Jakarta (Antara Bali) - Banyak film Indonesia yang layak masuk ke pasar
film dunia, kata Sineas Indonesia Lola Amaria pada acara pemutaran dan
diskusi filmnya, "Negeri Tanpa Telinga" (2014), di Technische
Univertistät Berlin (TBA), Berlin Jerman, Minggu.
"Sinema Indonesia termasuk sinema tertua di Asia dan kita dari dulu punya sineas-sineas hebat. Dari mereka lahir banyak film hebat yang layak mendapat apresiasi pasar film dunia," kata Lola dalam diskusi "Road to Indonesia on Screen 2017" untuk memperingati Hari Anti Korupsi yang digelar atas prakarsa Peratuan Pelajar Indonesia (PPI) Jerman bekerjasama dengan PPI Berlin.
Dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Minggu, Lola mengatakan, banyak aspek yang akhirnya menyebabkan film Indonesia kalah bersaing dengan film negeri Asia lainnya.
"Pemerintah belum berperan optimal untuk membantu film Indonesia masuk ke pasar dunia. Mengirimkan film ke festival dunia itu satu hal, hal lainnya diperlukan direct selling kepada negara-negara yang dituju," ujar perempuan yang sudah menghasilkan lebih dari 5 film layar lebar itu.
Lola menilai wajar jika banyak sineas Indonesia yang berusaha sendiri untuk hadir di festival-festival dunia, roadshow ke berbagai negara dan melakukan "direct selling".
"Makanya saya sangat menghargai usaha teman-teman PPI di Jerman ini yang turut membantu mengenalkan terus film Indonesia. Kalau semua PPI di tiap negara melakukan hal yang sama, saya yakin film Indonesia akan cepat masuk pasar dunia," ujarnya.
Film Negeri Tanpa Telinga bercerita tentang seorang penduduk biasa yang secara tidak langsung ikut membongkar mega korupsi yang dilakukan oleh mafia anggaran.
Film yang dibintangi antara lain oleh Ray Sahetapy, Rifnu Wikana, Kelly Tandiono, Jenny Zhang, Lukman Sardi, Tanta Ginting, Gary Iskak, Eko Supriyanto, Landung Simatupang dan Rukman Rosadi itu mendapatkan nominasi FFI 2014.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Sinema Indonesia termasuk sinema tertua di Asia dan kita dari dulu punya sineas-sineas hebat. Dari mereka lahir banyak film hebat yang layak mendapat apresiasi pasar film dunia," kata Lola dalam diskusi "Road to Indonesia on Screen 2017" untuk memperingati Hari Anti Korupsi yang digelar atas prakarsa Peratuan Pelajar Indonesia (PPI) Jerman bekerjasama dengan PPI Berlin.
Dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Minggu, Lola mengatakan, banyak aspek yang akhirnya menyebabkan film Indonesia kalah bersaing dengan film negeri Asia lainnya.
"Pemerintah belum berperan optimal untuk membantu film Indonesia masuk ke pasar dunia. Mengirimkan film ke festival dunia itu satu hal, hal lainnya diperlukan direct selling kepada negara-negara yang dituju," ujar perempuan yang sudah menghasilkan lebih dari 5 film layar lebar itu.
Lola menilai wajar jika banyak sineas Indonesia yang berusaha sendiri untuk hadir di festival-festival dunia, roadshow ke berbagai negara dan melakukan "direct selling".
"Makanya saya sangat menghargai usaha teman-teman PPI di Jerman ini yang turut membantu mengenalkan terus film Indonesia. Kalau semua PPI di tiap negara melakukan hal yang sama, saya yakin film Indonesia akan cepat masuk pasar dunia," ujarnya.
Film Negeri Tanpa Telinga bercerita tentang seorang penduduk biasa yang secara tidak langsung ikut membongkar mega korupsi yang dilakukan oleh mafia anggaran.
Film yang dibintangi antara lain oleh Ray Sahetapy, Rifnu Wikana, Kelly Tandiono, Jenny Zhang, Lukman Sardi, Tanta Ginting, Gary Iskak, Eko Supriyanto, Landung Simatupang dan Rukman Rosadi itu mendapatkan nominasi FFI 2014.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015