) dan ikut membantu mengubur dan menyembunyikan keberadaan korban," Ketua Tim JPU Ketut Maha Agung, dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga itu, terdakwa dijerat dengan Pasal 76 C jo Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 terkait perlindungan anak.
Kemudian, JPU juga menjerat terdakwa dengan Pasal 181 KUHP tentang berperan serta ikut melakukan penguburan jenazah korban.
Hal yang memberatkan tuntutan terdakwa karena, membiarkan kekerasan pada anak yang dilakukan Margriet yang diketahuinya, ikut membantu penguburan jenazah korban dan tidak berusaha memberikan pertolongan kepada korban.
Kemudian, yang meringankan tuntutan terdakwa karena, menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, tidak berbelit-belit, mengungkap fakta pelaku pembunuhan korban sebenarnya dan terdakwa masih muda.
Mendengar tuntutan JPU tersebut, terdakwa yang didampingi penasehat hukumnya Haposan Sihombing itu menyatakan mengajukan pembelaan atau Pledoi dalam sidang itu.
Oleh sebab itu, hakim menyatakan pembelaan akan dilakukan pada Selasa (16/2) depan, agar tidak berbenturan dengan libur Hari Raya Umat Hindu.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa pada 16 Mei 2015 Pukul 12.30 Wita, terdakwa Margariet memukul korban dengan tangan kosong dengan tangan dan membenturkan kepala korban ke tembok sehingga Engeline menangis.
Margriet kemudian memanggil terdakwa Agustay menuju ke kamar terdakwa dan Agustay melihat ibu angkat Engeline itu sedang memegang rambut korban.
Selanjutnya membanting korban ke lantai sehingga korban terjatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai sehingga korban terkulai lemas.
Margariet kemudian mengancam Agustay agar tidak memberitahu kepada orang lain kalau dirinya memukul Engeline, dan dijanjikan imbalan uang Rp200 juta pada 24 Mei 2015, apabila mau mengikuti keinginnanya. Terdakwa diminta Margriet untuk mengambil kain sprei dan seutas tali untuk diikat ke leher Engeline.
Kemudian, Agustay diperintahkan Margariet mengambil boneka Berbie milik Engeline dan meletakan ke dada korban.
Margariet menyuruh terdakwa membuka baju dan meletakkannya di atas tubuh Engeline, kemudian menyuruh memperkosanya. Agustay menolak dan berlari ke kamarnya.
Agustay kemudian mencuci tangannya dan membuka celana pendeknya serta mengambil korden warna merah yang diserahkan kepada terdakwa dan ditaruh di dekat korban.
Selanjutnya, terdakwa menyuruh membakar rokok dan menyulutnya ke tubuh korban. Agustay tidak mau dan membuang rokok tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016