Denpasar (Antara Bali) - Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mengharapkan, seluruh jurnalis (wartawan) di Indonesia tersertifikasi sehingga memiliki kopetensi sesuai standar yang telah ditetapkan.
"Sertifikasi wartawan ini sangat penting agar mengetahui sejauhmana profesionalisme jurnalis itu dan memiliki standar yang jelas," kata Sekjen PWI Pusat, Hendry Ch Bangun usai membuka acara Safari Jurnalis 2015, di Denpasar, Bali, Jumat.
Untuk memiliki sertifikasi itu, kata dia, harus melalui tahapan uji kopetensi yang hendaknya difasilitasi para pengelola media di Indonesia untuk memberikan ruang para reporternya.
Hendry mencatat, wartawan yang lulus sertifikasi sebanyak 4.900 orang di Indonesia. "Beberapa waktu lalu, kami juga melakukan sertifikasi wartawan di Surabaya, Kediri dan Pangkal Pinang sebanyak 100 orang yang sebelumnya 4.800 orang," ujarnya.
Untuk lembaga penguji yang rutin melakukan sertifikasi wartawannya yakni dari Radio Republik Indonesia, Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Lembaga Pendidikan Dokter Sutomo dan AJI.
"Saya juga mendapat informasi lain bahwa baru ada 8.000 wartawan yang tersertifikasi di Indonesia dari 40.000 orang, sehingga kami mengharapkan wartawan yang belum tersertifikasi dapat ikut uji kopetensi itu," kaanya.
Namun, untuk melakukan kegiatan uji kompetesi itu, akuinya, PWI Pusat memiliki kendala bajeting atau keterbatasan anggaran sehingga bekerja sama dengan beberapa pelaku usaha seperti PT Nestle dan PT Astra Motor untuk memfasilitasi kegiatan sertifikasi wartawan itu.
Dengan upaya itu, harapan dia, mampu menghasilkan wartawan yang berkualitas dan menghasilkan berita sesuai standar jurnalistik dan kode etik.
"Kalau produk jurnalis itu baik, maka mitra kerja dari perusahaan itu dan pemerintah diuntungkan dengan mampu mencetak wartawan yang profesional melalui pelatihan jurnalistik," katanya.
Oleh sebab itu, nilai berita yang disajikan wartawan itu apakah mementingkan kepentingan tertentu atau masyarakat umum. "Untuk itu dasar kita untuk menyampaikan informasi itu harus mementingkan kepentingan publik," ujarnya.
Dengan adanya upaya itu, masyarakat dan narasumber berita akan lebih yakin terhadap wartawan bahwa memang betul-betul untuk mencari berita.
Ia menegaskan, dalam rezim saat ini Dewan Pers tidak akan menghukum, namun sekadar memberikan saran dan imbauan untuk ke depannya agar wartawan lebih profesional.
Hendry menegaskan, setiap narasumber berhak menolak wartawan yang tidak memiliki sertifikasi jurnalis itu atau tidak menunjukan tanda pengenalnya. Namun, narasumber yang diwawancarai itu harus meyakinkan dahulu terkait topik apa yang akan dibahas. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Sertifikasi wartawan ini sangat penting agar mengetahui sejauhmana profesionalisme jurnalis itu dan memiliki standar yang jelas," kata Sekjen PWI Pusat, Hendry Ch Bangun usai membuka acara Safari Jurnalis 2015, di Denpasar, Bali, Jumat.
Untuk memiliki sertifikasi itu, kata dia, harus melalui tahapan uji kopetensi yang hendaknya difasilitasi para pengelola media di Indonesia untuk memberikan ruang para reporternya.
Hendry mencatat, wartawan yang lulus sertifikasi sebanyak 4.900 orang di Indonesia. "Beberapa waktu lalu, kami juga melakukan sertifikasi wartawan di Surabaya, Kediri dan Pangkal Pinang sebanyak 100 orang yang sebelumnya 4.800 orang," ujarnya.
Untuk lembaga penguji yang rutin melakukan sertifikasi wartawannya yakni dari Radio Republik Indonesia, Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Lembaga Pendidikan Dokter Sutomo dan AJI.
"Saya juga mendapat informasi lain bahwa baru ada 8.000 wartawan yang tersertifikasi di Indonesia dari 40.000 orang, sehingga kami mengharapkan wartawan yang belum tersertifikasi dapat ikut uji kopetensi itu," kaanya.
Namun, untuk melakukan kegiatan uji kompetesi itu, akuinya, PWI Pusat memiliki kendala bajeting atau keterbatasan anggaran sehingga bekerja sama dengan beberapa pelaku usaha seperti PT Nestle dan PT Astra Motor untuk memfasilitasi kegiatan sertifikasi wartawan itu.
Dengan upaya itu, harapan dia, mampu menghasilkan wartawan yang berkualitas dan menghasilkan berita sesuai standar jurnalistik dan kode etik.
"Kalau produk jurnalis itu baik, maka mitra kerja dari perusahaan itu dan pemerintah diuntungkan dengan mampu mencetak wartawan yang profesional melalui pelatihan jurnalistik," katanya.
Oleh sebab itu, nilai berita yang disajikan wartawan itu apakah mementingkan kepentingan tertentu atau masyarakat umum. "Untuk itu dasar kita untuk menyampaikan informasi itu harus mementingkan kepentingan publik," ujarnya.
Dengan adanya upaya itu, masyarakat dan narasumber berita akan lebih yakin terhadap wartawan bahwa memang betul-betul untuk mencari berita.
Ia menegaskan, dalam rezim saat ini Dewan Pers tidak akan menghukum, namun sekadar memberikan saran dan imbauan untuk ke depannya agar wartawan lebih profesional.
Hendry menegaskan, setiap narasumber berhak menolak wartawan yang tidak memiliki sertifikasi jurnalis itu atau tidak menunjukan tanda pengenalnya. Namun, narasumber yang diwawancarai itu harus meyakinkan dahulu terkait topik apa yang akan dibahas. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015