Denpasar (Antara Bali) - Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Arahan Zonasi (APZ) DPRD Provinsi Bali dengan eksekutif menyepakati untuk merumuskan pengaturan kawasan tempat suci dibagi dalam tiga zona, yakni zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan.
Rapat Pansus APZ bersama pihak eksekutif dipimpin Ketua Pansus APZ DPRD Bali Kadek Diana di Denpasar, Jumat, mengatakan untuk "Pura Sad Kahyangan", dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nomor 16 Tahun 2009 diatur radius kawasan tempat suci (Pura Sad Kahyangan) sejauh lima kilometer dari batas tembok pura.
Namun dalam Raperda APZ, radius lima kilometer itu dibagi dalam tiga zona. Zona inti sepanjang 40 persen dari radius 5 km. Zona ini steril dari bangunan komersial maupun rumah warga.
Bila ada bangunan, kata dia, itu hanya bangunan yang menjadi fasilitas pendukung pura, seperti bangunan wantilan. Dengan mengacu pada Raperda APZ itu, hanya sepanjang radius dua kilometer yang steril dari bangunan komersial maupun perumahan warga.
Adapun zona penyangga diatur sejauh 30 persen dari radius 5 kilometer (km), atau sejauh 1,5 km di luar radius zona inti. Pada zona penyangga ini diizinkan untuk bangun rumah pengempon (penyungsung) pura.
Ia mengatakan konsep pembangunan pura di Bali, yakni ada pura dan ada juga pengempon pura yang letak rumahnya tidak jauh dari pura tersebut.
Sementara zona pemanfaatan, sejauh 30 persen dari radius 5 km, atau sepanjang 1,5 km di luar zona inti dan zona penyangga. Pada zona pemanfaatan bisa dibangun rumah, bangunan komersial, atau pemanfaatan lainnya.
"Adanya zona pemanfaatan karena dalam radius 5 km ada hak-hak (lahan) milik warga sipil. Jika mengacu pada Perda RTRW Nomor 16 Tahun 2009, karena berada dalam radius 5 km, itu tidak bisa dimanfaatkan. Tapi kami (Pansus) dan tim penyusun Raperda APZ dari eksekutif menyepakati adanya zona pemanfaatan itu agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga," ujarnya.
Dikatakan pengaturan zonasi yang sama juga berlaku untuk radius kawasan tempat suci Pura Dang Kayangan dengan radius 2 km, dan Kahyangan Jagad dengan radius 50 meter. Dalam radius itu dibagai dalam tiga zona, yakni 40 persen zona inti, 30 persen zona penyangga dan 30 persen zona pemanfaatan.
Namun, kesepakatan Pansus APZ dengan pihak eksekutif tersebut masih bersifat rumusan Raperda APZ. Pihaknya masih akan melakukan pembahasan lebih lanjut dengan pemangku kepentingan terkait. Jika rumusan itu disepakati dan ditetapkan menjadi Perda APZ, maka terbuka ruang melakukan revisi Perda RTRW Nomor 16 Tahun 2009 yang mengatur radius kawasan kesucian pura.
"Rapat pansus adalah untuk menyamakan persepsi materi Raperda APZ. Soal zona-zona itu sudah disepakati antara pansus dengan tim penyusun draf Raperda APZ. Selanjutnya kami akan melakukan pembahasan lanjutan dengan mengundang pihak yang berkompoten dengan kawasan pura, yakni PHDI. Sekali lagi saya tegaskan, ini masih rumusan," ucapnya.
Kadek Diana lebih lanjut mengatakan selain menyepakati soal kawasan tempat suci, dalam rapat pansus itu juga disepakati beberapa hal strategis, di antaranya kawasan suci, seperti kawasan sungai, danau, hutan, mata air, dan laut. Juga disepakti soal sempadan pantai dan sempadan jurang.
"Dalam pembahasan lanjutan, yang berkaitan dengan kawasan tempat suci dan kawasan suci, kami akan mengundang pengurus PHDI sebagai lembaga tinggi umat Hindu, maupun Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP)," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Rapat Pansus APZ bersama pihak eksekutif dipimpin Ketua Pansus APZ DPRD Bali Kadek Diana di Denpasar, Jumat, mengatakan untuk "Pura Sad Kahyangan", dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nomor 16 Tahun 2009 diatur radius kawasan tempat suci (Pura Sad Kahyangan) sejauh lima kilometer dari batas tembok pura.
Namun dalam Raperda APZ, radius lima kilometer itu dibagi dalam tiga zona. Zona inti sepanjang 40 persen dari radius 5 km. Zona ini steril dari bangunan komersial maupun rumah warga.
Bila ada bangunan, kata dia, itu hanya bangunan yang menjadi fasilitas pendukung pura, seperti bangunan wantilan. Dengan mengacu pada Raperda APZ itu, hanya sepanjang radius dua kilometer yang steril dari bangunan komersial maupun perumahan warga.
Adapun zona penyangga diatur sejauh 30 persen dari radius 5 kilometer (km), atau sejauh 1,5 km di luar radius zona inti. Pada zona penyangga ini diizinkan untuk bangun rumah pengempon (penyungsung) pura.
Ia mengatakan konsep pembangunan pura di Bali, yakni ada pura dan ada juga pengempon pura yang letak rumahnya tidak jauh dari pura tersebut.
Sementara zona pemanfaatan, sejauh 30 persen dari radius 5 km, atau sepanjang 1,5 km di luar zona inti dan zona penyangga. Pada zona pemanfaatan bisa dibangun rumah, bangunan komersial, atau pemanfaatan lainnya.
"Adanya zona pemanfaatan karena dalam radius 5 km ada hak-hak (lahan) milik warga sipil. Jika mengacu pada Perda RTRW Nomor 16 Tahun 2009, karena berada dalam radius 5 km, itu tidak bisa dimanfaatkan. Tapi kami (Pansus) dan tim penyusun Raperda APZ dari eksekutif menyepakati adanya zona pemanfaatan itu agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga," ujarnya.
Dikatakan pengaturan zonasi yang sama juga berlaku untuk radius kawasan tempat suci Pura Dang Kayangan dengan radius 2 km, dan Kahyangan Jagad dengan radius 50 meter. Dalam radius itu dibagai dalam tiga zona, yakni 40 persen zona inti, 30 persen zona penyangga dan 30 persen zona pemanfaatan.
Namun, kesepakatan Pansus APZ dengan pihak eksekutif tersebut masih bersifat rumusan Raperda APZ. Pihaknya masih akan melakukan pembahasan lebih lanjut dengan pemangku kepentingan terkait. Jika rumusan itu disepakati dan ditetapkan menjadi Perda APZ, maka terbuka ruang melakukan revisi Perda RTRW Nomor 16 Tahun 2009 yang mengatur radius kawasan kesucian pura.
"Rapat pansus adalah untuk menyamakan persepsi materi Raperda APZ. Soal zona-zona itu sudah disepakati antara pansus dengan tim penyusun draf Raperda APZ. Selanjutnya kami akan melakukan pembahasan lanjutan dengan mengundang pihak yang berkompoten dengan kawasan pura, yakni PHDI. Sekali lagi saya tegaskan, ini masih rumusan," ucapnya.
Kadek Diana lebih lanjut mengatakan selain menyepakati soal kawasan tempat suci, dalam rapat pansus itu juga disepakati beberapa hal strategis, di antaranya kawasan suci, seperti kawasan sungai, danau, hutan, mata air, dan laut. Juga disepakti soal sempadan pantai dan sempadan jurang.
"Dalam pembahasan lanjutan, yang berkaitan dengan kawasan tempat suci dan kawasan suci, kami akan mengundang pengurus PHDI sebagai lembaga tinggi umat Hindu, maupun Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP)," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015