Singaraja (Antara Bali) - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buleleng, Bali mencatat kasus demam berdarah (DB) di daerah itu mencapai 1.172 kasus selama tahun 2015.
"Dari kasus-kasus tersebut, dua orang meninggal karena kondisinya telah dinyatakan `Dengue Shock Syndrome` (DSS)," kata Direktur RSUD Buleleng, Gede Wiartana di Singaraja, Selasa.
Ia menjelaskan, data RSUD Buleleng pula, jumlah pasien pada Januari meningkat drastis sampai Juli, angkanya mencapai lebih dari 100 pasien setiap bulannya yang dirawat di RSUD.
"Bulan Januari tahun lalu ada 121 orang, Februari 170, sampai Juli angkanya lebih dari 100 orang, kemudian Agustus mulai menurun," kata Direktur dr Gede Wiartana.
Dikatakan, kasus DB terutama pada hari keempat dan kelima itu paling rawan dan jika sudah tergolong DSS dapat diamati seperti panas korban turun seperti sembuh tapi ternyata shock. "Kalau DB itu pembuluh darah bocor, maka pembuluh darah berkurang, orangnya bisa shock. Kalau sudah gak bisa dibantu sulit sekali mengembalikan kalau shock," jelasnya.
"Musim pancaroba yang harus diwasapai karena disitu ada genangan dan yang paling bahaya karena genangan tempat sarang nyamuk. Kalau hujan terus menerus malah tidak bermasalah, selain juga kebersihan lingkungan, makanya ini endemik selalu ada kadang bersarang di bak air, pelepah pisang dan tandon air," ujarnya.
Bahkan, kata dia, DB lebih banyak menyerang anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang lemah, terlebih anak-anak seringkali tidur siang, dan nyamuk lebih sering menyerang ketika siang hari.
Wiartana menambahkan, gejala DB seringkali terlambat terdeteksi karena gejalanya yang mirip dengan sakit lain dan hal inilah yang seringkali membuat pasien terlambat memeriksakan diri ke rumah sakit karena menganggap hanyalah sakit demam biasa.
"Sering lambat terdeteksi pasien karena gejalanya mirip sakit lain, paling lambat dua hari baru masuk ke rumah sakit. Gejalanya panas yang tidak hilang-hilang, kita cek kadar trombosit turun kalau di bawah 200 sudah harus hati-hati, lebih baik ngamar saja sampai terbukti tidak DB, karena gejalanya mirip tipes," pungkasnya. (NWD)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Dari kasus-kasus tersebut, dua orang meninggal karena kondisinya telah dinyatakan `Dengue Shock Syndrome` (DSS)," kata Direktur RSUD Buleleng, Gede Wiartana di Singaraja, Selasa.
Ia menjelaskan, data RSUD Buleleng pula, jumlah pasien pada Januari meningkat drastis sampai Juli, angkanya mencapai lebih dari 100 pasien setiap bulannya yang dirawat di RSUD.
"Bulan Januari tahun lalu ada 121 orang, Februari 170, sampai Juli angkanya lebih dari 100 orang, kemudian Agustus mulai menurun," kata Direktur dr Gede Wiartana.
Dikatakan, kasus DB terutama pada hari keempat dan kelima itu paling rawan dan jika sudah tergolong DSS dapat diamati seperti panas korban turun seperti sembuh tapi ternyata shock. "Kalau DB itu pembuluh darah bocor, maka pembuluh darah berkurang, orangnya bisa shock. Kalau sudah gak bisa dibantu sulit sekali mengembalikan kalau shock," jelasnya.
"Musim pancaroba yang harus diwasapai karena disitu ada genangan dan yang paling bahaya karena genangan tempat sarang nyamuk. Kalau hujan terus menerus malah tidak bermasalah, selain juga kebersihan lingkungan, makanya ini endemik selalu ada kadang bersarang di bak air, pelepah pisang dan tandon air," ujarnya.
Bahkan, kata dia, DB lebih banyak menyerang anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang lemah, terlebih anak-anak seringkali tidur siang, dan nyamuk lebih sering menyerang ketika siang hari.
Wiartana menambahkan, gejala DB seringkali terlambat terdeteksi karena gejalanya yang mirip dengan sakit lain dan hal inilah yang seringkali membuat pasien terlambat memeriksakan diri ke rumah sakit karena menganggap hanyalah sakit demam biasa.
"Sering lambat terdeteksi pasien karena gejalanya mirip sakit lain, paling lambat dua hari baru masuk ke rumah sakit. Gejalanya panas yang tidak hilang-hilang, kita cek kadar trombosit turun kalau di bawah 200 sudah harus hati-hati, lebih baik ngamar saja sampai terbukti tidak DB, karena gejalanya mirip tipes," pungkasnya. (NWD)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016