Denpasar (Antara Bali) - Anggota DPRD Bali Ida Gede Komang Kresna Budi meminta Gubernur Mangku Pastika menegur dan mencopot jabatan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali Gede Nyoman Wiranatha karena dinilai gagal melayani kepentingan rakyat, sebab proyek normalisasi Sungai Mati Patasari dihentikan.
"Saya mendesak Gubernur Mangku Pastika mencopot jabatan Kadis Kehutanan tersebut. Karena melakukan penghentian proyek normalisasi atau penataan muara sungai atau Tukad Mati Patasari, padahal masyarakat melakukan protes terhadap tindakan arogansi tersebut," kata Ida Gede Komang Kresna Budi di Denpasar, Kamis.
Ia menilai, Kadis Kehutanan gagal menjalankan tugasnya untuk melayani masyarakat. Menurut dia, penataan Tukad Mati Patasari itu adalah kebutuhan mendesak masyarakat setempat, tetapi justru dihentikan.
Seharusnya, Kadis Kehutanan harus melakukan upaya untuk mencari solusi yang menghambat proyek itu, bukan sebaliknya menunjukkan arogansinya dengan menutup proyek itu.
"Apa kendalanya, itu yang harus dicarikan solusinya. Bukan menghentikannya. Terus kalau nanti musim hujan terjadi banjir hingga kepemukiman warga apa Kadis Kehutanan mau bertanggung jawab?" katanya.
Anggota Fraksi Partai Golkar ini mengungkapkan Kadis Kehutanan Bali sudah menerima surat dari Direktorat Jenderal Konsevasi SDA dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tertanggal 29 Juni 2015 terkait Normalisasi Sungai Tukad Mati itu.
Dalam surat itu terungkap bahwa sudah ada pertemuan pada 17 Juni 2015 yang melibatkan Pemkab Badung, Dishut Provinsi Bali, perwakilan warga, ahli ITB dan berbagai pihak lainnya yang menyepakati perlunya penataan Sungai Tukad Mati itu sebagai upaya penanganan sampah, pencegahan banjir dan pengelolaan Taman Hutan Rakyat (Tahura). Bahkan anggarannya sudah disiapkan melalui APBD Tahun 2015.
Dalam surat tersebut juga disebutkan, karena ada ganjalan soal penetapan blok pengelolaan Tahura, Dinas Kehutanan Provinsi Bali diminta melakukan revisi dan mengusulkan perubahan penetapan blok Tahura itu kepada Dirjen KSDAE untuk penetapannya.
Namun, sambil menunggu proses revisi itu, kelanjutan proyek itu dapat dilakukan melalui mekanisme kerja sama antara Dishut Provinsi Bali dengan Pemkab Badung.
"Namun, Kadis Kehutanan tidak menindaklanjuti surat itu. Padahal surat tersebut sudah ada sejak bulan Juni. Kadis itu gagal melakukan koordinasi. Itu harus dicopot," katanya.
Kresna Budi mengatakan, pihaknya dengan Kadishut Provinsi Bali sempat bersitegang sehari sebelumnya. Mereka jawabannya hanya ditampung.
"Saya ngomong langsung ke Kadis Kehutanan soal persoalan ini, tapi jawabannya `ditampung`. Tiga kali dia jawab `ditampung`. Apa yang sudah dia lakukan setelah menerima surat Ditjen KSDAE itu. Tidak ada koordinasi sama sekali. Saya sempat bentak dia. Selama ini tak pernah koordinasi juga dengan DPRD Bali. Kalau dibicarakan bersama, pasti ada solusinya untuk kepentingan masyarakat," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Saya mendesak Gubernur Mangku Pastika mencopot jabatan Kadis Kehutanan tersebut. Karena melakukan penghentian proyek normalisasi atau penataan muara sungai atau Tukad Mati Patasari, padahal masyarakat melakukan protes terhadap tindakan arogansi tersebut," kata Ida Gede Komang Kresna Budi di Denpasar, Kamis.
Ia menilai, Kadis Kehutanan gagal menjalankan tugasnya untuk melayani masyarakat. Menurut dia, penataan Tukad Mati Patasari itu adalah kebutuhan mendesak masyarakat setempat, tetapi justru dihentikan.
Seharusnya, Kadis Kehutanan harus melakukan upaya untuk mencari solusi yang menghambat proyek itu, bukan sebaliknya menunjukkan arogansinya dengan menutup proyek itu.
"Apa kendalanya, itu yang harus dicarikan solusinya. Bukan menghentikannya. Terus kalau nanti musim hujan terjadi banjir hingga kepemukiman warga apa Kadis Kehutanan mau bertanggung jawab?" katanya.
Anggota Fraksi Partai Golkar ini mengungkapkan Kadis Kehutanan Bali sudah menerima surat dari Direktorat Jenderal Konsevasi SDA dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tertanggal 29 Juni 2015 terkait Normalisasi Sungai Tukad Mati itu.
Dalam surat itu terungkap bahwa sudah ada pertemuan pada 17 Juni 2015 yang melibatkan Pemkab Badung, Dishut Provinsi Bali, perwakilan warga, ahli ITB dan berbagai pihak lainnya yang menyepakati perlunya penataan Sungai Tukad Mati itu sebagai upaya penanganan sampah, pencegahan banjir dan pengelolaan Taman Hutan Rakyat (Tahura). Bahkan anggarannya sudah disiapkan melalui APBD Tahun 2015.
Dalam surat tersebut juga disebutkan, karena ada ganjalan soal penetapan blok pengelolaan Tahura, Dinas Kehutanan Provinsi Bali diminta melakukan revisi dan mengusulkan perubahan penetapan blok Tahura itu kepada Dirjen KSDAE untuk penetapannya.
Namun, sambil menunggu proses revisi itu, kelanjutan proyek itu dapat dilakukan melalui mekanisme kerja sama antara Dishut Provinsi Bali dengan Pemkab Badung.
"Namun, Kadis Kehutanan tidak menindaklanjuti surat itu. Padahal surat tersebut sudah ada sejak bulan Juni. Kadis itu gagal melakukan koordinasi. Itu harus dicopot," katanya.
Kresna Budi mengatakan, pihaknya dengan Kadishut Provinsi Bali sempat bersitegang sehari sebelumnya. Mereka jawabannya hanya ditampung.
"Saya ngomong langsung ke Kadis Kehutanan soal persoalan ini, tapi jawabannya `ditampung`. Tiga kali dia jawab `ditampung`. Apa yang sudah dia lakukan setelah menerima surat Ditjen KSDAE itu. Tidak ada koordinasi sama sekali. Saya sempat bentak dia. Selama ini tak pernah koordinasi juga dengan DPRD Bali. Kalau dibicarakan bersama, pasti ada solusinya untuk kepentingan masyarakat," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015