Denpasar (Antara Bali) - Ketua Komisi Keamanan Hayati Produksi Rekayasa Genetika Prof Dr Agus Pakpahan mengatakan kehadiran bioteknologi tanaman pangan belum sepenuhnya diterima di semua negara secara terbuka, padahal bioteknologi tersebut memberi manfaat besar bagi produksi pertanian.
"Seiring dengan perjalanan waktu dan penyempurnaan produk tanaman biotek terus dilakukan, akan bertambah pula negara-negara yang membuka pintu terhadap kehadirian tanaman biotek tersebut," katanya pada acara "Food Biotechnology Communicating Training Workshop" di Kuta, Bali, Selasa.
Ia mengatakan Indonesia sampai saat ini masih mengambil sikap hati-hati dalam menerima kehadiran biotek tersebut. Secara riset bioteknologi tidaklah ketinggalan dibanding dengan negara-negara maju.
Hanya saja, kata dia, untuk pelepasan produk tanaman rekayasa genetika, sikap hati-hati Pemerintah Indonesia bukankah menolak produksi biotek itu. Karena setiap rencana pelepasan produk rekayasa genetika di dalam negeri harus melewati uji keamanan pangan dan uji keamanan hayati.
"Bila uji keamanan pangan dan hayati itu dinyatakan lolos, barulah bisa keluar rekomendasi Komisi Keamanan Hayati (KKH) kepada Kementerian Pertanian untuk melepas sebuah produk tanaman rekayasa genetika tersebut," ujarnya.
Ia mengatakan untuk memetakan perkembangan terkini akan riset bioteknologi di dunia dan produk rekayasa genetika yang dihasilkannya, maka diselenggarakan lokakarya yang membahas upaya efektif mengomunikasikan akan bioteknologi.
"Kegiatan ini menjadi ajang berkumpulnya ilmuwan bioteknologi dunia dan dalam negeri, perusahaan biotek global dan nasional, pemerintah, media massa untuk membahas isu-isu sentral terkait biotek dan bagaimana memperkenalkan kepada masyarakat," ucapnya.
Lokakarya diharapkan akan ada kesamaan sudut pandang dalam menyikapi kehadiran bioteknologi sebagai alternatif terkini dalam menjawab terus menurunnya produksi pangan di Indonesia dan global.
Hadir sebagai pembicara Prof Dr Bambang Purwantara dari IndoBIC, Dr Alan McHughen, Profesor Bioteknologi dari University of California, Riverside, Andrew Benson dari IFIC Foundation, dan Heryanto Lingga, wartawan senior Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Seiring dengan perjalanan waktu dan penyempurnaan produk tanaman biotek terus dilakukan, akan bertambah pula negara-negara yang membuka pintu terhadap kehadirian tanaman biotek tersebut," katanya pada acara "Food Biotechnology Communicating Training Workshop" di Kuta, Bali, Selasa.
Ia mengatakan Indonesia sampai saat ini masih mengambil sikap hati-hati dalam menerima kehadiran biotek tersebut. Secara riset bioteknologi tidaklah ketinggalan dibanding dengan negara-negara maju.
Hanya saja, kata dia, untuk pelepasan produk tanaman rekayasa genetika, sikap hati-hati Pemerintah Indonesia bukankah menolak produksi biotek itu. Karena setiap rencana pelepasan produk rekayasa genetika di dalam negeri harus melewati uji keamanan pangan dan uji keamanan hayati.
"Bila uji keamanan pangan dan hayati itu dinyatakan lolos, barulah bisa keluar rekomendasi Komisi Keamanan Hayati (KKH) kepada Kementerian Pertanian untuk melepas sebuah produk tanaman rekayasa genetika tersebut," ujarnya.
Ia mengatakan untuk memetakan perkembangan terkini akan riset bioteknologi di dunia dan produk rekayasa genetika yang dihasilkannya, maka diselenggarakan lokakarya yang membahas upaya efektif mengomunikasikan akan bioteknologi.
"Kegiatan ini menjadi ajang berkumpulnya ilmuwan bioteknologi dunia dan dalam negeri, perusahaan biotek global dan nasional, pemerintah, media massa untuk membahas isu-isu sentral terkait biotek dan bagaimana memperkenalkan kepada masyarakat," ucapnya.
Lokakarya diharapkan akan ada kesamaan sudut pandang dalam menyikapi kehadiran bioteknologi sebagai alternatif terkini dalam menjawab terus menurunnya produksi pangan di Indonesia dan global.
Hadir sebagai pembicara Prof Dr Bambang Purwantara dari IndoBIC, Dr Alan McHughen, Profesor Bioteknologi dari University of California, Riverside, Andrew Benson dari IFIC Foundation, dan Heryanto Lingga, wartawan senior Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015