Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali mengundang sejumlah komponen masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk membahas Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol pada 11 Desember 2015 di kantor pemprov setempat.

"Dalam membuat UU harus aspiratif disesuaikan dengan berbagai karakteristik daerah dan memperhatikan kearifan lokal sehingga UU itu bisa dijalankan. Jangan sampai UU tidak bisa dijalankan dan justru menjerat masyarakatnya," kata Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta di sela-sela menerima kunjungan kerja Pansus DPR RI tentang RUU Larangan Minuman Beralkohol, di Denpasar, Senin.

Oleh karena itu, pihaknya akan mengundang pihak-pihak terkait untuk pembahasan RUU tersebut sehingga masukan dari Bali akan menjadi lebih komprehensif dan berbagai komponen masyarakat menjadi paham tentang RUU tersebut.

"Nanti akan dibahas sehari penuh secara lebih detail. Termasuk akan dihadiri oleh jajaran Parisada Hindu Dharma Indonesia dan Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali," ucap Sudikerta.

Meskipun demikian, lanjut dia, Pemprov Bali menyambut positif terhadap ide pembentukan RUU tersebut, tinggal perlu disempurnakan lewat masukan dari berbagai komponen.

Di sisi lain, tambah Sudikerta, di Bali sendiri terdapat 25 pabrik minuman beralkohol dengan kapasitas terpasang yang diizinkan sebanyak 11,22 juta liter/tahun sesuai dengan Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol.

Sementara jumlah kebutuhan minuman beralkohol sangat tergantung dari jumlah kunjungan wisatawan. Dan untuk keperluan upacara keagamaan lebih banyak di dukung dari produksi minuman beralkohol tradisional yang sentranya sebagian besar berada di Karangasem yang tersebar di beberapa desa.

"Produksi minuman beralkohol tradisional tersebut dilaksanakan oleh masyarakat secara turun-temurun dan menjadi mata pencaharian setempat yang berasal dari sumber daya alam setempat. Oleh karena itu, jika minuman beralkohol tradisional tersebut juga turut dilarang, ditakutkan akan menghilangkan mata pencaharian masyarakat yang selama ini telah dilaksanakan secara turun-temurun," katanya.

Di sisi lain, dia mengatakan sungguhnya minuman beralkohol tersebut adalah suatu produk yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perlu pengaturan produksi yang tepat sesuai dengan kebutuhan serta pengawasan yang diharapkan kewenangannya diberikan kepada pemerintah daerah yang paling dekat dengan masyarakat setempat, dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat dan lembaga adat setempat.

Sementara itu, Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Made Adi Wirawan menyatakan bahwa saat ini telah banyak penelitian yang telah diterbitkan dalam jurnal dunia yang menyatakan bahwa minuman beralkohol tidak selalu berdampak negatif.

"Minuman beralkohol dapat memberikan manfaat jika diminum secara moderat. Moderat tersebut dalam artian sebagai porsi yang dianjurkan dan dalam jangka waktu tertentu yang telah dianjurkan. Termasuk untuk mengobati orang yang keracunan alkohol," ujarnya.

Adi juga menambahkan bahwa dalam RUU tersebut agar ditambahkan siapa saja yang boleh meminum minuman alkohol dan juga siapa saja yang boleh menjualnya sehingga masyarakat menjadi jelas dan mengerti.

Dia menyarankan kepada industri minuman beralkohol tradisional agar dilakukan pendampingan saat memproduksi agar tidak terjadi kesalahan produksi yang nantinya dapat berakibat sangat fatal. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015