Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali mengharapkan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penjaminan dapat dimasukkan aturan mengenai akses kredit yang lebih besar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi.
"Apalagi dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN, UMKM dan koperasi kita harus mampu bersaing. Hal ini agar kita tidak tersisih atau hanya menjadi penonton dari berbagai aktivitas kerja sama ekonomi dan perdagangan antarnegara-negara ASEAN," kata Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta saat menghadiri kunjungan kerja Badan Legislasi DPR di Denpasar, Jumat.
Sudikerta mengemukakan terkait kesulitan mengakses kredit untuk kebutuhan usaha masyarakat, terutama bagi UMKM yang memiliki usaha layak namun terkendala agunan berusaha diatasi oleh Pemprov Bali dengan membentuk PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida).
"PT Jamkrida juga mempunyai posisi strategis guna ikut berperan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, dengan menyiapkan penjaminan kegiatan sektor riil dan sektor produktif," ujarnya.
Di sisi lain, dia mengatakan dalam membentuk satu produk aturan sebaiknya tidak atas kehendak sendiri atau satu lembaga tetapi menyesuaikan dengan wilayahnya masing-masing.
"Hal ini karena setiap wilayah di Indonesia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda sehingga perlu diselaraskan. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka satu produk hukum akan mengalami ketimpangan, seperti UU terkait hibah yang saat ini mengalami masalah pencairan di Bali," katanya.
Menurut dia, jika produk UU Penjaminan ini tidak bagus, nanti masyarakat bisa banyak yang tidak setuju. Jadi kegiatan yang dilaksanakan untuk turun langsung ke daerah guna menyerap aspirasi dan masukan ini sangat bagus, yang mana aspirasi yang bagus tolong dimasukan dalam regulasi tersebut, sehingga bisa mendukung pembangunan.
Sementara itu, Firman Soebagyo, Ketua Tim Rombongan DPR menyampaikan berdasarkan sidang paripurna DPR, dirinya bersama tim mendapatkan penugasan untuk membahas RUU terkait Undang-Undang penjaminan.
Usulan draf RUU tersebut menurutnya sudah dimulai sekitar 10 tahun lalu, namun dalam prosesnya belum bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Dari pertemuan-pertemuan tingkat internasional terkait penjaminan, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang belum memiliki UU Penjaminan.
Namun, tambah Firman, walaupun belum memiliki UU, kegiatan penjaminan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penjamin sudah berjalan, bahkan kualitasnya sangat bagus walaupun hanya berdasarkan peraturan-peraturan di bawah UU.
Melihat kondisi tersebutlah, lembaga penjaminan dinilai mampu memberikan solusi bagi UMKM. "Untuk itu DPR RI berusaha mempercepat keluarnya UU tersebut guna mendukung program pemerintahan yang sedang berjalan saat ini, yakni bagaimana meningkatkan potensi UMKM dan koperasi," ujarnya.
"Kehadirannya di Bali dimaksudkan untuk menjaring masukan-masukan dan aspirasi-aspirasi terkait permasalahan yang dihadapi guna penyempurnaan pembentukan UU tersebut, sehingga ditemukan solusi dalam menghadapi masalah tersebut dan terbentuk UU yang sesuai dengan kebutuhan negara sendiri," ucap Firman.
Rapat diikuti oleh berbagai stakeholder di Bali diantaranya Kamar Dagang Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan Daerah, Bank Pembangunan Daerah, Bank Rakyat Indonesia, Bank Indonesia, Instansi terkait dilingkungan Pemprov Bali serta pelaku usaha juga diisi penyampaian aspirasi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Apalagi dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN, UMKM dan koperasi kita harus mampu bersaing. Hal ini agar kita tidak tersisih atau hanya menjadi penonton dari berbagai aktivitas kerja sama ekonomi dan perdagangan antarnegara-negara ASEAN," kata Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta saat menghadiri kunjungan kerja Badan Legislasi DPR di Denpasar, Jumat.
Sudikerta mengemukakan terkait kesulitan mengakses kredit untuk kebutuhan usaha masyarakat, terutama bagi UMKM yang memiliki usaha layak namun terkendala agunan berusaha diatasi oleh Pemprov Bali dengan membentuk PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida).
"PT Jamkrida juga mempunyai posisi strategis guna ikut berperan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, dengan menyiapkan penjaminan kegiatan sektor riil dan sektor produktif," ujarnya.
Di sisi lain, dia mengatakan dalam membentuk satu produk aturan sebaiknya tidak atas kehendak sendiri atau satu lembaga tetapi menyesuaikan dengan wilayahnya masing-masing.
"Hal ini karena setiap wilayah di Indonesia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda sehingga perlu diselaraskan. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka satu produk hukum akan mengalami ketimpangan, seperti UU terkait hibah yang saat ini mengalami masalah pencairan di Bali," katanya.
Menurut dia, jika produk UU Penjaminan ini tidak bagus, nanti masyarakat bisa banyak yang tidak setuju. Jadi kegiatan yang dilaksanakan untuk turun langsung ke daerah guna menyerap aspirasi dan masukan ini sangat bagus, yang mana aspirasi yang bagus tolong dimasukan dalam regulasi tersebut, sehingga bisa mendukung pembangunan.
Sementara itu, Firman Soebagyo, Ketua Tim Rombongan DPR menyampaikan berdasarkan sidang paripurna DPR, dirinya bersama tim mendapatkan penugasan untuk membahas RUU terkait Undang-Undang penjaminan.
Usulan draf RUU tersebut menurutnya sudah dimulai sekitar 10 tahun lalu, namun dalam prosesnya belum bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Dari pertemuan-pertemuan tingkat internasional terkait penjaminan, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang belum memiliki UU Penjaminan.
Namun, tambah Firman, walaupun belum memiliki UU, kegiatan penjaminan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penjamin sudah berjalan, bahkan kualitasnya sangat bagus walaupun hanya berdasarkan peraturan-peraturan di bawah UU.
Melihat kondisi tersebutlah, lembaga penjaminan dinilai mampu memberikan solusi bagi UMKM. "Untuk itu DPR RI berusaha mempercepat keluarnya UU tersebut guna mendukung program pemerintahan yang sedang berjalan saat ini, yakni bagaimana meningkatkan potensi UMKM dan koperasi," ujarnya.
"Kehadirannya di Bali dimaksudkan untuk menjaring masukan-masukan dan aspirasi-aspirasi terkait permasalahan yang dihadapi guna penyempurnaan pembentukan UU tersebut, sehingga ditemukan solusi dalam menghadapi masalah tersebut dan terbentuk UU yang sesuai dengan kebutuhan negara sendiri," ucap Firman.
Rapat diikuti oleh berbagai stakeholder di Bali diantaranya Kamar Dagang Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan Daerah, Bank Pembangunan Daerah, Bank Rakyat Indonesia, Bank Indonesia, Instansi terkait dilingkungan Pemprov Bali serta pelaku usaha juga diisi penyampaian aspirasi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015