Denpasar (Antara Bali) - Perusahaan properti Uma Sapta di Denpasar, Bali, membangun rumah murah bongkar pasang (Ramah Karsa) tahan gempa yang berkuatan hingga 8.0 skala Richter sebagai alternatif hunian bagi masyarakat.
"Sejak tahun 2004, saya sudah terlibat tim dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk membangun Ramah Karsa sebanyak 1.000 unit ketika ada bencana tsunami di Aceh," kata Ari Setiya Wibawa IAI di Denpasar, Kamis.
Keunggulan Ramah Karsa, ujar dia, lebih murah biayanya, lebih cepat pengerjaan dan memiliki ketahanan terhadap gempa. Pada awal dibuat, Ramah Karsa memiliki ketahanan gempa hingga 6.0 skala Richter, tapi kini sudah ditingkatkan kualitasnya hingga mampu menahan guncangan gempa sampai 8.0 skala Richter.
Menurut Ari, ketahanan Ramah Karsa karena menggunakan metode konstruksi Ruspin, yang merupakan produk hasil penelitian Kementerian Pekerjaan Umum, berupa panel-panel beton bongkar pasang. Melalui serangkaian pengujian, produk Ramah Karsa mampu menahan bobot hingga mencapai 400 - 450 kilogram.
Selain bisa diaplikasikan pada rumah tinggal, metode ini pun bisa diterapkan pada berbagai jenis bangunan. Misalnya, ruko, tempat ibadah, kos-kosan, asrama, perkantoran dan lainnya.
"Beberapa konsumen yang sudah memesan tidak hanya di wilayah Bali, namun ada juga dari Jawa Barat, Palembang, atau Kupang," ucap pria alumnus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung.
Sebagai pembanding, ujar dia, jika membangun Ramah Karsa berukuran 3 X 3 membutuhkan biaya maksimal Rp22 juta. Kalau mendirikan bangunan dengan ukuran sama namun metode konvensional, paling tidak membutuhkan biaya Rp36 juta.
Waktu pengerjaan sebuah proyek Ramah Karsa pun terbilang cepat, maksimal 1,5 bulan saja, untuk rumah bertipe 36. Sedangkan kalau dengan sistem konvensional, paling tidak memerlukan waktu pengerjaan 2,5 bulan.
"Kita bisa mempersingkat, karena kalau ada proyek Ramah Karsa, ibaratnya tinggal pasang beton bertulang saja. Dilanjutkan pemasangan dinding, lantai dan atap. Tidak memerlukan pengecoran atau pasang pondasi," kata dia.
Pembuatan beton bertulang, dilakukan di sebuah `workshop` di kawasan Surabaya, Jawa Timur dengan menggunakan tenaga kerja warga setempat. Pembuatan beton dilakukan secara kontinyu setiap hari, sehingga setiap ada pesanan Ramah Karsa, bisa langsung siap dikerjakan.
Dikatakan Ari, meski respon warga di beberapa daerah cukup memuaskan, namun sebagai produk baru, bisa dikatakan Ramah Karsa kadang-kadang masih dinilai asing bagi sebagian masyarakat.
Padahal produk Ramah Karsa sesungguhnya bisa dijadikan alternatif hunian yang nyaman dan aman bagi masyarakat. Bagi warga yang sudah memiliki tanah tapi tak kunjung bisa membangun, bisa mendapatkan produk Ramah Karsa karena biaya tidak terlampau memberatkan.
"Mudah-mudahan nanti produk ini bisa masuk supermarket, dan bisa menggunakan bahan baja yang lebih ringan lagi. Siapa tahu ke depan, kita bisa seperti warga Jepang, yang kalau mau bangun rumah, bisa memasang sendiri secara praktis," kata konsultan arsitektur dan properti ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Sejak tahun 2004, saya sudah terlibat tim dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk membangun Ramah Karsa sebanyak 1.000 unit ketika ada bencana tsunami di Aceh," kata Ari Setiya Wibawa IAI di Denpasar, Kamis.
Keunggulan Ramah Karsa, ujar dia, lebih murah biayanya, lebih cepat pengerjaan dan memiliki ketahanan terhadap gempa. Pada awal dibuat, Ramah Karsa memiliki ketahanan gempa hingga 6.0 skala Richter, tapi kini sudah ditingkatkan kualitasnya hingga mampu menahan guncangan gempa sampai 8.0 skala Richter.
Menurut Ari, ketahanan Ramah Karsa karena menggunakan metode konstruksi Ruspin, yang merupakan produk hasil penelitian Kementerian Pekerjaan Umum, berupa panel-panel beton bongkar pasang. Melalui serangkaian pengujian, produk Ramah Karsa mampu menahan bobot hingga mencapai 400 - 450 kilogram.
Selain bisa diaplikasikan pada rumah tinggal, metode ini pun bisa diterapkan pada berbagai jenis bangunan. Misalnya, ruko, tempat ibadah, kos-kosan, asrama, perkantoran dan lainnya.
"Beberapa konsumen yang sudah memesan tidak hanya di wilayah Bali, namun ada juga dari Jawa Barat, Palembang, atau Kupang," ucap pria alumnus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung.
Sebagai pembanding, ujar dia, jika membangun Ramah Karsa berukuran 3 X 3 membutuhkan biaya maksimal Rp22 juta. Kalau mendirikan bangunan dengan ukuran sama namun metode konvensional, paling tidak membutuhkan biaya Rp36 juta.
Waktu pengerjaan sebuah proyek Ramah Karsa pun terbilang cepat, maksimal 1,5 bulan saja, untuk rumah bertipe 36. Sedangkan kalau dengan sistem konvensional, paling tidak memerlukan waktu pengerjaan 2,5 bulan.
"Kita bisa mempersingkat, karena kalau ada proyek Ramah Karsa, ibaratnya tinggal pasang beton bertulang saja. Dilanjutkan pemasangan dinding, lantai dan atap. Tidak memerlukan pengecoran atau pasang pondasi," kata dia.
Pembuatan beton bertulang, dilakukan di sebuah `workshop` di kawasan Surabaya, Jawa Timur dengan menggunakan tenaga kerja warga setempat. Pembuatan beton dilakukan secara kontinyu setiap hari, sehingga setiap ada pesanan Ramah Karsa, bisa langsung siap dikerjakan.
Dikatakan Ari, meski respon warga di beberapa daerah cukup memuaskan, namun sebagai produk baru, bisa dikatakan Ramah Karsa kadang-kadang masih dinilai asing bagi sebagian masyarakat.
Padahal produk Ramah Karsa sesungguhnya bisa dijadikan alternatif hunian yang nyaman dan aman bagi masyarakat. Bagi warga yang sudah memiliki tanah tapi tak kunjung bisa membangun, bisa mendapatkan produk Ramah Karsa karena biaya tidak terlampau memberatkan.
"Mudah-mudahan nanti produk ini bisa masuk supermarket, dan bisa menggunakan bahan baja yang lebih ringan lagi. Siapa tahu ke depan, kita bisa seperti warga Jepang, yang kalau mau bangun rumah, bisa memasang sendiri secara praktis," kata konsultan arsitektur dan properti ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016