Mesuji, Lampung (Antara Bali) - Petani karet di Kabupaten Mesuji,
Lampung, kini memilih tidak ke kebun menyadap karetnya karena harga
komoditas andalan Lampung itu sedang anjlok di harga Rp5.000/kg.
Sejumlah petani karet yang ditemui sedang berkumpul di Desa Wira Bangun, Kecamatan Simpang Pematang yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, Sabtu mengaku mereka enggan menyadap karet karena selain hasilnya sedikit, hasil dari penjualan karet juga sangat kecil akibat menurunnya harga karet.
"Kami lebih baik tidak menyadap karet, sudah capek, keuntungannya dari jual karet hanya sedikit, hasil sadapan juga kurang" kata Wanda, salah satu petani karet.
Pangkalan di perempatan jalan desa itu menjadi tempat berkumpul ratusan penyadap karet sambil menunggu para pedagang pengumpul datang, untuk membeli getah karet mereka sepekan sekali.
Para penyadap/petani berkumpul secara rutin membawa getah karet hasil sadapan ketika siang hari, yang akan ditukarkan dengan lembar-lembar rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.
Namun beberapa bulan terakhir, mereka menghadapi masa sulit karena produksi getah turun drastis lebih dibandingkan saat normal akibat musim kemarau saat ini.
Pendapatan petani saat ini hanya setengah kuintal per hektare setiap dua pekan, biasanya bisa empat sampai lima kuintal sepekan, kata Wanda.
Samio, petani karet lainnya menjelaskan, saat musim kemarau tanaman karet petani itu menggugurkan daunnya atau "trek", sehingga tetesan getah pada sayatan kulit batang karet menjadi sangat sedikit. "Bahkan banyak tanaman karet itu tidak mengeluarkan getah sama sekali," ujar dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Sejumlah petani karet yang ditemui sedang berkumpul di Desa Wira Bangun, Kecamatan Simpang Pematang yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, Sabtu mengaku mereka enggan menyadap karet karena selain hasilnya sedikit, hasil dari penjualan karet juga sangat kecil akibat menurunnya harga karet.
"Kami lebih baik tidak menyadap karet, sudah capek, keuntungannya dari jual karet hanya sedikit, hasil sadapan juga kurang" kata Wanda, salah satu petani karet.
Pangkalan di perempatan jalan desa itu menjadi tempat berkumpul ratusan penyadap karet sambil menunggu para pedagang pengumpul datang, untuk membeli getah karet mereka sepekan sekali.
Para penyadap/petani berkumpul secara rutin membawa getah karet hasil sadapan ketika siang hari, yang akan ditukarkan dengan lembar-lembar rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.
Namun beberapa bulan terakhir, mereka menghadapi masa sulit karena produksi getah turun drastis lebih dibandingkan saat normal akibat musim kemarau saat ini.
Pendapatan petani saat ini hanya setengah kuintal per hektare setiap dua pekan, biasanya bisa empat sampai lima kuintal sepekan, kata Wanda.
Samio, petani karet lainnya menjelaskan, saat musim kemarau tanaman karet petani itu menggugurkan daunnya atau "trek", sehingga tetesan getah pada sayatan kulit batang karet menjadi sangat sedikit. "Bahkan banyak tanaman karet itu tidak mengeluarkan getah sama sekali," ujar dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015