Jakarta (Antara Bali) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan menginginkan berbagai pihak yang memiliki otoritas agar jangan sampai melakukan langkah-langkah yang mengarah kepada komersialisasi atau privatisasi dari pulau-pulau terluar Republik Indonesia.
"Investasi yang seharusnya didorong adalah gotong royong antarmasyarakat dengan pemda setempat, bukan menyerahkan kepada investor asing atau domestik dengan skema privatisasi dan komersialisasi seperti yang dilakukan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim kepada Antara, di Jakarta, Minggu.
Menurut Abdul Halim, rakyat punya semangat gotong royong dan sudah dibuktikan di banyak tempat, seperti dalam program pendampingan Kiara yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Sedangkan terkait dengan argumen jumlah dana yang tidak memadai dari APBN/APBD untuk mengelola pulau-pulau terluar, Abdul Halim mengingatkan bahwa APBN atau APBD adalah alat untuk menyejahterakan rakyat dan jumlahnya cukup besar.
"Dikarenakan tidak kreatifnya pemerintah dan pemda berakibat pada tidak terpakainya anggaran untuk kesejahteraan rakyat," katanya.
Sebagaimana diberitakan, KKP berencana memberdayakan pulau-pulau terluar dengan menawarkan 31 pulau terluar hingga tahun 2019 kepada investor, baik asing maupun dari dalam negeri.
"Kami mempromosikan pulau-pulau terluar untuk investasi di dalam pulau tertentu, bukan untuk menjual pulau," kata Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Jakarta, Sabtu (5/9).
Sekjen KKP mengemukakan, pihaknya bakal mengawasi ketat proses investasi tersebut bila ada investor yang berminat. Selain itu, ujar dia, investor asing juga tidak diperbolehkan untuk bidang usaha perikanan tangkap karena hal itu hanya boleh dilakukan nelayan setempat.
Sementara itu, Sekjen Kiara Abdul Halim merasa heran dengan jumlah pulau yang ditawarkan kepada KKP karena berbeda dengan yang ada di APBNP 2015 atau Nota Keuangan RAPBN 2016.
Di dalam APBN Perubahan 2015, menurut Abdul Halim, target pulau-pulau kecil sebanyak 15 pulau, sedangkan di dalam Nota Keuangan RAPBN 2016, pulau yang ditawarkan sebanyak 25 pulau.
Kiara mendorong pemerintah pusat dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat bekerja sama dengan pemda untuk mengelola pulau-pulau kecil tersebut. "Di sinilah makna investasi ala Indonesia alias gotong royong," katanya.
Ia juga mengingatkan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010 terkait empat indikator untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu kemanfaatan SDA bagi rakyat, tingkat pemerataan SDA bagi rakyat, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat SDA, dan penghormatan terhadap hak rakyat secara turun-temurun. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Investasi yang seharusnya didorong adalah gotong royong antarmasyarakat dengan pemda setempat, bukan menyerahkan kepada investor asing atau domestik dengan skema privatisasi dan komersialisasi seperti yang dilakukan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim kepada Antara, di Jakarta, Minggu.
Menurut Abdul Halim, rakyat punya semangat gotong royong dan sudah dibuktikan di banyak tempat, seperti dalam program pendampingan Kiara yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Sedangkan terkait dengan argumen jumlah dana yang tidak memadai dari APBN/APBD untuk mengelola pulau-pulau terluar, Abdul Halim mengingatkan bahwa APBN atau APBD adalah alat untuk menyejahterakan rakyat dan jumlahnya cukup besar.
"Dikarenakan tidak kreatifnya pemerintah dan pemda berakibat pada tidak terpakainya anggaran untuk kesejahteraan rakyat," katanya.
Sebagaimana diberitakan, KKP berencana memberdayakan pulau-pulau terluar dengan menawarkan 31 pulau terluar hingga tahun 2019 kepada investor, baik asing maupun dari dalam negeri.
"Kami mempromosikan pulau-pulau terluar untuk investasi di dalam pulau tertentu, bukan untuk menjual pulau," kata Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Jakarta, Sabtu (5/9).
Sekjen KKP mengemukakan, pihaknya bakal mengawasi ketat proses investasi tersebut bila ada investor yang berminat. Selain itu, ujar dia, investor asing juga tidak diperbolehkan untuk bidang usaha perikanan tangkap karena hal itu hanya boleh dilakukan nelayan setempat.
Sementara itu, Sekjen Kiara Abdul Halim merasa heran dengan jumlah pulau yang ditawarkan kepada KKP karena berbeda dengan yang ada di APBNP 2015 atau Nota Keuangan RAPBN 2016.
Di dalam APBN Perubahan 2015, menurut Abdul Halim, target pulau-pulau kecil sebanyak 15 pulau, sedangkan di dalam Nota Keuangan RAPBN 2016, pulau yang ditawarkan sebanyak 25 pulau.
Kiara mendorong pemerintah pusat dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat bekerja sama dengan pemda untuk mengelola pulau-pulau kecil tersebut. "Di sinilah makna investasi ala Indonesia alias gotong royong," katanya.
Ia juga mengingatkan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010 terkait empat indikator untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu kemanfaatan SDA bagi rakyat, tingkat pemerataan SDA bagi rakyat, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat SDA, dan penghormatan terhadap hak rakyat secara turun-temurun. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015