Denpasar (Antara Bali) - Yayasan Lentera Anak Bali (LAB) gencarkan program perlindungan anak di Pulau Dewata terutama terkait masalah perlindungan hukum atas berbagai kasus kekerasan seksual yang selama ini terus meningkat di daerah itu.
"LAB merealisasikan beberapa program yakni memberikan layanan telepon langsung (hotline) mengenai perlindungan sosial, memberikan layanan dan penguatan hukum, kesehatan dan psikososial terhadap anak yang menjadi korban kekerasan khususnya yang merupakan dampak seks," kata Luh Putu Anggreni, salah satu pendiri LAB, Jumat.
Ia menjelaskan, pihaknya juga rutin melakukan pendataan, penelitian dan kajian mengenai anak korban seks di Bali secara berkelanjutan, selain memberikan akses bagi terselenggaranya pendidikan informal untuk anak-anak marginal. "Dalam hal itu kami bekerja sama dengan pihak swasta dan lain lain," papar dia.
Lebih lanjut, Anggreni yang juga Wakil Ketua APIK Bali itu mengatakan, LAB berperan aktif mengkampanyekan hak-hak anak dan melakukan pemberdayaan kepada masyarakat untuk selalu peduli dan melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap hak anak sebagaimana amanat uu perlindungan anak no 23 tahun 2002 dan UU terkait anak lainnya.
Ia menambahkan, di kelahiran LAB memang baru seumur jagung yakni pertama kali diluncurkan pada 26 April 2011. "Namun semangat dan kiprah kerja para pengurus, mengenai kepedulian dengan anak tidak diragukan lagi oleh publik di Pulau Dewata," kata dia.
Diungkapkan, pendiri LAB merupakan mantan pengurus Komisioner Perlindungan Anak Daerah Bali periode 2008-2011, yang telah berjuang membangun kepedulian masyarakat Bali akan hak-hak anak selama tiga tahun.
"Kami aktif melakukan sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat luas mengenai Undang Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 dan UU terkait anak lainnya," tambahnya.
Lebih jauh, ia memaparkan, pihaknya juga aktif melakukan pendampingan langsung kepada anak korban kekerasan yang perlu mendapat perhatian dan dukungan publik, berhasil mengadvokasi masyarakat luas, aparat hukum dan pejabat pemerintah Bali maupun Nasional yang berhubungan dengan kasus penculikan dan pemerkosaan anak secara berturut-turut di Kota Denpasar dan daerah lain di Bali.
"Minimal masyarakat Bali sudah familiar dengan para pengurus LAB Bali, sehingga akan memudahkan perjuangan di LAB ini berjejaring dengan kawan media, aparat hukum, instansi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli anak lainnya," paparnya sembari mengatakan hal itu diyakinkan sebagai potensi luar biasa bagi gerakan LAB nantinya.
Dari segi operasional, ia menyebutkan LAB memiliki sumber dana berasal dari swadana, pemerintah maupun sumbangan lain yang tidak mengikat. "Jadi, bukan mendapatkan dana pemerintah," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"LAB merealisasikan beberapa program yakni memberikan layanan telepon langsung (hotline) mengenai perlindungan sosial, memberikan layanan dan penguatan hukum, kesehatan dan psikososial terhadap anak yang menjadi korban kekerasan khususnya yang merupakan dampak seks," kata Luh Putu Anggreni, salah satu pendiri LAB, Jumat.
Ia menjelaskan, pihaknya juga rutin melakukan pendataan, penelitian dan kajian mengenai anak korban seks di Bali secara berkelanjutan, selain memberikan akses bagi terselenggaranya pendidikan informal untuk anak-anak marginal. "Dalam hal itu kami bekerja sama dengan pihak swasta dan lain lain," papar dia.
Lebih lanjut, Anggreni yang juga Wakil Ketua APIK Bali itu mengatakan, LAB berperan aktif mengkampanyekan hak-hak anak dan melakukan pemberdayaan kepada masyarakat untuk selalu peduli dan melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap hak anak sebagaimana amanat uu perlindungan anak no 23 tahun 2002 dan UU terkait anak lainnya.
Ia menambahkan, di kelahiran LAB memang baru seumur jagung yakni pertama kali diluncurkan pada 26 April 2011. "Namun semangat dan kiprah kerja para pengurus, mengenai kepedulian dengan anak tidak diragukan lagi oleh publik di Pulau Dewata," kata dia.
Diungkapkan, pendiri LAB merupakan mantan pengurus Komisioner Perlindungan Anak Daerah Bali periode 2008-2011, yang telah berjuang membangun kepedulian masyarakat Bali akan hak-hak anak selama tiga tahun.
"Kami aktif melakukan sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat luas mengenai Undang Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 dan UU terkait anak lainnya," tambahnya.
Lebih jauh, ia memaparkan, pihaknya juga aktif melakukan pendampingan langsung kepada anak korban kekerasan yang perlu mendapat perhatian dan dukungan publik, berhasil mengadvokasi masyarakat luas, aparat hukum dan pejabat pemerintah Bali maupun Nasional yang berhubungan dengan kasus penculikan dan pemerkosaan anak secara berturut-turut di Kota Denpasar dan daerah lain di Bali.
"Minimal masyarakat Bali sudah familiar dengan para pengurus LAB Bali, sehingga akan memudahkan perjuangan di LAB ini berjejaring dengan kawan media, aparat hukum, instansi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli anak lainnya," paparnya sembari mengatakan hal itu diyakinkan sebagai potensi luar biasa bagi gerakan LAB nantinya.
Dari segi operasional, ia menyebutkan LAB memiliki sumber dana berasal dari swadana, pemerintah maupun sumbangan lain yang tidak mengikat. "Jadi, bukan mendapatkan dana pemerintah," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015