Singaraja (Antara Bali) - Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng, Bali meminta Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang ada di daerah itu lebih memprioritaskan pekerja lokal dari pada tenaga kerja asing.
"Selama ini warga setempat hanya sebagai penonton saja dengan kehadiran mega proyek PLTU di desa kami," kata Ketua LPM Celukan Bawang, Sadli, Jumat.
Ia menjelaskan, bahkan semenjak kehadiran PLTU enam tahun lalu, warga setempat justru kehilangan pekerjaan karena banyak warga yang direlokasi dan kehilangan lahan pekerjaannya.
"Dulu nelayan masih bisa menyandarkan perahu di pantai, sekarang pantai jadi dermaga batubara PLTU, sering diusir jika meyandarkan perahu dan lahan juga sudah tidak ada lagi," katanya.
Sadli menambahkan, petani dan nelayan yang lahannya terpaksa ditukargulingkan dengan PLTU dijanjikan untuk bekerja sebagai buruh kasar di mega proyek tersebut, Namun mereka hanya dipekerjakan secara "outsourcing" tanpa kejelasan status kerja dalam jangka waktu lama.
"Mereka yang sebelumnya nelayan, petani dijanjikan kerja jadi buruh pengangkut batubara, tapi cuma dikontrak satu tahun, habis itu tidak lagi bekerja dan akhirnya menganggur," ucapnya.
Selain itu, pihaknya meyakini warganya memiliki kemampuan untuk mengisi posisi pekerjaan teknis di PLTU, mengingat tidak sedikit warga yang menempuh pendidikan tinggi di bidang teknik kelistrikan.
"Kalau untuk teknis, pengoperasian mesin-mesin banyak warga terutama anak-anak muda yang bisa dan mereka juga lulusan pendidikan teknik di universitas-universitas ternama, ada juga yang sudah punya pengalaman jadi pekerja teknis di PLTU lain," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Selama ini warga setempat hanya sebagai penonton saja dengan kehadiran mega proyek PLTU di desa kami," kata Ketua LPM Celukan Bawang, Sadli, Jumat.
Ia menjelaskan, bahkan semenjak kehadiran PLTU enam tahun lalu, warga setempat justru kehilangan pekerjaan karena banyak warga yang direlokasi dan kehilangan lahan pekerjaannya.
"Dulu nelayan masih bisa menyandarkan perahu di pantai, sekarang pantai jadi dermaga batubara PLTU, sering diusir jika meyandarkan perahu dan lahan juga sudah tidak ada lagi," katanya.
Sadli menambahkan, petani dan nelayan yang lahannya terpaksa ditukargulingkan dengan PLTU dijanjikan untuk bekerja sebagai buruh kasar di mega proyek tersebut, Namun mereka hanya dipekerjakan secara "outsourcing" tanpa kejelasan status kerja dalam jangka waktu lama.
"Mereka yang sebelumnya nelayan, petani dijanjikan kerja jadi buruh pengangkut batubara, tapi cuma dikontrak satu tahun, habis itu tidak lagi bekerja dan akhirnya menganggur," ucapnya.
Selain itu, pihaknya meyakini warganya memiliki kemampuan untuk mengisi posisi pekerjaan teknis di PLTU, mengingat tidak sedikit warga yang menempuh pendidikan tinggi di bidang teknik kelistrikan.
"Kalau untuk teknis, pengoperasian mesin-mesin banyak warga terutama anak-anak muda yang bisa dan mereka juga lulusan pendidikan teknik di universitas-universitas ternama, ada juga yang sudah punya pengalaman jadi pekerja teknis di PLTU lain," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015