Denpasar (Antara Bali) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, mempertanyakan kepada saksi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait tujuan menggelar napak tilas untuk mencari keberadaan Engeline yang dikabarkan hilang dari rumahnya Jalan Sedap Malam, Denpasar.
"Tolong anda jelaskan kenapa melakukan napak tilas justru tidak dimulai dari rumah korban, namun memulainya dari Hotel dekat rumah ibu angkat korban yang jaraknya kurang lebih 500 meter itu," kata Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga, di Denpasar, Selasa.
Dalam sidang itu, saksi KPAI Arist Merdeka Sirait menjelaskan, karena terdakwa Margrit Megawe menolak untuk melakukan napak tilas mencari keberadaan Engeline yang hilang dari rumah ibu angkatnya itu, sehingga pihaknya bersama mahasiswa di wilayah setempat melakukan aksi itu di dekat hotel.
Hakim mempertanyakan, kegiatan napak tilas itu kapan digelarnya? Saksi menjawab, kegiatan itu dilakukan sebelum jenazah Engeline ditemukan.
"Kami menggelar kegiatan napak tilas itu pada 3 Juni 2015, di dekat Hotel, Jalan Sedap Malam, bersama sejumlah mahasiswa yang di kawal polisi," kata Arist Merdeka.
Pihak KPAI menjelaskan, dengan melakukan upaya itu, Arist Merdeka meyakini akan menemui titik terang untuk menelusuri perjalanan Engeline dari rumah menuju ke sekolahnya, hingga di kabarkan hilang pada 16 Mei 2016.
Arist Merdeka menerangkan kepada hakim, saat mengelar napak tilas itu Margrit sempat melihat ke arah kegiatan napak tilas itu, namun tidak direspon oleh terdakwa (Margrit) terkait pelaksana acara itu.
"Dari sana menimbulkan tambah kebencian dari Margrit yang berlebihan saat kami melakukan napak tilas itu dan hati kecil saya menyatakan sudah pasti ada persekongkolan jahat di dalam rumah itu," katanya.
Selain menggelar kegiatan napak tilas Engeline itu, pihaknya juga membagikan brosur kepada masyarakat yang melewati Jalan Sedap Malam, Denpasar, untuk ikut berpartisipasi mencari keberadaan Engeline.
"Namun, pada 10 Juni 2015 saya mendengar kabar bahwa Engeline ditemukan dalam kondisi meninggal dunia oleh kepolisian," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Tolong anda jelaskan kenapa melakukan napak tilas justru tidak dimulai dari rumah korban, namun memulainya dari Hotel dekat rumah ibu angkat korban yang jaraknya kurang lebih 500 meter itu," kata Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga, di Denpasar, Selasa.
Dalam sidang itu, saksi KPAI Arist Merdeka Sirait menjelaskan, karena terdakwa Margrit Megawe menolak untuk melakukan napak tilas mencari keberadaan Engeline yang hilang dari rumah ibu angkatnya itu, sehingga pihaknya bersama mahasiswa di wilayah setempat melakukan aksi itu di dekat hotel.
Hakim mempertanyakan, kegiatan napak tilas itu kapan digelarnya? Saksi menjawab, kegiatan itu dilakukan sebelum jenazah Engeline ditemukan.
"Kami menggelar kegiatan napak tilas itu pada 3 Juni 2015, di dekat Hotel, Jalan Sedap Malam, bersama sejumlah mahasiswa yang di kawal polisi," kata Arist Merdeka.
Pihak KPAI menjelaskan, dengan melakukan upaya itu, Arist Merdeka meyakini akan menemui titik terang untuk menelusuri perjalanan Engeline dari rumah menuju ke sekolahnya, hingga di kabarkan hilang pada 16 Mei 2016.
Arist Merdeka menerangkan kepada hakim, saat mengelar napak tilas itu Margrit sempat melihat ke arah kegiatan napak tilas itu, namun tidak direspon oleh terdakwa (Margrit) terkait pelaksana acara itu.
"Dari sana menimbulkan tambah kebencian dari Margrit yang berlebihan saat kami melakukan napak tilas itu dan hati kecil saya menyatakan sudah pasti ada persekongkolan jahat di dalam rumah itu," katanya.
Selain menggelar kegiatan napak tilas Engeline itu, pihaknya juga membagikan brosur kepada masyarakat yang melewati Jalan Sedap Malam, Denpasar, untuk ikut berpartisipasi mencari keberadaan Engeline.
"Namun, pada 10 Juni 2015 saya mendengar kabar bahwa Engeline ditemukan dalam kondisi meninggal dunia oleh kepolisian," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016