Negara (Antara Bali) - Panwaslu Jembrana memberikan tenggang waktu 2 x 24 jam kepada seluruh tim kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati untuk memindahkan baliho yang terpasang di jalan protokol.

Ketua Panwaslu Jembrana, Wayan Wasa, Senin mengatakan, tenggang waktu dan peringatan itu ia sampaikan kepada masing-masing tim kampanye lewat surat. 

"Jika sampai batas waktu itu masih ada baliho calon di jalan protokol, kami akan memberikan rekomendasi ke KPU agar baliho bersangkutan diturunkan," katanya.

Di sisi lain, meski hampir tiap malam pasangan calon bertemu warga dengan alasan mesimakrama atau silaturahmi, Wasa mengaku sulit untuk memvonis itu sebagai mencuri start kampanye.

Menurutnya dalam Peraturan KPU Nomor 69 Tahun 2009, untuk bisa dikategorikan kampanye pasangan calon harus memenuhi beberapa unsur yang berlaku kumulatif.

Unsur itu antara lain ada alat peraga kampanye, ada pasangan calon yang hadir, ada warga yang hadir, ada ajakan untuk memilih pasangan calon dan ada tim kampanye.

"Sejauh yang kami pantau, mesimakrama yang dilakukan pasangan calon saat ini belum memenuhi unsur kumulatif tersebut. Kalaupun ada pasangan calon, warga dan tim kampanye, tapi tidak pernah kami lihat alat peraga seperti stiker yang dibagikan pasangan calon. Kurang satu unsur saja kami tidak bisa menindak," ujar Wasa.

Wasa menilai, saat ini politisi sudah pintar untuk menyiasati aturan tentang kampanye tersebut. Ia mencontohkan, ajakan untuk memilih dilakukan dengan bahasa yang sangat halus dan sarat dengan kiasan-kiasan.

"Jadi tidak langsung masyarakat diarahkan untuk memilih pasangan calon, tapi digunakan bahasa yang halus seperti kiasan," kata Wasa lagi.

Selain itu keberadaan organisasi masyarakat di luar partai juga kerap dipakai pasangan calon dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat.

Dari pantauan yang dilakukan Panwaslu, Wasa mengungkapkan, untuk menjaga agar tidak dituding mencuri start kampanye pasangan I Gede Made Kartikajaya-Gusti Ngurah Cipta Negara (Jayanegara) kerap menggunakan Jaringan Jaya Jembrana (3J) saat bertemu masyarakat.

Hal serupa juga dilakukan pasangan I Gde Ngurah Patriana Krisna-Ketut Subanda (PAS) yang menggunakan Yayasan Bali Harmoni untuk melakukan kegiatan di masyarakat. Sementara untuk pasangan I Putu Artha-I Made Kembang Hartawan, lebih banyak memakai pengobatan gratis.

Wasa mengakui, kegiatan pasangan calon yang dibungkus dengan istilah mesimakrama maupun  kegiatan sosial itu memang kerap menimbulkan kontroversi. Tapi ia menilai, sangat sulit untuk menindaknya.

"Karena juga dilakukan di daerah-daerah lain saat pemilukada, lama-lama kegiatan itu dianggap biasa oleh masyarakat," ujarnya. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010