Denpasar (Antara Bali) - Subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTP-Pr) dalam pembentuk nilai tukar petani (NTP) di Bali andilnya meningkat sebesar 0,93 persen dari 99,41 persen pada Oktober 2015 menjadi 100,33 persen pada November 2015.

"Meskipun perannya meningkat, namun NTP-Pr masih kisaran nilai 100 itu menunjukkan bahwa biaya yang harus dikeluarkan petani dalam subsektor perkebunan lebih besar dari pendapatan yang diterima petani dari hasil perkebunannya," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar di Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan, secara umum kenaikan NTP subsektor perkebunan dipicu oleh naiknya indeks yang diterima petani (Lt) sebesar 1,30 persen, sedangkan indeks yang yang dibayar petani (lb) mengalami kenaikan lebih rendah yakni 0,36 persen.

Beberapa komoditas perkebunan yang memberikan andil yakni biji jambu mete, kopi, kakao dan cengkeh. Di sisi lain kenaikan pada indeks yang yang dibayar petani dipengaruhi oleh indeks konsumsi rumah tangga yang mengalami kenaikan 0,43 persen.

Sementara biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) mengalami kenaikan 0,14 persen, ujar Panasunan Siregar.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran dalam kesempatan terpisah menjelaskan, harga hasil perkebunan yang digeluti petani rata-rata mengalami kenaikan pada akhir tahun 2015.

Komoditas tersebut antara lain kopi robusta maupun arabika, kakao dan mete naik antara Rp1.000 per kg, sedangkan vanili, tembakau, cengkeh tetap stabil.

Sejumlah harga hasil perkebunan rakyat di Bali mengalami kenaikan, namun angkanya cukup fluktuasi selama periode tahun 2015. Ada pun harga hasil perkebunan rakyat daerah ini per 4 Desember 2015 adalah sebagai berikut. Kopi arabika jenis OSE WP mencapai Rp61.000 per kilogram, naik dari sebelumnya Rp60.000 per kilogram, kopi robusta Rp31.000 per kilogram dari sebelumnya Rp31.000 per kilogramm.

Kakao biji Fermentasi Rp36.500 dari sebelumnya Rp34.400 per kilogram, biji non fermentasi Rp32.000 naik dari Rp31.400 per kilogram. Jambu mete biji gelondong biasa naik menjadi Rp14.000 per kilogram, biji gelondong organik Rp17.000 per kilogram.

Cengkeh bunga kering Rp 98.000 per kilogram, gagang kering Rp20.000 per kilogram. vanili polong basah Rp20.000 per kilogram, tembakau Rp 41.000 per kilogram.

Dewa Made Buana Duwuran menambahkan, harga kopi yang selama ini menjadi mata dagangan ekspor tampaknya naik mengikuti perkembangan harga internasional di tingkat petani di kabupaten Jembrana, Buleleng maupun di kabupaten Bangli, baik itu jenis arabika maupun robusta.

Kopi arabika Kintamani yang berada di daerah berhawa sejuk itu telah mendapatkan sertifikat IG diharapkan akan semakin bergairah para petani dalam memperluas areal tanamnya dan semakin laku ke pasaran mancanegara, harap Dewa Made Buana.

Panasunan Siregar menambahkan, subsektor perkebunan merupakan salah satu dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali yang terdiri atas dua subsektor mengalami penurunan dan tiga subsektor mengalami kenaikan.

Tiga subsektor yang mengalami kenaikan selain perkebunan juga subsektor tanaman pangan 0,47 persen dan hortikultura 1,04 persen.

Sedangkan dua subsektor yang mengalami penurunan terdiri atas subsektor peternakan 0,16 persen dan subsektor perikanan sebesar 0,41 persen, ujar Panasunan Siregar. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015