Denpasar (Antara Bali) - Aktivis anak dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar, Bali, meminta pihak sekolah mengawasi ketat pelaksanaan masa orientasi sekolah (MOS) mengantisipasi praktik perundungan atau "bullying".

"Pihak sekolah khususnya guru bimbingan konseling harus menjaring semua yang dilakukan dalam MOS," kata Aktivis anak dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar, Siti Sapurah, di Denpasar, Selasa.

Menurut dia, meski pihaknya belum menerima laporan adanya aksi perundungan dalam kegiatan orientasi siswa baru tersebut di Denpasar, namun pihaknya tidak ingin anak-anak mengalami trauma mendalam akibat aksi "bullying" yang dilakukan senior terhadap juniornya.

Aktivitas yang kini memperjuangkan kasus kematian Engeline itu mengatakan bahwa ia mengkhawatirkan apabila hal tersebut dibiarkan maka memberikan dampak terhadap perkembangan psikologis anak.

Ia menyebutkan bahwa praktik perundungan itu biasanya dilakukan dengan beragam cara baik melalui fisik ataupun kekerasan verbal salah satunya dengan perkataan kasar yang menyangkut latar belakang sosial ekonomi keluarga sang anak.

"Misalnya status anak yang berasal dari ekonomi lemah. Itu bisa menjadi bahan ejekan dalam praktik `bullying`," imbuhnya.

Aktivis itu tidak melarang adanya kegiatan MOS di sekolah sepanjang hal itu dilakukan untuk kemajuan pendidikan dan pembentukan karakter anak.

Apabila siswa baru tersebut melakukan kesalahan dalam MOS, sejatinya pihak panitia bisa memberikan hukuman dengan cara yang mendidik.

"Kalau siswa baru datang terlambat, jangan dihukum atau diejek tetapi arahkan ke hukuman yang mendidik seperti menyebutkan Pancasila atau tentang mata pelajaran," ucapnya.

Pihak sekolah terutama guru dan pembina, lanjut dia, merupakan institusi yang paling pertama mengawasi MOS disamping dari Dinas Pendidikan setempat. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015