Denpasar (Antara Bali) - Pakaian jadi (garmen) yang diperdagangan dari Bali bukan produksi pabrik, namun dibuat secara manual sehingga memiliki nilai lebih di mata konsumen luar negeri, terutama dari Amerika Serikat, Australia dan Eropa.

"Walau kondisi pertumbuhan ekonomi negara konsumen belum sebagaimana diharapkan, tetapi pakaian buatan masyarakat Pulau Dewata masih saja ada dikapalkan ke pasaran ekspor," kata seorang Pengusaha Eksportir pakaian Ni Made Wardani di Denpasar, Senin.

Jumlahnya memang tidak secerah tahun 1990-an saat itu perdagangan pakaian Bali ke mancanegara sanggat ramai, tetapi sekarang jumlahnya sanggat merosot, disamping mendapatkan persaingan yang begitu ketat dari produksi negara tetangga seperti Tiongkok.

Pakaian Bali terutama yang dibuat dan diisi dengan monte dan bordiran yang diproduksi secara manual memiliki nilai seni lebih apalagi rancangannya disesuaikan dengan perkembangan mode di negara konsumen dipadukan dengan muatan lokal, kata Wardani.

Ia menyebutkan, pengusaha pakaian jadi di Bali bertahan memelihara pangsa pasar mancanegara berkat mampu menciptakan rancangan busana yang unik dan menarik bagi konsumen, terutama ke Amerika Serikat dan kawasan Eropa.

Melihat kondisi pasar pakaian buatan Bali ke pasaran ekspor menyebabkan, mata dagangan nonmigas ini masih mendominasi perdagangan luar negeri dengan memiliki peranan hingga 21,27persen dari seluruh perolehan devisa saat sekarang.

Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Disperindag Bali, Made Suastika menyebutkan, perolehan devisa dari perdagangan pakaian produksi usaha kecil daerah ini mencapai 51 juta dolar AS selama Januari-Juni 2015 atau 21,27 persen dari seluruh ekspor bernilai 239,8 juta dolar.

Perolehan devisa dari pakaian jadi Bali itu melorot 18 persen jika dibandingkan hasil perdagangan yang sama 2014 seharga 62 juta dolar atas pengapalan sebanyak 43juta pcs yang sebagian besar untuk memenuhi permintaan dari konsumen Amerikaserikat, Australia dan Eropa lainnya.

Ia mengatakan, pengusaha garmen di daerah ini selain masih gencar merambah pasar ekspor dengan menerima pesanan dari rekan bisnisnya dari luar negeri dalam jumlah sangat terbatas, mulai melirik pasar dalam negeri (lokal) yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

"Kami mulai melirik pasar dalam negeri dan bersyukur bisa bertahan hidup dengan jumlah pesanan sangat terbatas akibat dari dampak resesi ekonomi yang menimpa konsumen di Amerika Serikat dan Eropa yang masih dirasakan hingga kini," kata pengusaha Made Wardani.

Ia mengaku bersyukur karena bisa bertahan saja dalam menjalankan roda usaha, mengingat kondisi pasar pakaian jadi buatan Bali merosot ke pasaran ekspor sejak dihapuskannya sistem kuota, sekitar tahun 2000-an. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015