Denpasar (Antara Bali) - Dinas Kebudayaan Kota Denpasar melakukan sosialisasi pembuatan kreativitas "ogoh-ogoh" atau boneka raksasa menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1938, 9 Maret 2016 agar menggunakan bahan yang ramah lingkungan.

"Dinas Kebudayaan Denpasar telah melakukan sosialisasi agar penggunaan ogoh-ogoh berbahan ramah lingkungan. Dan tema yang diangkat sesuai dengan makna malam `pengrupukan` bertujuan melakukan netralisir (somya) alam," kata Kepala Bidang Pemberitaan Humas dan Protokol Kota Denpasar Dewa Gede Rai di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan sosialisasi mengenai ogoh-ogoh tersebut sudah diselenggarakan Rabu (6/1). Oleh karena itu para sekaa teruna (kelompok pemuda-pemudi) lingkungan banjar/dusun dalam pembuatan boneka raksasa tersebut untuk mengikuti aturan, sehingga bisa memenuhi kreteria perlombaan.

Dikatakan perkembangan pembuatan ogoh-ogoh dari tahun ke tahun semakin kreatif dan berkembang, baik bahan pembuatan, tema dan variasi bahkan beberapa tahun belakangan ini ogoh-ogoh yang dibuat tidak hanya berupa satu tokoh tetapi beberapa tokoh dengan cerita cerita tertentu.

"Sosialisasi ogoh-ogoh bertujuan untuk menampung aspirasi kreatif sekaa teruna (kelompok pemuda pemudi) yang ada di Kota Denpasar, serta menjadikan tradisi ogoh-ogoh sebagai salah satu ikon budaya unggulan Kota Denpasar, dan merayakan pergantian Tahun Saka 1938 secara tertib dengan semangat kebersamaan.

Sekretaris Dinas Kebudayaan Denpasar Nyoman Sujati mengajak seluruh peserta untuk mengikuti sosialisasi ini dikarenakan agar tidak terjadi kekeliruan dalam menafsirkan butir-butir yang menjadi persyaratan penilaian ogoh-ogoh.

Dalam sosialisasi tersebut semua sepakat menggunakan anyaman tangan, seperti bambu kayu, kertas, guungan, gedeg, rotan dan bahan yang ramah lingkungan. Ogoh-ogoh tidak diperbolehkan menggunakan styrofoam dan spons.

Guru Anom Ranuara selaku pakar sekaligus tim penilai, semua persyaratan yang dipakai dalam penilaian sudah berdasarkan kajian dan miliki sumber yang jelas. Seperti buku tentang pedoman ogoh-ogoh yang di cetak tahun 2011 oleh Dinas Kebudayaan Kota Denpasar.

Dipilihnya bambu sebagai bahan dasar mengingat bambu merupakan bahan yang ramah lingkungan dan banyak ditemui dimana-mana. Dengan menggunakan bambu sebagai alat dasar tentunya akan mengurangi jumlah pengeluaran dan juga mudah dianyam

"Terbukt dari tahun kemarin, beberapa peserta sudah mampu membuat tapel dari bambu bahkan sangat bagus," katanya.

Sementara Putu Marmar seorang pakar ogoh-ogoh dalam kesempatan tersebut banyak mengulas tentang sisi rancang bangun.

"Kami berharap dalam pembuatan ogoh-ogoh menggunakan bahan ramah lingkungan. Dan mampu mencerminkan budaya setempat," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016