Jakarta (Antara Bali) - PT Pertamina (Persero) akan mengurangi impor
bahan bakar minyak jenis Premium hingga 30 persen atau sekitar 91.000
barel per hari setelah pengoperasian kilang pengolahan Trans Pacific
Petrochemical Indotama di Tuban, Jawa Timur, dan unit Residual Fluid Catalytic Cracking di Kilang Cilacap, Jawa Tengah.
"Potensi penghematan devisa dari pengurangan 30 persen impor Premium itu mencapai 1,99 miliar dolar AS per tahun," kata Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Wianda Pusponegoro di Jakarta, Rabu.
Saat ini, konsumsi Premium nasional berada di kisaran 29,5 juta kiloliter per bulan dan 17,1 juta kiloliter atau sembilan juta barel di antaranya dari impor.
Menurut Wianda, dari pengoperasian kedua kilang tersebut, Pertamina berpotensi mendapatkan tambahan produksi Premium hingga 91.000 barel per hari yakni 61.000 barel dari Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan 30.000 barel dari Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC).
Ia menjelaskan, pada awal Oktober Kilang TPPI yang selama ini berhenti operasi akan memproduksi 20.000 barel Premium per hari. Selanjutnya, produksi premium Kilang TPPI Tuban akan mencapai kapasitas optimal 61.000 barel per hari atau sekitar 22,27 juta barel per tahun. "Jumlah produksi tersebut setara dengan sekitar 20 persen impor Premium selama ini," ujarnya.
Sementara unit RFCC yang berada dalam kompleks Kilang Cilacap, ia menjelaskan, saat ini sudah memasuki tahapan akhir komisioning dan akan siap beroperasi komersial paling lambat pekan kedua Oktober 2015. "Berdasarkan pengecekan terakhir, RFCC Cilacap sudah siap 100 persen beroperasi komersial dan diharapkan pada pekan kedua Oktober, proyek tersebut akan diresmikan pengoperasiannya," katanya.
Pengoperasian RFCC Cilacap tersebut, menurut dia, akan membuat impor Premium berkurang sekitar 30.000 barel per hari atau 10,95 juta barel per tahun yang setara dengan 10 persen impor.
"Dengan beroperasinya dua unit tersebut, total potensi pengurangan impor Premium Pertamina mencapai 91.000 barel per hari atau sekitar 33,21 juta barel per tahun. Kalau harga indeks pasar gasoline sekitar 60 dolar per barel, maka artinya nilai pengurangan impornya mencapai 1,99 miliar dolar AS dalam setahun," kata Wianda. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Potensi penghematan devisa dari pengurangan 30 persen impor Premium itu mencapai 1,99 miliar dolar AS per tahun," kata Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Wianda Pusponegoro di Jakarta, Rabu.
Saat ini, konsumsi Premium nasional berada di kisaran 29,5 juta kiloliter per bulan dan 17,1 juta kiloliter atau sembilan juta barel di antaranya dari impor.
Menurut Wianda, dari pengoperasian kedua kilang tersebut, Pertamina berpotensi mendapatkan tambahan produksi Premium hingga 91.000 barel per hari yakni 61.000 barel dari Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan 30.000 barel dari Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC).
Ia menjelaskan, pada awal Oktober Kilang TPPI yang selama ini berhenti operasi akan memproduksi 20.000 barel Premium per hari. Selanjutnya, produksi premium Kilang TPPI Tuban akan mencapai kapasitas optimal 61.000 barel per hari atau sekitar 22,27 juta barel per tahun. "Jumlah produksi tersebut setara dengan sekitar 20 persen impor Premium selama ini," ujarnya.
Sementara unit RFCC yang berada dalam kompleks Kilang Cilacap, ia menjelaskan, saat ini sudah memasuki tahapan akhir komisioning dan akan siap beroperasi komersial paling lambat pekan kedua Oktober 2015. "Berdasarkan pengecekan terakhir, RFCC Cilacap sudah siap 100 persen beroperasi komersial dan diharapkan pada pekan kedua Oktober, proyek tersebut akan diresmikan pengoperasiannya," katanya.
Pengoperasian RFCC Cilacap tersebut, menurut dia, akan membuat impor Premium berkurang sekitar 30.000 barel per hari atau 10,95 juta barel per tahun yang setara dengan 10 persen impor.
"Dengan beroperasinya dua unit tersebut, total potensi pengurangan impor Premium Pertamina mencapai 91.000 barel per hari atau sekitar 33,21 juta barel per tahun. Kalau harga indeks pasar gasoline sekitar 60 dolar per barel, maka artinya nilai pengurangan impornya mencapai 1,99 miliar dolar AS dalam setahun," kata Wianda. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015