Denpasar (Antara Bali) - Generasi muda yang merupakan kalangan mahasiswa dan profesional dari 17 negara di kawasan Asia Pasifik membahas keamanan antariksa dan pemanfaatannya untuk masyarakat yang digelar di Denpasar, Bali.
"Forum ini membahas salah satunya terkait keamanan antariksa. Perlu tidak membuat peraturan ruang keamanan antariksa," kata Perwakilan Space Generation Advisory Council (SGAC), Happy Rumiris saat ditemui usai pembukaan forum Asia Pasific Space Generation Workshop (AP-SGW) kedua di Kampus Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Sabtu.
Keamanan antariksa menjadi salah satu isu penting yang dibahas mengingat saat ini beberapa negara, baik negara maju dan berkembang mulai meluncurkan satelitnya ke ruang angkasa.
Hal itu, ucap dia, seakan menjadi salah satu persaingan antarnegara meski perang dunia dan perang dingin sudah berakhir.
"Tiongkok sudah menembakkan satelit, begitu juga negara lain. Hal itu membuat beberapa negara merasa sebagai sebuah ancaman. Apa perlu ada peraturan terkait keamanan antariksa?," imbuhnya.
Selain membahas terkait keamanan ruang antariksa, forum tersebut juga membahas aspek lain di antaranya terkait aspek ekonomi yakni terkait pemanfaatkan teknologi antariksa untuk kegiatan ekonomi, aspek peningkatan kesadaran generasi muda terkait dunia antariksa serta aspek kelembagaan menyangkut perlu tidaknya dibentuk lembaga regional antariksa.
Salah satu peserta, Hagorly Hutasuhut, menyatakan bahwa peluncuran satelit selama ini selalu dikaitkan dengan militer pada saat masa perang dingin dan perang dunia.
Peluncuran satelit, kata dia, hingga saat ini masih anggap suatu ancaman bagi negara lain di tengah beberapa negara maju dan berkembang berlomba-lomba mempertontonkan keunggulannya.
Namun, pria lulusan magister ilmu antariksa di salah satu perguruan tinggi di Inggris itu mengaku bahwa teknologi yang berkaitan dengan antariksa juga bisa diaplikasikan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Seperti yang kami inisiasi terkait balon internet yang ditujukan kepada masyarakat di pedalaman yang masih jauh dari layanan internet. Bagi sektor perikanan juga demikian, teknologi antariksa sangat diperlukan," katanya.
Forum AP-SGW itu diikuti oleh mahasiswa dan profesional dari 17 negara di antaranya dari Filipina, Tiongkok, Jepang, Korea, Malaysia, Pakistan, Indonesia, Sri Lanka, Thailand, Kazakhstan dan Brazil.
Nanti hasil dalam forum tersebut akan dipaparkan dalam pertemuan Asia Pasific Regional Space Agency Forum (APRSAF) dan diajukan sebagai rekomendasi kepada Badan PBB terkait pemanfaatan antariksa atau UNCOUPOUS. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Forum ini membahas salah satunya terkait keamanan antariksa. Perlu tidak membuat peraturan ruang keamanan antariksa," kata Perwakilan Space Generation Advisory Council (SGAC), Happy Rumiris saat ditemui usai pembukaan forum Asia Pasific Space Generation Workshop (AP-SGW) kedua di Kampus Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Sabtu.
Keamanan antariksa menjadi salah satu isu penting yang dibahas mengingat saat ini beberapa negara, baik negara maju dan berkembang mulai meluncurkan satelitnya ke ruang angkasa.
Hal itu, ucap dia, seakan menjadi salah satu persaingan antarnegara meski perang dunia dan perang dingin sudah berakhir.
"Tiongkok sudah menembakkan satelit, begitu juga negara lain. Hal itu membuat beberapa negara merasa sebagai sebuah ancaman. Apa perlu ada peraturan terkait keamanan antariksa?," imbuhnya.
Selain membahas terkait keamanan ruang antariksa, forum tersebut juga membahas aspek lain di antaranya terkait aspek ekonomi yakni terkait pemanfaatkan teknologi antariksa untuk kegiatan ekonomi, aspek peningkatan kesadaran generasi muda terkait dunia antariksa serta aspek kelembagaan menyangkut perlu tidaknya dibentuk lembaga regional antariksa.
Salah satu peserta, Hagorly Hutasuhut, menyatakan bahwa peluncuran satelit selama ini selalu dikaitkan dengan militer pada saat masa perang dingin dan perang dunia.
Peluncuran satelit, kata dia, hingga saat ini masih anggap suatu ancaman bagi negara lain di tengah beberapa negara maju dan berkembang berlomba-lomba mempertontonkan keunggulannya.
Namun, pria lulusan magister ilmu antariksa di salah satu perguruan tinggi di Inggris itu mengaku bahwa teknologi yang berkaitan dengan antariksa juga bisa diaplikasikan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Seperti yang kami inisiasi terkait balon internet yang ditujukan kepada masyarakat di pedalaman yang masih jauh dari layanan internet. Bagi sektor perikanan juga demikian, teknologi antariksa sangat diperlukan," katanya.
Forum AP-SGW itu diikuti oleh mahasiswa dan profesional dari 17 negara di antaranya dari Filipina, Tiongkok, Jepang, Korea, Malaysia, Pakistan, Indonesia, Sri Lanka, Thailand, Kazakhstan dan Brazil.
Nanti hasil dalam forum tersebut akan dipaparkan dalam pertemuan Asia Pasific Regional Space Agency Forum (APRSAF) dan diajukan sebagai rekomendasi kepada Badan PBB terkait pemanfaatan antariksa atau UNCOUPOUS. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015