Menikmati secangkir kopi di tepi jurang dengan sesekali mendengarkan lengkingan monyet hutan dan pemandangan embun yang mengapung di atas dedaunan hutan Payangan, mengeluarkan rasa berbeda serta cita kedamaian yang menyejukkan jiwa.

Sajian itu terasa istimewa, di mana biji-biji kopi Bali dimasak dengan lima tingkat kematangan berbeda. Rasanya tidak berbeda dengan biji kopi yang disangrai dengan periuk tanah, seperti lazimnya pada zaman dahulu yang telah menjadi kebiasaan masyarakat pedesaan.

"Kopi yang dimasak dengan tingkat kematangan berbeda ini, menjadi sajian andalan dalam Kopi Wayang, brand yang kami usung untuk meningkatkan harkat kopi Nusantara," ujar Tude Mudarsa, pelaku usaha kopi di kawasan Payangan, Buahan, Girikusuma, Gianyar, Bali.

Biji kopi Arabica dan Robusta yang dimasak berasal dari daerah Kintamani dan Banyuatis. Setelah menjadi kopi bubuk, dimasukkan dalam kemasan 150 gram yang dijual dengan harga antara Rp10 ribu-Rp30 ribu, tergantung jenis biji kopi yang digunakan. Selanjutnya, biji kopi nanti juga akan didatangkan dari daerah Aceh, Bali, Lampung, Jawa dan Toraja, untuk memperkaya rasa.

"Negara kita adalah salah satu penghasil kopi terbesar di dunia. Kopi Indonesia sangat terkenal dengan kenikmatan cita rasanya," ujar Tude.

Tahun 1706, Kopi Jawa telah diteliti pihak Belanda di Amsterdam. Hasil penelitian itu kemudian diperkenalkan dan ditanam di Jardin des Plantes oleh Raja Louis XIV.

Ekspor kopi Indonesia pertama kali dilakukan VOC pada tahun 1711. Dalam kurun waktu 10 tahun, volume ekspor meningkat hingga 60 ton/tahun. Kopi Jawa sangat masyhur saat itu di Eropa. Sampai-sampai orang Eropa jika menikmati kopi, menyebutnya dengan "secangkir Jawa". Hingga pertengahan abad ke-19, Kopi Jawa tetap menjadi kopi terbaik di dunia.

"Kemasyhuran Nusantara sebagai penghasil kopi di pentas dunia, membuat saya mantap menerjuni bisnis kopi ketika kembali ke Bali," ucap lelaki kelahiran Denpasar ini.

    
Pelayan Kedai Kopi
Jauh sebelum menekuni bisnis kopi, Tude memiliki sejarah pekerjaan yang panjang. Bermula ketika tamat SMA dan meneruskan kuliah di Jurusan Teknik Industri dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) di Surabaya.

Setelah lulus, Tude mengukir mimpi ingin melanjutkan S2 di Universitas Trisakti sehingga kemudian berangkat ke Jakarta. Untuk mengumpulkan biaya, Tude kemudian melamar pekerjaan di kedai kopi Vietnam sebagai pelayan.

"Saya akhirnya mampu meraih berkuliah di Trisakti dan menyandang gelar MM. Saya kemudian bekerja di perusahaan otomotif Auto Diesel Radiator (ADR). Mulai dari karyawan biasa hingga dipercaya menjadi kepala pabrik," ucap dia.

Kehidupan menjadi bagian dari ADR, membuat Tude sering berkeliling ke berbagai negara dan sempat mempelajari banyak hal di luar otomotif. Seperti mengenai yoga, NLP, memperdalam manajemen usaha dan berbagai hal tentang kehidupan.

Seiring dengan waktu, Tude pun memutuskan untuk berhenti bekerja dan memilih menjadi konsultan pada berbagai perusahaan nasional dan multinasional. Beberapa perusahaan yang pernah menjadi kliennya, antara lain Adira, JNE, Bank Mandiri, MNC Group, perusahaan farmasi Sanofi-Aventis dan lainnya.

 "Sembari menjadi konsultan, saya kemudian memboyong keluarga ke Bali. Ke tanah kelahiran saya. Di Bali sempat saya terpikir untuk membuka pabrik. Tapi setelah berpikir lagi dan melihat ke kampung istri yang berasal dari Banyuatis sebagai sentra kopi, saya akhirnya membelokkan usaha dengan membuka Kopi Wayang," ucap dia.

Kualitas Kopi Wayang, disebutkan Tude sebagai minuman menyehatkan karena dibuat dari biji kopi asli, sehingga makin bermanfaat jika diminum tanpa gula dua kali sehari.

Kopi Wayang pun menyegarkan karena diolah langsung saat dibeli dan diambil dari kebun sendiri, serta melalui proses pengolahan yang diawasi secara ketat.

Mengenai merek Kopi Wayang, disebut Tude karena sejak kecil dirinya sangat menyukai tokoh dan kisah pewayangan. Komik juga menjadi favorit Tude lainnya, mengingat saat kuliah di Trisakti, tempat tinggalnya tidak jauh dari RA Kosasih, seorang komikus terkenal di Tanah Air.

Berikutnya, Kopi Wayang direncanakan akan membuka membuka gerai tipe ekspres, kedai dan 'coffee shop' dilengkapi dengan pabrik kopi. Bahkan Kopi Wayang menargetkan untuk segera membuka kedai atau coffee shop di daerah Sanur, Ubud, Denpasar dan Kuta.

"Suatu saat nanti di seluruh dunia, di mana ada Starbuck Coffee, di situ ada Wayang Coffee & Comics. Sebagai ciri khas, di depan gerbang ada patung punakawan sebagai pengenal keagungan dan keluhuran budaya Nusantara," ujar Tude, yang juga penulis buku 'Wayang dalam Secangkir Kopi'.

Konsep Wayang Coffee & Comics adalah perpaduan antara kedai kopi, budaya komedi, kreativitas dan harmonisasi kehidupan. Merupakan tempat untuk bersantai menikmati suasana di luar waktu pekerjaan, sekaligus ruang untuk meresapi keluhuran budaya Indonesia.

"Sengaja Kopi Wayang diformat untuk serileks mungkin, karena sering digunakan sebagai ajang bertemu peserta training center. Banyak hal yang dipelajari bersama-sama, misalnya tentang manajemen usaha," katanya.

Tude bertekad untuk membentuk forum usaha kecil menengah (UKM) Five Star, agar para pelaku usaha di Bali memiliki bisnis standar sekelas bintang lima. Segera dibentuk pula bisnis marketing (Bima) forum.

Pembentukan forum dikarenakan Tude menilai, masih banyak pelaku usaha yang tidak menjalankan SOP dengan benar. Pelaku usaha juga banyak yang mampu menghasilkan satu produk bagus, tapi tidak bisa membikin dalam jumlah yang banyak dengan hasil yang sama kualitasnya.

"Ada pembahasan juga mengenai 'quality system', untuk menyinergikan antara pabrik, distributor dan pelanggan. Pembahasan-pembahasan ini lebih menarik dilakukan di kedai kopi, untuk mencairkan suasana," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016