Tabanan (Antara Bali) - Kalangan petani wortel di Desa Batunya, Kabupaten Tabanan, Bali membudidayakan tanaman wortel jenis lokal sehingga petani kecil mampu meraup keuntungan bersih (Omzet) mencapai Rp2 juta rupiah per dua bulan.
"Omzet demikian diperoleh setelah keuntungan kotor dikurangi biaya pupuk, buruh dan pestisida," kata Gede Suardana, salah seorang petani wortel di desa setempat, Sabtu.
Ia menuturkan, pihaknya menamam wortel di kebun pribadi miliknya seluas lima are (1 are=100 m2), dimana cuaca dan iklim di daerah itu sangat cocok sekali ditanami buah dengan nama ilmiah Daucus carota itu.
"Daerah Batunya dan termasuk daerah dataran tinggi berada sekitar 1000 meter di atas permukaan laut dengan temperatur udara optimal mencapai 15 -21 derajat celsius, sangat cocok ditanami wortel di daerah kelembaban udara tersebut," katanya.
Ia menambahkan, sejak awal masa tanam hingga panen, ia menggunakan waktu selama dua bulan atau paling cepat 50 hari. "Jenis wortel lokal memang paling tepat dipanen dua bulan saja, karena ukurannya tidak terlalu besar," kata dia.
Selain itu, bibit wortel yang ditanam merupakan hasil pijahan sendiri, didapat dari tanaman wortel besar kemudian dipilah tangkai kuncup yang sesuai kriteria yang diinginkan.
Suardana lebih lanjut memaparkan, selama masa tanam, pihaknya rutin memberikan pupuk pada awal masa tanam. "Yang penting pemberian pupuk di awal masa tanam karena sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanamam," imbuhnya sembari mengatakan pupuk yang digunakan adalah pupuk jenis organik.
Ia menjelaskan, selama sekali masa panen, pihaknya mendapatkan hasil panen mencapai enam kuintal (600 kg), satu kilogram dijual dengan harga sekitar Rp7 ribu rupiah.
"Jadi, setelah dipotong biaya pupuk, pestisida, buruh dan lain sekitar Rp2,2 juta, mendapatkan omzet bersih sekitar Rp2 juta selama dua bulan," katanya.
Sementara itu, untuk pemasaran, pihaknya hanya menjual wortel miliknya di Pasar Baturiti Tabanan. "Nanti ada pengepul sayur membawa ke beberapa daerah di Pulau Dewata," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Omzet demikian diperoleh setelah keuntungan kotor dikurangi biaya pupuk, buruh dan pestisida," kata Gede Suardana, salah seorang petani wortel di desa setempat, Sabtu.
Ia menuturkan, pihaknya menamam wortel di kebun pribadi miliknya seluas lima are (1 are=100 m2), dimana cuaca dan iklim di daerah itu sangat cocok sekali ditanami buah dengan nama ilmiah Daucus carota itu.
"Daerah Batunya dan termasuk daerah dataran tinggi berada sekitar 1000 meter di atas permukaan laut dengan temperatur udara optimal mencapai 15 -21 derajat celsius, sangat cocok ditanami wortel di daerah kelembaban udara tersebut," katanya.
Ia menambahkan, sejak awal masa tanam hingga panen, ia menggunakan waktu selama dua bulan atau paling cepat 50 hari. "Jenis wortel lokal memang paling tepat dipanen dua bulan saja, karena ukurannya tidak terlalu besar," kata dia.
Selain itu, bibit wortel yang ditanam merupakan hasil pijahan sendiri, didapat dari tanaman wortel besar kemudian dipilah tangkai kuncup yang sesuai kriteria yang diinginkan.
Suardana lebih lanjut memaparkan, selama masa tanam, pihaknya rutin memberikan pupuk pada awal masa tanam. "Yang penting pemberian pupuk di awal masa tanam karena sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanamam," imbuhnya sembari mengatakan pupuk yang digunakan adalah pupuk jenis organik.
Ia menjelaskan, selama sekali masa panen, pihaknya mendapatkan hasil panen mencapai enam kuintal (600 kg), satu kilogram dijual dengan harga sekitar Rp7 ribu rupiah.
"Jadi, setelah dipotong biaya pupuk, pestisida, buruh dan lain sekitar Rp2,2 juta, mendapatkan omzet bersih sekitar Rp2 juta selama dua bulan," katanya.
Sementara itu, untuk pemasaran, pihaknya hanya menjual wortel miliknya di Pasar Baturiti Tabanan. "Nanti ada pengepul sayur membawa ke beberapa daerah di Pulau Dewata," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015